BAB 5

2126 Words
Renal menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Wajahnya yang biasanya kaku sekarang berubah muram dan ekspresi bingung. Beberapa kali Renal mengacak rambutnya kasar. Kepalanya semakin berat saja, ditambah dengan adanya perempuan disampingnya yang sedang mengelap air matanya. Mereka memang sedang perang dingin karena kesalah pahaman yang membuat Papa Renal harus terkena serangan jantung ringan. Elka juga masih canggung karena kejadian diluar pikirannya harus terjadi. Seperti handuk lepas dari pinggang. Namun, Elka masih saja asik dengan jemarinya dan duduk anteng disamping Renal sambil menatap langit-langit rumah sakit. Mereka masih saja dalam mode diam-diaman karena memang Renal masih kesal dan Elka masih malu. Malu banget malahan. Rasanya dia yang seperti tidak punya muka hari ini. Harusnya kan Renal yang tidak punya muka, tapi ini malah sebaliknya. Seorang laki-laki dengan snelli keluar dengan senyuman yang cukup bisa dikatakan senyuman karena bentuknya Renal itu jika senyum hanya pas-pasan saja. Renal buru-buru mendekat ke arah rekannya yang menangani Papanya karena terkena serangan jantung gara-gara dikira Renal menghamili anak orang. "Ndra, gimana Papaku?" Tanya Renal dengan wajah yang sudah panik dan juga ekspresi yang cukup khawatir. Apalagi Papanya datang jauh-jauh dari Surabaya hanya untuk melihat dirinya dan malah terkena kabar tak sedap yang sebenarnya hanya salah paham semata. Dokter bernama Indra itu hanya menepuk pelan pundak Renal pelan, "tenang Ren, nggak ada yang perlu kamu khawatirkan. Om Edo baik-baik aja kok, cuma ada sedikit masalah aja. Tapi kamu nggak perlu sekhawatir ini," ucap Indra dengan senyum manis. Sesekali Indra menatap Elka dan Renal secara bergantian membuat Renal mendengus. Gara-gara kesalahan satu malam, hanya karena dia mengajak Elka ke acara nikahan Iren. Semuanya menjadi kacau begini. Niat awal hanya karena agar dirinya bisa terlihat bisa move on. Eh, malah dapat jodoh beneran. Dapat Elka pula! Perempuan ceroboh yang sudah menabrak mobilnya lalu membuat hidupnya dalam masalah karena Papanya pasti mengira dirinya sudah dengan sengaja meniduri anak orang. Padahal Renal bukan tipe laki-laki b******k yang suka bermain perempuan. Memangnya dia apa? Dan apa gunanya pendidikan dokternya selama ini jika tata krama saja dia tidak pakai. Walaupun jomblo lama alias jomblo menahun, Renal tidak akan segila itu untuk bisa bersenang-senang. Mending uang yang didapat di tabung untuk masa depan keluarganya kelak daripada untuk jajan setiap malam. Indra sedikit menggoda Renal karena adanya Elka di dekat Renal sejak tadi. Membuat Renal harus mengumpat di dalam hati. Karena jika dia mengumpat di depan Indra, bisa-bisa mereka beradu jotos di sana. Kan tidak etis jika kedua dokter adu jotos karena saling mengejek. "Nggak usah salah paham deh, aku mau liat Papaku dulu. Btw, makasih ya Ndra udah nanganin Papaku," ucap Renal yang hanya menepuk bahu Indra dan segera masuk ke dalam ruangan berisi Papanya yang masih terjaga dalam tidurnya. Elka? Dia bingung sendiri, dia mau kemana? Dengan teganya Renal masuk sendiri tanpa sama sekali mengajaknya. Padahal dia sudah berbaik hati datang dan menemani Renal di sini, tapi memang anak satu itu tidak tahu diri. Elka menghentakkan kakinya kesal. Kenapa pula dirinya punya bos macam begitu. Dengan perasaan tidak ikhlas, Elka masuk ke dalam ruangan itu karena sebenarnya Elka juga tersangka dalam insiden ini ya. "Kamu disuruh nikah nggak mau tapi kenapa kamu hamilin anak orang Renal. Kamu tau kan kalau itu melanggar agama. Kenapa sih kamu nggak nikah dulu baru deh hamilin. Kenapa jadi kebalik gini sih? Kamu anak Papa satu-satunya tapi kenapa kamu jadi begini," keluh Pak Edo dengan memalingkan wajahnya dari Renal yang berdiri disamping ranjang Papanya. Sejujurnya Renal agak takut pada Papanya jika Papanya sudah mulai berceramah dalam keadaan sakit begini. Ditambah lagi dirinya belum mengabari sang Mama yang mungkin saja ledakannya akan lebih dahsyat dari Papanya yang bicaranya pelan langsung tembus ke relung hati yang paling dalam. Dan jika Mamanya yang berbicara maka rasanya badannya akan remuk. Dia seperti anak kecil kadang Mamanya sudah mencubitnya gemas. Elka berdiri diambang pintu dengan perasaan tak enak, mau keluar tapi sudah di dalam. Mau terus di dalam kok takut kena marah. Dia kan mau cari aman saja. Walau semua kesalah pahaman ini berasal dari dirinya yang memang tak sengaja menyimpan test pack milik Siska. Iya sih dia akan dapat jodoh tapi dengan kesalah pahaman yang membuat dirinya terseret dalam masalah bersama dengan Renal. Bahkan Elka juga merasa tak enak hati jika mereka sampai menikah. Pak Edo menatap Elka yang masih saja berdiri di depan pintu mungkin dia merasa bukan siapa-siapa yang pantas berada di sana. Laki-laki setengah baya itu hanya menyunggingkan senyumannya sekilas. "Sini Nak, Papa mau bicara sama kamu." Ucap Pak Edo menyuruh Elka mendekat. Membuat Elka hanya bisa celingak-celinguk dan menatap Renal. Sedangkan Renal hanya pura-pura acuh padahal dia sendiri saja penasaran dengan apa yang akan Papanya bicarakan pada Elka sebentar lagi. Elka berjalan mendekat dengan sedikit canggung. Bagaimana kalau dia dimarahi dan langsung diusir. Elka hanya bisa menatap kakinya yang berjalan ke arah Papa Renal meski dengan sangat terpaksa rasanya. Senyuman ia sunggingkan meski bibirnya terasa kaku. Dia harus mengaku jika ini hanya salah paham dan bukan kesalahan Renal. Dia tidak mau dianggap mengambil suatu kesempitan dalam kesempatan. Dia hanya ingin bekerja saja, mendapatkan uang untuk makan. Itu sudah cukup! Pak Edo memegang dadanya yang masih nyeri tapi tak separah tadi saat mendengar anaknya menghamili anak orang. Pak Edo masih saja menatap Elka dari atas sampai bawah. Seperti sedang menilai seseorang yang membuat Renal menjadi berpikir sedikit agak negatif. "Calon menantu," panggil Pak Edo dengan senyuman yang semakin lebar. Membuat Renal menoleh kesal. Bagaimana bisa langsung dibilang calon mantu sebelum mereka semua tahu kebenarannya. Membuat Renal kesal saja. Dia di sini hanya korban ya! Ya kali jika Elka dan itu bukan anaknya, sama saja dia di jadikan bapak pengganti lah. Padahal dia kan tidak melakukan apapun. Elka menelan salivanya susah payah, apalagi saat melihat ekspresi Renal yang tak suka. "Maaf Pak, tapi ini semua hanya salah paham saja kok. Saya dan Pak Renal tidak melakukan apa-apa. Saya juga tidak dihamili Pak Renal atau saya hamil. Pokoknya saya masih gadis kok. Kemarin itu hanya salah paham," jelas Elka yang membuat Pak Edo sedikit menaikkan alisnya bingung. Elka menjelaskan semuanya dari awal sampai mereka berada di sini. Bahkan cerita tentang handuk yang lepas saja Elka ceritakan dengan semangat. Membuat Renal mendengus kesal. Lalu sekarang apa bedanya Elka dengan Fasha? Apakah ini takdirnya berdekatan dengan banyak orang yang DDR - Daya Dong Rendah - semua. Sesekali Pak Edo tertawa karena Elka menjelaskan dengan jujur dan tanpa ditutupi sama sekali. Orang tua yang baru saja terkena serangan jantung itu sekarang sudah baik-baik saja. Alhamdulillah sih, tapi bicara keduanya jadi salah kaprah semuanya. "Malah pada ngapain sih? Jadi gimana, Pa? Renal nggak bersalah kan," ucap Renal dengan wajah datar tanpa ekspresi mencoba mencari pembelaan diri. Membuat Pak Edo dan Elka menoleh sekilas. "Iya Papa tahu kok! Tapi Papa masih mau kamu nikah sama Elka," ucapan Pak Edo itu mampu membuat kedua manusia itu kicep alias diam seribu bahasa. Yang awalnya mereka santai dengan perasaan yang sudah senang karena masalah sudah clear jadi harus tegang kembali. Renal memegang dadanya yang berdetak dengan cepatnya. Apa mungkin kali ini dirinya yang akan terkena serangan jantung? Kenapa pernyataan Papanya mirip vonis kematian baginya. Mereka akan tetap menikah walau masalahnya sudah jelas, walau Elka sudah jujur dan mengatakan semuanya secara jelas serta gamblang. Keduanya masih mirip mayat hidup yang bernapas tapi belum juga bergerak. Renal sudah punya bayangan sendiri tentang kehidupannya di masa depan jika dia menikah dengan Elka. Mungkin saja hidupnya akan sangat sengsara sekali mengingat jika perempuan itu cerobohnya parah. Bagaimana bisa dia punya keluarga dengan orang ini jika Renal saja belum mau. Iya sih dia akan segera jadi bujang lapuk. Tapi ya nikahnya jangan dengan dia lah. Tapi jika bukan dengan Elka, lalu dengan siapa? Memang ada yang mau dengan Renal? Orang waras juga susah untuk memilih Renal karena sifat dan sikap diamnya yang kadang punya kadar yang berlebihan. Mungkin dengan Elka, hidupnya yang monoton itu-itu aja akan lebih bewarna. Semoga saja akan menjadi keluarga yang bahagia seperti di dalam film-film yang penuh dengan happy ending. "Tapi saya nggak pantes dengan Pak Renal, saya cuma pembantu yang sama sekali nggak pantes untuk mendampingi Pak Renal." Ucap Elka yang membuat Renal mengembalikan segala kesadarannya yang hilang untuk beberapa saat. Pak Edo tersenyum samar, ini yang dia suka dari perempuan di depannya ini. "Hanya cukup jujur untuk menjadi calon menantu saya. Saya nggak butuh calon untuk Renal itu dari kalangan atas atau mungkin anak polisi. Saya butuh menantu yang punya kejujuran tinggi. Kamu bahkan bisa memanfaatkan keadaan, tapi kamu memilih jujur dan bilang ini hanya salah paham. Kebanyakan diluaran sana, mereka bahkan lebih memilih menyodorkan diri pada suami orang lain." Ucap Pak Edo menjelaskan dan menatap ke arah Renal. Sedangkan yang ditatap hanya pura-pura acuh, "tapi Mama belum tentu setuju kan, Pa? Mama maunya Renal nikah sama sesama dokter pula. Dan Renal nggak yakin Mama akan setuju dengan keputusan Papa." Jawab Renal yang melipat tangannya di d**a. Mamanya memang sangat berharap Renal bisa bersanding dengan sesama dokter. Tapi itu dulu saat Renal masih menjadi dokter muda. Bukan lagi dokter tua yang memang harusnya sudah menikah. Elka meremas tangannya sendiri, kok malah mereka yang terlalu mempermasalahkan dirinya. Memangnya Elka mau dengan Renal? Ya, mau sih! Tapi kok rasanya Renal menolak tapi secara halus. Dengan mengatas namakan Mamanya sebagai tameng dalam penolakan secara halus ini. "Siapa bilang Mama nggak setuju. Mama memang mau kamu menikah dengan dokter, tapi itu dulu. Usia kamu ini sudah bukan untuk main-main lagi Renal. Berpikirlah dewasa, mungkin ini cara Allah untuk mempertemukan kamu dengan jodoh kamu," terang seorang perempuan paruh baya yang baru saja masuk ke ruangan itu. Renal menghembuskan napas kasar. Baginya, jika Mamanya sudah berbicara maka dia cukup diam dan mendengarkan. Renal tak mau dianggap anak yang lancang. Jadi, dia sudah pasrah jika sampai pada titik sang Mama yang telah memberikan ultimatum jika setuju dengan pilihan Papanya, yaitu Elka. Mungkin ini adalah bagian dari takdir yang setidaknya tidak menyenangkan baginya. Mereka saling berbincang ini dan itu. Bu Anggun, yang merupakan Mama dari Renal itu masih asik bertanya ini itu pada Elka. Entah pernikahan itu akan benar-benar terealisasi atau tidak, tapi Pak Edo sudah bertanya perihal wali nikah Elka. Karena dia seorang yatim piatu, maka hanya Paman yang akan menjadi wali nikahnya. Pamannya yang dulu merawatnya dan terpaksa harus membiarkan hidup Elka sendiri karena istri dan anaknya sedikit keberatan dengan biaya hidup karena Elka tinggal di rumah mereka. Renal masih diam mematung di sana. Suaranya sudah tidak lagi berarti karena ini benar-benar sudah pada mode keputusan final yang kedua orang tuanya utarakan. Sihir apa yang sudah Elka berikan, hingga keduanya langsung nyambung dan klop pada perempuan berparas ayu dengan lesung pipi itu. "Renal, besok kamu dan Elka ke rumah Pamannya Elka untuk meminta restu dan juga meminta beliau untuk menjadi wali nikah Elka. Anggap saja ini permintaan Papa yang sangat penting. Kamu tau kan, orang tua tidak akan pernah menjerumuskan anaknya sendiri. Kami melakukan ini bukan karena kami ingin kamu tidak bahagia, tapi kami hanya ingin yang terbaik untuk kamu. Walau harus dengan cara memaksa," ucap Pak Edo dengan nada pelan agar Renal mau mengerti. Renal mengangguk pasrah, suka tidak suka maka semua akan segera terjadi. "Renal tau kok. Dan Renal akan turuti mau Papa dan Mama," ucap Renal sebelum pamit untuk menenangkan diri. Sedang Elka hanya bisa menatap kepergian Renal yang keluar dari ruang rawat Papanya. Jika dibilang kecewa, maka Renal akan katakan jika dirinya sangat kecewa. Tapi Renal sayang pada Papanya begitupun dengan Mamanya. Renal tidak bisa mengecewakan keduanya karena dia terlalu sering membantah mau keduanya. Dan posisi ini, Renal tidak akan berkelit. Dengan keadaan yang serba terjepit. Berkali-kali Renal memejamkan matanya lalu kembali menatap langit-langit rumah sakit. Pandangannya hanya jatuh pada orang-orang yang berlalu-lalang di depannya. Tidak ada gairah untuk sekedar melakukan apapun. Elka duduk disamping Renal dengan perasaan canggung, ada getaran di hati yang sulit dijelaskan. "Pak Bos, kalau memang keberatan nggak usah nikah sama saya. Saya bisa kok pergi tiba-tiba dan tanpa bilang sama siapa-siapa," ucap Elka yang membuat Renal menatap tajam ke arah Elka. "Dan kamu pikir itu tidak akan membuat keadaan Papa saya semakin buruk? Jangan main-main Elka. Kamu sudah terlanjur masuk dan tidak mudah untuk keluar. Anggap saja ini labirin, kamu akan sulit untuk keluar. Jadi jangan coba melakukan hal-hal yang tidak perlu. Kita sama-sama nggak perlu munafik untuk bilang tidak saling tertarik. Saya sedang menenangkan diri dan itu bukan berarti saya nggak mau menikah dengan kamu," ucap Renal yang kembali beranjak. "Satu lagi, saya sepenuhnya belum menerima kamu. Jadi, jangan sampai terbawa perasaan dan terlalu berharap dengan saya." Ucap Renal lalu berjalan pergi entah kemana. Yang jelas sekarang kaki Elka rasanya lemas. Renal itu memang bisa seperti Elsa dalam cerita frozen, karena mampu membekukan suasana. Sepertinya dia marah? Tapi ini bukan salahku juga kan, ya? Aku juga korban. Walau dia lebih berhak disebut korban yang sebenarnya. ---oOo---
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD