Renal menatap ke arah jalanan yang tidak terlalu padat karena hari masih pagi. Renal sudah memakai pakaian adat jawa lengkap. Warna hitam menjadi d******i warna untuk sang pengantin dan keluarga inti. Tidak pernah Renal serapi ini, apalagi dengan menggunakan jarik ribet yang terakhir kali Renal pakai saat SMA, itu saja disaat hari Kartini yang selalu mewajibkan siswanya untuk berpakaian adat.
Disamping kanan dan kirinya adalah Papa dan Mamanya yang duduk anteng sambil tersenyum senang. Mungkin karena mereka akan segera memiliki menantu. Atau mungkin mereka senang karena berhasil menyiksa Renal yang masih anteng dengan wajah tegang. Dan jangan lupakan kantung matanya yang mulai menghitam gara-gara begadang untuk menghafalkan ijab qabul di depan Pak Penghulu nanti.
Bilangnya saja nggak niat, tapi kok serius banget. Sampai dibela-belain tidak tidur hanya karena sibuk menghafal karena takut salah pengucapan. Dasar Renal, sok jual mahal tapi suka. Hanya di mulut saja bilang nggak mau, tapi pada akhirnya dia sendiri yang jatuh pada pesona Elka. Ini saja belum apa-apa karena baru akan menikah, coba jika sudah menikah. Pasti akan lain lagi ceritanya.
Mobil yang membawa mereka baru saja berhenti di depan sebuah pendopo besar yang sudah ramai dengan nuansa dekor warna biru yang dipadu warna putih dan kuning. Pak Edo turun diikuti oleh Bu Anggun dan akhirnya Renal juga turun dengan gagahnya walau memakai baju khas Jawa. Wajah laki-laki itu juga dilapisi make up tipis. Tak lupa ada keris yang terselip di balik sorjan dan juga terjepit pada jarik yang ia kenakan.
Alunan langgam atau musik khas jawa yang biasa mengiringi pernikahan, mulai mengalun lembut saat pengantin laki-laki turun dari mobil. Disambut dengan tatapan-tatapan memuja karena mereka merasa pangling dengan wajah Renal yang biasa menjadi ganteng maksimal. Mereka senyam-senyum lalu bisik sana-sini karena merasa pengantin kali ini akan menjadi pasangan yang cocok.
Arham dan Fasha yang kompak memakai batik hanya bisa saling tersenyum sambil melambaikan tangan ke arah Renal yang masih dengan wajah gugupnya karena detik-detik menuju akad. Renal digiring ke arah tengah-tengah tempat di mana mereka akan segera mengesahkan hubungan Renal dan Elka. Renal sudah duduk di kursi yang disediakan, keringat dingin mulai mengalir bebas. Membuat Renal semakin gugup saja.
"Bagaimana Mas Renal, sudah siap?" Tanya Pak Udin yang merupakan Paman dari Elka pada Renal yang masih saja sibuk tarik napas dan buang napas.
Renal menelan salivanya susah payah, ini akan segera terjadi juga. Renal merasa was-was, keringat semakin lama semakin banyak membanjiri wajahnya. Untung make up Renal sudah di desain tahan air. Jadi tidak akan luntur walau Renal keringatan sebanyak apa. Kecuali jika Renal bisa mengeluarkan keringat macam keran air yang langsung mengalir deras. Itu beda lagi ceritanya. Dengan kesadaran yang tidak penuh, Renal akhirnya mengangguk saja. Otaknya benar-benar sudah tidak bisa dikendalikan.
"Baiklah, bisa kita mulai saja ya Mas Renal. Tarik napas dalam-dalam lalu hembuskan perlahan ya. Jangan gugup dan jangan panik. Nanti bakalan sah kok," ucap pegawai KUA yang mungkin bermaksud mencairkan suasana tapi sama sekali tidak mempan terhadap Renal yang memang masih saja gugup parah.
Pak Udin mulai menyodorkan telapak tangannya di depan Renal. Membuat Renal langsung menjabat tangan Paman dari calon istrinya yang beberapa menit lagi akan berkonfersi menjadi istri sah-nya. Jantung Renal dipacu dengan cepat. Arham yang kini duduk di belakang Renal juga ikutan gugup, karena dia pernah merasakan dalam posisi Renal yang memang sangatlah menguras keringat.
"Saudara Alfathah Renaldi Verza bin Edo Siswanto, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan keponakan saya, Sabrina Elka Kusuma binti almarhum Dirga Kusuma dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai." Lontaran kata-kata itu mampu memporak-porandakan isi kepala Renal yang sudah ia kondisikan agar tertata rapi sejak kemarin.
Renal menarik napas pelan, "saya terima nikah dan kawinnya Sabrina Elka Kusuma binti almarhum Dirga Kusuma dengan mas kawin tersebut, tunai!" Ucap Renal dengan tenang tapi jantung masih saja disko tak jelas.
"Sahhh?"
"Sahhhh," suara koor para tamu undangan memecahkan segala gundah dan juga ketakutan di hati Renal. Napas kelegaan dan juga tubuhnya yang mulai kian menghangat pertanda jika Renal sudah bisa menguasai rasa gugup di dalam hatinya.
"Alhamdulillah," rasa syukur terpanjat untuk pasangan baru itu. Doa-doa pernikahan mulai terpanjat untuk keduanya. Rasa hangat mulai menjalar di dalam hati Renal. Apakah ini rasanya setelah menikah eh sah? Rasanya sangat menyenangkan, ada banyak gelembung-gelembung bahagia yang memenuhi rongga hatinya.
Dan setelah akad selesai, Elka mulai keluar dari tempat dia di rias. Kebaya warna hitam dan sanggul jawa menambah kesan ayu dan juga anggun pada diri perempuan yang ada di depannya itu. Renal sedikit terpesona pada Elka yang memang sangat cantik pagi ini. Elka disambut hangat oleh para tamu undangan. Mereka saling bisik-bisik mengagumi cantiknya sang pengantin perempuan.
Renal menyambut jemari Elka, mereka saling berhadapan dengan jemari yang saling bertautan. Lalu cincin mulai dipasang di jari masing-masing. Membuat Elka tak sanggup membendung air matanya. Kenapa pernikahannya bisa selancar ini? Dia sama sekali tidak pernah menyangka jika berjodoh dengan Renal. Seorang dokter spesialis kandungan yang cukup kaya. Bahkan Elka tak pernah membayangkan akan menjadi istri orang yang baik. Walau Renal kadang sering judes padanya.
Renal mendekatkan bibirnya ke arah kening Elka. Mengecup pelan kening istrinya itu. Dan itu adalah ciuman pertama yang keduanya miliki. Ciuman yang jatuh pada orang yang tepat. Setelah itu, Elka mencium punggung tangan Renal dengan pelan. Mereka masih saja saling terpesona satu sama lain. Inikah rasanya menikah yang katanya rasanya luar biasa?
Setelah itu keduanya langsung digiring ke arah pelaminan agar para tamu undangan bisa mengucapkan selamat atau sekedar foto bareng. Dan pada saat giliran pasangan Arham Fasha, rasanya Renal tidak mau saja. Pasangan ini harusnya segera dimusnahkan dari muka bumi karena selalu saja membuatku dirinya merasa kesal saja.
Arham tersenyum setelah naik ke atas, "cieee, akhirnya udah nggak jomblo lagi. Jangan lupa nanti malam lho ya," ucap Arham yang membuat Renal mendengus kesal. Bikin malu saja sih Arham ini. Dulu aja menolak Fasha secara mentah-mentah, dan sekarang sok mengejek Renal yang baru saja menikah.
"Diem kamu Ham, jangan bikin mood ku jadi jelek deh." Ketus Renal dengan wajah yang sudah menekuk sempurna. Di hari bahagia seperti ini saja Arham bisa-bisanya membuatnya jadi kesal setengah mati.
Arham hanya nyengir karena melihat ekspresi wajah Renal yang tidak bersahabat. Fasha yang masih digandeng Arham langsung menyalami Elka dengan senyuman manis.
"Halo Kak Elka, aku Fasha. Istri dari laki-laki di belakang yang nggak terlalu ganteng. Walaupun gantengan dokter Renal, tapi Fasha lebih memilih yang itu aja," ucap Fasha bercanda yang membuat Arham jadi kesal. Mungkin karma datang selalu saja cepat. Sedangkan Elka hanya bisa tersenyum tipis karena memang tidak kenal Fasha.
