Bab 3: Tercekik Kematian

2108 Words
Kerongkongannya kering dan suaranya serak meminta seteguk air. Alicia menyeret kakinya mengunjungi rumah penduduk di bawah sinar mentari yang meradang siang hari. Meski cuaca panas, sekujur tubuhnya menggigil. Ujung-ujung jemarinya tidak mampu lagi menyerap kehangatan. Alicia belum mendapatkan apa pun sampai hari ini. Sejak sadar dia tergolek di tepi jalan yang mana jauh dari keramaian. Selama itu dia berusaha menyingkirkan pusing berlalu meninggalkan jejak kesakitan di kepalanya. Sebelumnya dia sempat bangun sebentar untuk mencari pelepas dahaga namun hasilnya nihil. Dia telah salah datang ke Distrik Edelweiss yang tampak seperti surga baginya, ternyata tidak berperikemanusiaan. Para penduduk membiarkannya tersiksa dan hanya menjadikannya sebagai bahan tontonan. Di sisi lain yang mana tidak diketahui Alicia, seorang anak laki-laki memandang iba ketika melihat wanita berpakaian kumal tidak berhenti meminta-minta, "Ibu, kasihan kakak itu," tidak sanggup membayangkan akan bagaimana nanti saat berada di posisi yang sama. Pada kenyataannya bukan hanya anak itu saja yang merasakan iba. Seluruh penduduk Distrik Edelweiss yang ada di sana juga merasakan hal serupa. Namun, perintah dari seorang prajurit merupakan perintah dari pemimpin distrik. Mereka semua harus mematuhinya untuk keberlangsungan hidup. Sebuah ide tiba-tiba tercetus di pikiran anak kecil yang baru berusia tujuh tahun itu. Langsung saja dia membisikkan apa yang ada di pikiran ke telinga sang ibu. Tampak keraguan mengalir di wajah itu namun hanya sebentar saja karena tiba-tiba sang ibu fokus berlari masuk ke dalam rumah. Tidak lama kemudian sang ibu keluar dengan membawa cawan dan diserahkan pada yang meminta. Cawan tersebut diletakkan di tengah jalan yang mana jarak hanya terpaut lima meter saja dari wanita yang meminta-minta. Lalu, sang anak berlari pergi menghampiri ibunya kembali. Tindakan berani itu menghebohkan para penduduk. Mereka ingin marah karena perintah sudah dilanggar, tetapi mereka juga penasaran apa sebenarnya yang dilakukan seorang anak kecil hingga begitu semangat membawa cawan yang mana tidak diketahui apa kegunaannya di situasi seperti sekarang. Alicia yang melihat cawan sengaja diletakkan ke tengah jalan tertatih-tatih menghampiri. Mata yang sempat redup mulai berbinar kembali. Terlampau semangat semua tenaga dikerahkan hingga pada akhirnya merosot karena tidak sanggup lagi berjalan. Tetapi dia tidak berputus asa demi mendapatkan kehidupan kembali. Tubuhnya pun diseret terus sampai bisa menggapai cawan. Ternyata cawan tersebut penuh akan air yang diharapkan Alicia. Bukan makanan yang membuatnya mengemis, melainkan air. Air adalah sumber kehidupan yang dibutuhkan tubuh manusia. Tanpa air makhluk hidup akan mati dan Alicia yang masih ingin tetap memperjuangkan hidup sangat membutuhkannya. Isi dari cawan dihirup sekaligus tanpa jeda. Melepaskan dahaga yang menyiksa tanpa batas. Akhirnya Alicia bisa kembali bernapas setelah tercekik kematian. Sungguh merupakan sebuah ide yang cemerlang. Para penduduk masih bisa membantu tanpa melakukan kontak fisik. Cawan itu dipeluk untuk dikembalikan pada penyelamat hidupnya. Dia menegakkan kaki kembali, tetapi sayang sekali keinginannya tidak bisa tercapai. Fisiknya terlalu lemah meski sudah mendapatkan secercah harapan untuk hidup. Dia akhirnya roboh bersama dentingan cawan. Sementara itu para penduduk yang tadinya sudah bisa bernapas lega ketika melihat keadaan sudah baik-baik saja seketika bersorak. Mereka bingung harus bertindak apa untuk menolong wanita yang sudah tidak sadarkan diri. Di saat itu pula Flint datang dan tidak hanya seorang diri. Para penduduk yang melihat bersama siapa Flint datang langsung menunduk hormat. Pemimpin mereka sudah datang. Duke yang akan menawarkan segala keresahan hati mereka selama tiga hari ini. "Ini gelandangan yang saya katakan, Tuan." ujar Flint menunjuk wanita yang ditepikannya kemarin. Sang duke menatap ke bawah memperhatikan gelandangan yang tertelungkup tepat di ujung jemarinya. Raut wajah sang duke tidak menampakkan ekspresi apa pun. Entah marah, sedih, atau gembira tidak ada yang tahu. Semua orang di sana menebak-nebak dalam keadaan kepala tertunduk yang sesekali mencuri pandang ke arah sang duke. Sesuai perintah sang duke, gelandangan diperiksa oleh tim kesehatan terlebih dahulu. Setelah dipastikan kalau tidak ada penyakit yang dibawa, baru gelandangan dibawa ke Morning Glory agar nantinya bisa dilakukan penginvestigasian secara langsung oleh sang duke. *** Alicia mengumpulkan seluruh kesadarannya yang sempat hilang karena pingsan. Saat terjaga dia sudah ada di dalam sebuah kamar. Berbeda dengan ingatannya tadi yang mana berada di tempat lain. Selimut disingkirkan sesaat setelah kesadarannya benar-benar pulih. Dia kebingungan kenapa pakaiannya tidak lagi sama. Siapa yang berani-beraninya menggantikan pakaiannya ketika dia pingsan? Selain itu ada di mana dia sekarang? Tiba-tiba pintu terbuka lebar memunculkan seseorang berseragam pelayan. Pelayan itu sedikit terkejut melihat wanita yang harusnya pingsan sudah sadarkan diri. Tidak berlama-lama diam di depan pintu, troli yang dibawa langsung digiring sampai di depan orang yang harus dilayani. Mereka tidak bersuara saat membuka penutup makanan. Hanya tangan kemudian bergerak seolah mempersilakan sajian itu disantap dengan bebas. Sebelum pergi pelayan menunduk hormat pada tamu yang dibawa langsung oleh sang duke tersebut. Makanan dan minuman disajikan kepada orang yang kelaparan. Alicia sudah bersusah payah mengemis dan sekarang dia mendapatkan apa yang diinginkan. Bahkan lebih dari apa yang dia inginkan. Bagaimana mungkin dia menolak kesempatan emas itu? Apalagi makanan di depannya sangat menggiurkan, baik aroma maupun tampilannya. Troli ditarik sampai dia bisa duduk di ranjang. Dia mengangkat kakinya ke atas dan menyilangkannya di sana. Kedua tangan digosok sebelum memulai peperangan. Alat makan digenggam dan makanan mulai disentuh dengan buas, melahapnya seakan tidak ingin meninggalkan sisa sedikit pun. Sebenarnya siapa orang yang telah membantunya? Membawanya ke tempat teduh, mengganti pakaiannya yang apak karena terendam air, serta memberikan makanan gratis untuknya. Dia harus berterima kasih pada orang baik hati itu. "Aku belum pernah makan makanan enak seperti ini sebelumnya," gumamnya sambil mengelap makanan yang menempel di sekitar mulut akibat makan secara serampangan. Ada kepuasan tersendiri baginya yang selama ini hanya menyantap makanan sederhana demi menghemat biaya kebutuhan sehari-hari. Usai menyantap makanan Alicia bangkit dan meninggalkan troli begitu saja. Dia harus mengucapkan terima kasih sebelum pergi. Kini tenaganya sudah pulih dan rencananya harus dilaksanakan secepatnya untuk menghindari kejaran prajurit yang mungkin sedang mengintainya di luar sana. Gagang pintu diayunkan dan ketika pintu berhasil dibuka, pelayan sedang menunggunya di luar. Tidak ada pertanyaan akan kemewahan yang dia dapatkan. Mungkin orang yang menolongnya sangat kaya sampai-sampai menempatkan pelayan untuk menunggui tamu biasa sepertinya. "Di mana tuan kalian? Aku harus bertemu dengannya." Dua orang pelayan wanita yang berjaga saling melempar pandangan. Meskipun tamu yang dilayani harus dihormati namun wanita yang ada di hadapan mereka tetaplah seorang gelandangan. Sangat tidak sopan ingin menemui pemimpin Distrik Edelweiss secara langsung. Apalagi duke bukanlah orang sembarangan yang bisa ditemui jika seseorang menginginkannya. Dibandingkan ketidaksopanan itu mereka ingat kalau sedang ditugaskan untuk tidak membiarkan gelandangan keluar dari ruangan sampai perintah berikutnya diberikan, "Tuan sedang sibuk sekarang. Sebaiknya Anda tunggu saja di dalam kamar sampai Tuan Flint datang." "Tuan Flint?" Alicia tidak mengenalnya. Bahkan baru pertama kali mendengar nama itu. Pelayan tersebut mengangguk serempak, kemudian salah satu dari mereka mengatakan, "Tuan Flint adalah seorang kesatria." Alicia membeliak tatkala mendengar ucapan dari pelayan. Bagaikan lepas dari mulut harimau, masuk ke dalam mulut buaya. Dia sudah berjuang agar bisa pergi dari prajurit Syringa, tetapi di Distrik Edelweiss justru dia langsung ditangkap oleh seorang kesatria. Apalagi sebentar ini dia yang meminta untuk datang menemui. Alicia harus pergi dari sana jika ingin selamat. Secepat kilat dia mengambil kesempatan untuk kabur saat pelayan lengah. Dia berlari sekuat tenaga menghindari kejaran. Kini bukan hanya pelayan saja yang mengejarnya karena pelayan tersebut berteriak memanggil prajurit yang berjaga di lorong agar menangkapnya segera. Rumah itu terlalu besar dan dia tidak tahu di mana letak jalan keluarnya. Dia harus bersembunyi terlebih dahulu agar bisa menyusun strategi untuk keluar dari sana. Kalau tidak, dia akan tertangkap karena langkahnya semakin melemah. Tatapan mata bertemu pada sebuah ruangan yang mana pintunya terbuka. Mungkin dia bisa bersembunyi untuk sementara waktu di sana. Kecepatan dinaikkan agar orang-orang yang mengejar tertinggal jauh di belakang. Tepat pada saat itu dia bisa masuk tanpa ketahuan oleh mereka. Dia segera menutup pintu setelah berhasil masuk ke dalam ruangan. Menempelkan punggungnya ke pintu sambil mengatur napas yang kacau. Peluh diusap dan mata dibuka lebar untuk mencari tempat persembunyian yang aman di dalam ruangan itu namun yang terjadi ketika dia membuka mata adalah dua orang pria berseragam tengah memandanginya. Astaga! Dia tidak memikirkan kemungkinan ada orang lain di dalam ruangan. "Tuan, gelandangan itu sudah siuman," ujar Flint setengah tercengang karena seharusnya pelayan yang diminta untuk berjaga tidak membiarkan gelandangan tersebut keluar dari kamar. Saat suara gaduh terdengar di luar baru dia mengerti kalau ada yang berusaha kabur sampai pelayan kewalahan karenanya, "Saya akan menenangkan situasi di luar." Kini hanya Alicia dan seorang pria lainnya saja di dalam ruangan. Alicia memaksa napasnya segera teratur, tetapi larinya tadi cukup kencang sehingga bagaimanapun memaksa hanya menyakiti dadanya. Terpaksa ludahnya ditelan kasar menerima tatapan tajam dari pria yang duduk sambil bertopang dagu di sana. Pria itu mengenakan seragam yang berbeda dari pria yang baru saja pergi tadi. Banyak lencana tertempel di seragam itu. Seperti seragam Duke Charles, pemimpin Distrik Syringa yang pernah dilihatnya ketika tampil di depan umum. Itu berarti dia tengah berhadapan dengan Duke Edelweiss. Seketika otot-ototnya kaku tidak bisa digerakkan. Dia tidak pernah mengira kalau dia akan berakhir di tangan seorang duke. Duke merupakan gelar kebangsawanan yang kedudukannya berada di bawah raja. Ditunjuk sebagai kepala pemerintahan suatu wilayah. Masing-masing wilayah memiliki duke atau pemimpin seperti halnya di Distrik Syringa dan distrik-distrik lainnya. Di samping itu duke adalah gelar yang disandang oleh pemimpin militer. Lama mereka diam sampai napas wanita itu teratur kembali, baru sang duke bergerak. Dia menyandarkan punggung lebarnya tanpa melepaskan pertautan jemari yang kini rebah di atas meja, "Aku yakin kau tidak ingin dipanggil gelandangan setiap kali seseorang melihatmu." Alicia baru sadar bahwa tadi dia dipanggil gelandangan, "Aku bukan gelandangan!" tidak sengaja menghardik orang yang bisa saja menebasnya saat itu juga. Dia langsung menundukkan kepala sebagai bentuk penyesalan karena sudah lancang berbicara buruk kepada seorang pemimpin. Tampaknya hal itu bukan sebuah masalah bagi sang duke, "Kalau begitu katakan siapa namamu dan dari mana kau berasal." Alicia membuka mulutnya namun kalimatnya sengaja dihentikan. Otaknya mencerna situasi yang tengah dihadapinya sekarang. Sang duke tidak tahu siapa dia dan begitu pula orang-orang yang ditemuinya tadi. Tidak ada yang mengetahui