Restu dan wali nikah sudah di dapat. Semua persiapan rasanya sudah selesai semuanya. Hanya tinggal ribut masalah undangan saja. Bahkan pernikahan ini jauh lebih dadakan dari pernikahan Arham dan Fasha, sahabat Renal yang menikah karena atas dasar perjodohan. Elka masih anteng duduk disamping Renal. Mereka bahkan hanya saling diam, tidak ada yang ingin mereka bicarakan atau utarakan.
Renal juga masih asik dengan fokus matanya pada jalanan yang cukup padat di siang hari ini. Di depan ada kecelakaan lalu lintas yang membuat jalanan sedikit macet. Sesekali Renal menoleh ke arah Elka lalu diam lagi. Sulit sekali membuat satu manusia es ini untuk sekedar bicara. Sudah tahu jika sebentar lagi mereka akan menikah, kok masih kaku saja. Apalagi Renal yang masih saja acuh dengan keadaannya yang sebentar lagi akan melepas masa lajangnya.
"Kamu mau makan apa?" Renal menghentikan mobilnya di area pinggir jalan guna memilih makan siang mereka. Ada jejeran tempat makan ayam-ayaman. Dan Renal suka makanan yang serba ayam.
Elka menoleh ke arah Renal yang sedang menatapnya, "terserah Bapak aja. Saya makan apa aja pasti masuk kok," ucap Elka girang karena akan makan. Baiklah, napsu makan Elka juga tinggi. Mau sudah makan atau belum, napsu makannya tetap tinggi.
"Jangan panggil aku Pak atau Bapak. Kamu kira aku setua itu apa? Aku nggak terlalu kaku dalam panggilan, jadi panggil Renal saja." Ucap Renal yang mulai turun dari mobilnya. Namun lengannya dipegang oleh Elka. Membuat Renal mau tidak mau menoleh ke arah Elka.
"Boleh nggak kita ke makam orang tuaku, Mas? Setidaknya aku ingin meminta restu pada mereka. Mas bisa mengantarkan aku?" Tanya Elka yang hanya bisa diangguki oleh Renal yang kembali masuk ke dalam mobil.
Renal hanya diam, yang tadi itu apakah panggilan untuknya? Rasanya aneh saat seseorang yang tidak dekat dengannya memanggilnya dengan sebutan Mas. Dan panggilan itu terlontar begitu saja dari bibir Elka dengan mudah. Langsung saja membuat Renal hanya bisa manggut-manggut tanpa ada sedikitpun perlawanan karena Elka sudah memanggilnya dengan sebutan itu.
Mereka masih saja diam, meski mobil Renal sudah berhenti di depan gerbang pemakaman umum yang ada di daerah Kulon Progo. Elka turun dan langsung berjalan menyusuri jajaran pemakaman guna mencari makam orang tuanya. Sudah lama Elka tidak datang karena memang selama beberapa tahun belakangan ini, Elka hidup sebatang kara dengan bekerja di toko bunga itu.
Renal merasakan betapa hati perempuan di depannya itu memang benar-benar kuat. Elka tak menangis atau merengek sama sekali. Biasanya anak perempuan memang selalu sedih, bahkan menangis diam-diam menjelang acara sakral mereka. Mereka merasa jika mereka akan benar-benar lepas dari orang tua untuk menjadi orang tua. Sama halnya dengan Elka yang memang ingin sekali menangis karena rindu yang amat dalam. Sudah lama sejak mereka pergi. Dan Elka tetap pura-pura baik-baik saja.
Dua batu nisan menghentikan langkah Elka. Tanpa diminta dan tanpa aba-aba, air matanya turun dengan pelan. Membentuk anak sungai yang mulai deras karena rindu yang tertahan. Renal masih berjalan pelan di belakang calon istrinya itu. Ini memang takdir yang cukup mengejutkan, Renal tiba-tiba bertemu dengan Elka. Lalu, Elka adalah seorang yatim piatu yang kesepian. Dan apakah Renal memang dikirim untuk menjadi teman bagi Elka?
Elka menatap dalam kedua nama yang menghias batu nisan itu, "Buk, Pak, Elka minta ijin mau nikah. Maaf tadi nggak sempet beli bunga, Elka juga udah lama nggak datang kesini. Elka tahu, pasti kalian selalu doain Elka dari atas sana. Dan ini Mas Renal, calon suami Elka. Elka berharap Bapak sama Ibu, setuju dengan pilihan Elka." Ucap Elka pelan, ada sedikit kata-kata yang mengganjal namun akhirnya dia ucapkan juga. Ada rasa yang tertahan tapi dia lepas juga.
Renal mulai menyunggingkan senyumnya, "saya Renal Om, Tante. Saya calon suami dari putri Om dan Tante. Maaf saya memperkenalkan diri dengan cara yang tidak sopan. Tapi saya janji Om bakalan bahagian Putri Om ini. Saya juga janji Tante akan menjaga dia sebaik-baiknya. Om dan Tante bisa percaya saya," ucap Renal yang tanpa sadar mengucapkan deretan janji yang harusnya dia tepati. Membuat Elka hanya bisa menatap ke arah Renal.
Keduanya larut dalam doa yang mereka panjatkan. Renal juga merasa aneh dengan dirinya yang tiba-tiba seolah-olah sudah percaya jika mereka ini akan memiliki keluarga yang bahagia. Tapi sekali lagi Renal hanya bisa berharap pada jalan hidupnya. Tidak ada yang bisa membuat suatu perubahan tanpa campur tangan dirinya dan Elka. Mereka akan menikah sebentar lagi, dan tidak ada waktu menyiapkan hati terlalu lama. Kecuali jika Renal memang mau membuka hatinya.
Mereka berdiri bersamaan, lalu tanpa Elka sadari dan tanpa ia duga sebelumnya, Renal sudah meletakkan lengannya di pundaknya. Mengelus pelan lengan Elka dengan sedikit tersenyum tipis. Apa ini namanya manipulasi? Hanya agar mereka terlihat bahagia di depan orang tua Elka? Atau memang Renal sudah mau sedikit demi sedikit menerima kehadiran Elka?
"Mas? Apa ini cuma akting," tanya Elka yang mendongak ke arah wajah Renal. Sedangkan Renal mendengus kesal. Kenapa momen manis seperti ini harus dirusak dengan tidak baik. Lalu sekarang apa bedanya dengan Fasha yang memang selalu merusak suasana.
Renal melepas pegangannya dan berjalan lebih dulu, "i-ya, cuma akting doang. Puas!" Ketus Renal dengan nada kesal yang malah membuat wajah laki-laki itu nampak lucu. Elka saja malah biasa saja karena melihat Renal yang kesal padanya.
"Dasar, calon suami aneh!" Ucap Elka pelan, karena melihat sikap Renal yang suka berubah-ubah. Kadang bisa romantis, tapi kadang Renal juga suka sekali marah-marah. Tahu sendiri lah, Renal itu orang yang cukup memiliki gengsi yang sangatlah tinggi. Jadi tidak heran dia bersikap begitu.
---oOo---
Sebuah undangan sudah berada di dalam genggaman tangannya. Renal bingung harus bagaimana memberikannya pada orang di dalam sana. Baiklah, itu adalah undangan pernikahannya. Dan di dalam sana bukanlah rumah dari mantan pacarnya atau mungkin orang yang sedang ditaksirnya. Di sana hanyalah rumah dari Arham dan Fasha yang notabene adalah sahabat Renal sendiri. Tapi untuk turun dari mobil dan memencet bel saja rasanya sulit sekali. Ah, Renal terlalu berpikir keras tentang apa tanggapan dari pasutri itu.
Elka menatap Renal yang masih saja tidak mau turun dari mobil karena bingung. Baiklah, ini hanya rumah Arham saja. Bukan rumah mantan yang masih di sayang. Kenapa pula Renal harus susah-susah menyiapkan mental hanya untuk bertemu keduanya. Memangnya Arham dan Fasha semenakutkan itu apa? Ah, tapi tetap saja Renal merasa gugup karena pastinya dia akan diejek habis-habisan karena akan segera menikah.
"Nggak mau turun juga, Mas? Kita udah setengah jam di dalam sini," ucap Elka yang menatap jam tangannya. Membuat Renal mendengus sebal. Ini dia sedang menyiapkan mental lho. Mental baja untuk mendengar tertawaan pasangan itu.
"Iya, ini juga mau turun. Kamu diem aja di dalam. Jangan muncul, bisa tambah kena bully aku." Ucap Renal yang sudah turun dari mobilnya. Mobilnya memang sengaja ia parkirkan di depan gerbang rumah Arham, dengan Elka yang masih duduk anteng di dalam.
Jika Renal membawa Elka masuk, bisa-bisa Arham langsung menertawakannya karena Elka itu lumayan cantik. Dan pasti Arham akan bilang begini pada Elka, kok mau sama Renal? Di kasih pelet apa? atau yang lebih parah, Renal itu orangnya galak dan juga suka badmood. Masih mau sama dia? Memang sahabatnya satu itu memang perlu di-ruqyah mulutnya.
Renal berjalan menyusuri halaman rumah Arham. Dari depan, dia melihat sosok laki-laki sedang menyapu rumah. Dan itu sudah jelas adalah Arham, walau kini Arham memang sedikit gemukan. Tapi Renal masih bisa mengidentifikasi jika itu adalah temannya yang paling kurang ajar. Selalu saja merepotkan dan selalu saja minta ini dan itu. Apalagi saat istrinya hamil, Renal yang harus merogoh kocek lebih dalam hanya demi menuruti si Arham yang ngidam. Dan lebih keselnya, Arham selalu tak mau lepas darinya. Dikira mereka keluarga bahagia apa ya?
Suara langkah kaki mulai masuk ke area rumah Arham. Membuat Arham mau tidak mau untuk mendongak. Melihat siapakah orang yang kini berdiri di depan pintu. Arham mengamati Renal yang memakai kemeja abu-abu dan celana kain itu dari atas sampai bawah. Kesannya sedang mengintrogasinya. Padahal Renal sudah bersikap biasa, hanya saja mata Arham ini minta dicolok apa gimana?
"Sibuk kamu, Ham? Aku ganggu nggak sih datang pagi-pagi," tanya Renal dengan wajah yang memang dari sananya sudah datar. Membuat orang-orang disekitarnya jadi gemes sendiri. Uh, jadi kepingin nabok.
Arham menggeleng pelan, lalu sedikit memberi ruang agar Renal bisa masuk dan duduk di sofa ruang tamu. Sedangkan Arham menyelesaikan acara menyapunya yang tinggal sedikit. Setelah itu, Arham baru menyimpan gagang sapunya dan duduk di depan Renal. Namun tak lama kemudian, Fasha turun dari anak tangga dan mendapati Renal duduk berhadapan dengan suaminya itu. Membuat senyum Fasha mengembang. Katanya, Renal itu suami pengganti sementara. Ya iyalah sementara!
"Eh, dokter Renal. Kok pagi-pagi udah datang ke sini? Mau minum apa?" Tanya Fasha yang kini sudah duduk anteng disamping Arham. Membuat Arham sedikit mendengus tak suka. Mentang-mentang Renal yang menemani Fasha saat persalinan. Renal pasti selalu dijadikan sasaran ini. Arham yang cemburuan dan Fasha yang memang selalu saja genit padanya. Ya, bukan apa-apa. Ini hanya sekedar bercandaan saja.
Renal menggeleng pelan lalu tersenyum tipis, "nggak usah repot-repot, Sha. Aku cuma bentar kok di sini. Cuma mau ngasih undangan pernikahan ke kalian berdua." Ucap Renal dengan wajah datar. Sedangkan pasutri itu hanya bisa menatap aneh, lalu Fasha dengan jurus kepo-nya langsung menyambar undangan dengan warna putih dengan pita perak itu.
"Alfatah Renaldi Verza dengan Sabrina Elka Kusuma.." baca keduanya dengan wajah tenang. Namun ketenangan itu mulai hancur karena mereka sadar dengan nama calon pengantin laki-laki. Mereka baru sadar setelah meresapi huruf demi huruf yang tertera di sana.
"Whatttttt, mau nikah?" Ucap Fasha dan Arham secara bersamaan lalu masih memasang wajah kaget. Mereka tidak akan percaya jika manusia es bernama Renal juga akan menikah.
"Terus, siapa perempuan yang mau sama kamu, Ren?" Tanya Arham yang membuat Renal mendatarkan wajahnya kesal. Tuh kan, mereka memang teman rasa musuh. Arham dan Fasha memang menyebalkan. Harusnya mereka bahagia atau bagaimana, lah ini kesannya kok malah mengejek.
"Ya udah, aku pulang! Jangan lupa datang," ucap Renal yang buru-buru kabur sebelum dirinya di interogasi habis-habisan oleh keduanya. Lagipula, kenapa sih mau nikah aja harus dihujat dulu?
Renal sedikit berlari menuju ke arah mobilnya. Dan setelah itu, Renal langsung masuk ke dalam mobil dan menyambar botol air mineral yang ada di dasbor mobilnya. Kekesalan Renal jadi semakin besar saja karena melihat ekspresi kedua temannya yang kurang ajar itu. Tahu begitu, dia tidak berikan saja undangan pernikahan. Biar saja dia langsung nikah dan membiarkan keduanya tidak tahu sama sekali. Dan akhirnya mereka hanya tahu jika anaknya sudah besar.
Renal menggeleng pelan, dia malah mikir apa sih? Kok sudah sampai anak segala. Nikah aja baru dua minggu lagi. Kok malah sudah mikirin anak segala. Duh, Renal juga lupa kalau bagian dari pernikahan ada momongan. Dan itu rasanya berat untuk dia pikirkan.
"Mas Renal nggak papa? Atau mau aku gantiin nyetir?" Tanya Elka yang melihat Renal memang sedang pusing. Ya, pusing memikirkan malam pertama yang rasanya masih jauh di sana. Renal lama-kelamaan juga bisa terjangkit virus lemotnya Fasha.
Renal menoleh, "oh, kamu bisa nyetir?" Tanya Renal pelan, kan tumben dia tidak ngegas kalau bicara. Biasanya saja, orang satu itu suka sekali pakai urat jika bicara. Iya sih bakso urat enak. Apa deh!
Elka menggeleng lalu nyengir, "enggak bisa. Ini aja naik mobil bagus juga cuma sama Mas doang." Ucap Elka dengan sedikit tertawa. Membuat Renal harus menahan kekesalannya kembali. Kasus ini memang sama dengan kasus Arham yang memang di awal menolak kehadiran Fasha. Tapi Arham tidak sejahat Renal lho ya. Arham masih bisa manis di awal dengan Fasha, lalu akan timbul bunga-bunga cinta bermekaran.
Jika Renal dalam kasus ini adalah Renal yang benar-benar selalu saja dalam keadaan emosi yang tidak baik. Penolakan terhadap pernikahan ini setidaknya sedikit nyata. Renal juga termasuk orang yang kaku dalam mengurus masalah cinta dan perempuan. Tapi mungkin saja, Renal akan luluh. Seperti batu yang ditetesi air secara terus-menerus pasti akan berlubang juga. Sama halnya dengan Renal. Mungkin dia belum merasakan apa-apa sekarang. Tapi siapa yang tahu masa depan?
"Lagian kenapa sih, Mas Renal itu selalu aja jutek. Udah gitu ketus, suka marah-marah nggak jelas. Dari kemarin kaya udah setuju mau nikah, tapi kadang judes sama aku. Aku nggak ngerti deh sifat Mas itu kaya gimana," ucap Elka yang menyerukan sesuatu di dalam otaknya.
Renal menoleh sejenak, "semua orang nggak bisa kamu samain. Termasuk aku yang cuma bisa begini, aku bukan laki-laki yang romantis yang ada diluaran sana. Jadi aku udah bilang, jangan berharap terlalu tinggi dengan aku yang bisa romantis dan nyenengin kamu." Jawab Renal menatap jalanan di depannya.
Elka menghembuskan napas kasar, "untung sayang!" Ucap Elka pelan dengan wajah kesal karena Renal selalu saja marah-marah tanpa henti. Apa urat syarafnya nggak tegang terus-terusan apa?
Renal mengelus puncak kepala Elka pelan, membuat Elka harus menoleh ke arah Renal. "Aku denger apa yang kamu bilang ya. Jadi, mulai terima aku apa adanya. Dan aku juga akan belajar menerima kamu apa adanya. Pernikahan bukan hanya untuk mencari pasangan yang sempurna, tapi pernikahan adalah untuk saling menyempurnakan pasangan." Ucap Renal lalu kembali menatap jalanan di depannya.
Kok jadi makin baper ya Allah. Mas Renal lama-kelamaan bikin tambah suka.
"Nggak usah baper," ketus Renal yang mulai melajukan mobilnya. Tuh kan, Renal dan Elka itu sama saja. Sama-sama suka merusak suasana yang indah ini.
---oOo---