Setelah itu mereka asik berfoto dan turun dari pelaminan karena harus bergantian dengan tamu yang lainnya. Mungkin Renal harus tahan senyuman sampai acara selesai. Ayo Renal semangat demi resepsi nikahan.
Duh, rasanya pengen dibanting langsung ke tempat tidur aja. Mana badan rasanya remuk begini, bawaannya ngantuk pula. Gara-gara belajar akad sampai lupa tidur. Nasib, nasib!!
---oOo---
Acara berlangsung dengan cukup meriah. Banyak ledekan dan juga sedikit bumbu-bumbu ejekan yang menyinggung pernikahan Renal dan juga Elka. Keduanya baru saja turun dari mobil. Setelah acara resepsi selesai Renal memang langsung pulang ke rumahnya. Katanya lebih enak langsung pulang daripada harus pakai acara menginap di hotel segala. Pak Edo dan Bu Anggun malah memilih menginap di hotel karena takut menganggu pengantin baru katanya. Padahal keduanya saja masih kaku saja.
Renal membantu Elka untuk menenteng gaun istrinya itu yang menjuntai di lantai. Takut saja jika Elka sampai terjungkal gara-gara menginjak gaunnya yang panjang. Elka akhirnya menghentikan langkahnya yang tadinya seakan pasti menjadi tidak pasti. Elka kembali menatap tangga rumah Renal yang cukup megah. Bukan karena Elka terpesona pada tangga rumah Renal. Hanya saja sekarang dia merasa bingung.
Haruskah dia ke atas? Lebih tepatnya ke kamar Renal? Kok dia percaya diri sekali kalau langsung naik ke lantai atas. Tapi nanti kalau dia nekat ke kamarnya, bisa-bisa Renal marah atau tersinggung.
"Ngapain diem aja? Kamu nggak tau kalau aku udah berat bawa ini," ucap Renal yang masih saja sibuk menggerutu. Sedangkan Elka langsung saja menarik gaun belakangnya yang dibawa Renal.
Elka menatap jengah ke arah Renal, "bisa nggak sih, Mas? Sehari aja nggak usah marah-marah, emangnya aku juga nggak capek. Kalau nggak mau ya nggak usah dibawain. Aku lagi males debat," ketus Elka yang kini sudah berjalan menaiki anak tangga menuju kamar Renal.
Renal membulatkan matanya, ini tadi dia habis dimarahi apa gimana? Dia ini Mr. Suami lho, kok bisa-bisanya dimarahi kaya anak TK. Harusnya dia yang marah, lah ini? Malah Elka yang marah-marah padanya. Mungkin akan segera terjadi semacam perang dingin yang membuat beku kamar pengantin.
Renal berjalan menaiki anak tangga saat Elka sudah tak lagi terlihat. Langkahnya seakan tertahan di depan pintu, dia akan satu kamar dengan perempuan? Bangun pagi, Elka. Melek, Elka. Miring, Elka. Duh, kenapa semua jadi serba ada Elka. Renal memegang gagang pintu dan mendorongnya pelan, lalu masuk ke dalam kamarnya yang memang tidak ada yang spesial dengan kamar pengantin satu ini. Tidak ada bunga-bunga mawar yang bertebaran. Tidak ada aroma lilin yang memberi aromaterapi, tidak ada yang spesial pokoknya.
Tidak ada tambahan apapun pada kamar Renal, kecuali adanya Elka yang mungkin akan menemani tidurnya. Menjadi pengganti guling yang biasanya Renal peluk jika kedinginan. Elka sudah masuk ke dalam kamar mandi, mungkin sudah gerah dan ingin membersihkan diri. Renal yang masih memakai tuxedo hanya merebahkan dirinya di atas ranjang sambil menatap langit-langit kamarnya.
Tiba-tiba layar ponselnya hidup menandakan jika ada pesan masuk. Renal memungut ponsel hitam miliknya dan langsung membuka salah satu aplikasi chat miliknya. Ada sebuah pesan dari Arham yang membuat Renal hanya bisa menggertakkan giginya. "Arham sialan," ketus Renal dengan kesal saat membaca pesan dari Arham itu.
Ponsel yang tanpa dosa sudah ia lemparkan asal ke arah ranjang miliknya, dibarengi dengan datangnya Elka yang keluar dari kamar mandi dengan memakai handuk putih milik Renal. Wajah Renal sedikit pias, kenapa Elka jadi berpenampilan begitu di depannya. Kok tidak ada rasa canggung sama sekali. Renal mengalihkan pandangannya lalu miring ke arah yang lain. Nanti dia dikira mengambil kesempatan lagi. Padahal sudah sah ini. Tapi, Renal kan masih polos.
Elka mendekat ke arah Renal, lalu duduk di ranjang. Tepat di depan Renal yang miring ke arah kanan. Membuat laki-laki dengan tuxedo itu hanya bisa mendengus pasrah. Jika imannya tidak kuat, maka biarkan saja. Dia sudah sah dan tidak akan terjadi dosa karena tiba-tiba Renal khilaf.
"Mas, aku lupa kalau pakaianku semuanya ada di kamar bawah. Jadi, gimana?" Tanya Elka basa-basi. Renal yang tadinya dalam posisi tiduran kini duduk dengan baik di atas ranjang.
"Kamu ngode, biar aku ambilin di bawah, apa gimana?" Tanya Renal dengan wajah santainya. Dasar suami nggak peka. Susah ngomong sama manusia es ya. Di kode nggak peka. Kalau nggak dikode makin nggak tahu.
Elka mendengus, "enggak, aku bisa ambil sendiri." Ucap Elka yang kini sudah beranjak dari ranjang hendak berjalan ke arah pintu. Biarkan saja dia nekat mengambil sendiri. Dengan pertimbangan jika hanya ada dia dan Renal di dalam rumah.
Renal mencekal pergelangan tangan Elka sebelum berjalan terlalu jauh, "aku yang ambil," ucap Renal dengan wajah yang serius. Membuat Elka hanya manggut-manggut saja.
Tapi baru saja Renal memegang gagang pintu, lampu mulai padam. Membuat Elka spontan memeluk Renal karena dirinya memang takut gelap jika hanya sendirian. Renal diam mematung karena ini pertama baginya. Dia baru saja dipeluk, bukan baru saja sih. Tapi memang masih dipeluk Elka dengan erat. Darahnya semakin mendidih saja. Aura panas menjalar di sekujur tubuhnya. Rasanya aneh tapi entah mengapa Renal menikmatinya.
Renal mengeratkan pelukannya dengan melingkarkan lengannya ke pinggang perempuan yang baru saja sah menjadi istrinya itu. Hanya ada aroma melati yang menyeruak dan membuat indra penciuman Renal seakan dimanjakan. Telapak tangan kanannya mengelus pelan punggung atas Elka yang memang tidak tertutup apapun.
"Aku baru tau, ternyata pelukan itu memang membuat aku merasa nyaman. Aku baru aja merasakan pelukan, setelah aku kehilangan orang tuaku. Dan ini rasanya benar-benar nyaman," ucap Elka seraya memeluk erat tubuh Renal. Seakan ada sesak yang membuat Renal juga tak mau melepaskan. Malam ini dia tahu betapa lemahnya istrinya itu.
Renal tersenyum sejenak, "hm, bahkan aku bisa memberikan sesuatu yang lebih dari sekedar pelukan dan jelas-jelas tidak bisa orang tua kamu berikan." Ucap Renal menggoda dengan sedikit tawa disela ucapannya. Kenapa dia jadi senang menggoda Elka?
Elka melepas pelukannya dengan cepat, "jangan macam-macam ya, Mas. Aku masih anak baik-baik." Ketus Elka yang kini mundur beberapa langkah dari hadapan Renal.
"Ya udah kalau gitu, aku pergi aja ya. Kamu di sini sendirian aja. Daaaa," ucap Renal yang hendak membuka pintu, namun Elka langsung menarik Renal. Membuat bibir keduanya menyatu. Tanpa kesengajaan ciuman itu membuat mereka hanya bisa diam.
"Apapun yang sudah kumiliki tidak akan pernah bisa dimiliki orang lain," ucap Renal pelan telat ditelinga Elka. Membuat bulu kuduknya meremang. Inikah rasanya memiliki sesuatu? Inikah rasanya memiliki seorang laki-laki yang pantas di dalam pelukan?
Aku harap, ini awal yang baik Mas. Karena aku tidak bisa menghalau datangnya cinta. Karena sejatinya, cinta datang karena terlalu terbiasa.
---oOo---