kalau dia adalah seorang pembunuh. Sebaliknya dia dianggap sebagai gelandangan. Dia masih bisa bebas jika berhasil menjawab pertanyaan itu. Hanya perlu mengatakan kalau dia tersesat atau mengakui identitasnya sebagai seorang gelandangan. Persoalan nama bisa dijawabnya acak saja. Mungkin dia akan menciptakan sedikit drama keluarga agar sang duke kasihan padanya dan melepaskannya. "Nama ..," sayangnya percakapan mereka harus berhenti karena pria yang keluar dari ruangan tadi datang mengacaukan seluruh rencana yang telah disusun matang-matang. "Saya membawa gambar yang Tuan minta, " langkahnya cepat menghampiri meja. Sehelai kertas diserahkan pada sang duke, "Ini gambar wanita yang membunuh Putri Haura." Alicia membelalak dan tanpa pikir panjang dia berlari mendekati mereka. Sebelum dilihat sehelai kertas itu dirampasnya, kemudian dipaksa masuk ke dalam mulut seluruhnya. Kalau mereka sampai mengetahui wanita yang ada di gambar adalah dia, kebebasannya benar-benar lenyap. Padahal tinggal selangkah lagi untuk pergi. Mereka yang melihat sikap yang tiba-tiba itu tercengang. Hanya beberapa detik saja sampai sang duke mengertakkan gigi gerahamnya karena marah. Kepentingan mendesak yang harus diselesaikannya mendadak kacau oleh seorang wanita asing yang masih beridentitas sebagai gelandangan. Tentu saja hal itu sangat membuatnya tidak suka. Flint menelan ludah saat mendengar suara kertak tersebut, "S-saya akan mengambilnya lagi, Tuan," bergegas pergi tanpa memedulikan keselamatan gelandangan karena dia sendiri juga takut jika berhadapan dengan kemarahan sang duke. Kepentingan itu sangat mendesak dan sang duke tidak bisa menunggu Flint mengunjungi bagian kearsipan yang jaraknya puluhan meter, menunggu salinan gambar dibuat, lalu berlari lagi ke ruang kerjanya untuk kemudian diserahkan hasilnya. Kertas itu harus dikeluarkan secepatnya sebelum melebur, tetapi tidak mungkin dia mengambilnya dengan tangan sendiri. Membayangkan air liur seorang gelandangan membasahi kulitnya saja dia tidak sanggup. Entah ada berapa banyak mikroorganisme yang akan menempel di kulitnya jika hal itu terjadi. Minuman yang selalu tersedia di atas meja diraih dan disodorkan, "Minum ini," ucapan itu keluar dengan nada tegas yang tidak ingin dibantah. Apa sang duke menyuruh Alicia menelan habis sehelai kertas? Memang dia menyimpan kertas di dalam mulut agar identitasnya bisa disembunyikan, tetapi bukan berarti kertas yang menyumbat mulutnya itu harus dikonsumsi sebagai makanan. Dia belum terlalu putus asa untuk memperjuangkan hidup sampai harus menelan kertas. Alicia menggelengkan kepala. Dia menolak untuk melaksanakan perintah. Tetapi sang duke memaksanya untuk menerima gelas itu. Mengancamnya dengan tatapan mengerikan yang mana kalau dia menolak, riwayatnya akan tamat detik itu juga. Apa yang harus dia pilih? Kalau kertas dikeluarkan identitasnya akan terbongkar, tetapi kalau tidak dikeluarkan dia harus menelannya. Perlahan gelas diangkat sampai menyentuh mulut. Dia masih bisa meleburkan kertas di dalam mulutnya dan setelah kertas tidak lagi berbentuk dia akan tumpahkan seluruhnya. Dengan begitu semuanya selesai. Tidak akan ada yang mengetahui identitasnya. Belum sampai air menyentuh bibir gelas, sang duke langsung merebutnya dan meletakkannya kembali di atas meja. Menurutnya gelandangan itu tidak waras karena lebih memilih menelan kertas dibandingkan menyerah dan mengeluarkan kertas dari mulut. Padahal segelas air hanyalah trik agar kertas diserahkan padanya. Ternyata triknya tidak berguna sama sekali. Suara ketukan pintu mengalihkan perhatian mereka. Flint muncul membawa banyak salinan gambar. Semuanya ditumpuk di atas meja dengan rapi. Sang duke menaikkan sebelah bibirnya sambil menatap wanita yang terpaku pada tumpukan kertas, "Kau juga akan memakan mereka semua?" mengetuk telunjuknya pada tumpukan kertas sebanyak dua kali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD