PART 2

1018 Words
Suara sepatu Darell bergema di dek kapal tempat penyimpanan anggur. Louisa segera saja bersiaga. Dia menegakkan tubuhnya. Beruntung kapal yang dia pijak sekarang adalah kapal super mewah yang sedang bersandar di dermaga Napoli, yang tidak terpengaruh oleh gelombang kecil air laut. Kapal itu stabil bagai Louisa berpijak di lantai rumah, hingga dia tak merasakan limbung karena guncangan. Tapi...tetap saja Louisa merasa limbung. Tentu saja karena sebab yang lain. "Kau baik-baik saja Lou?" Dan Darell reflek menangkap tubuh Louisa dengan memeluk pinggangnya, membuat Louisa tegak dan terpaku tanpa sanggup menoleh pada Darell. Hembusan napas Darell menerpa tengkuk Louisa, menimbulkan sensasi meremang yang menyebar ke sekujur tubuh Louisa. Tangan Darell yang panas menembus t-shirt yang dipakai Louisa. Dan tangan itu--yang seharusnya Louisa tepis sesuai dengan apa kata otaknya-- meluncur dengan sangat mudah dan perlahan meniti tepian celana pendek Louisa dan mencapai pahanya. Tangan itu sedikit kasar dan Louisa seharusnya menepisnya, namun lagi-lagi tubuhnya mengkhianati Louisa. Tubuhnya memanas dan mendamba, meleleh di dalam menciptakan sensasi basah yang segera saja dilaknatnya. Louisa melirik Darell dan mata gelap pria itu tak pernah meninggalkannya barang sejenak. Louisa yakin. Mata itu mengedip sekali, dua, kali, tiga kali dengan gerakan konstan yang membuat bulu mata panjang pria itu membentur pipinya yang sedikit terangkat ke atas karena sebuah sungging senyuman tipis. Oh iblis paling tampan di seantero planet ini... Dia bergerak lebih dekat. Tubuh mereka tak lagi berjarak hingga Louisa yakin dia bisa merasakan sesuatu yang sungguh membuatnya malu, tapi rasa malu itu tertutup rasa mendamba yang tak tahu malu. Tangan Darell bergerak ke atas. Menyingkap t-shirt Louisa ke atas hingga di atas pinggang dan Louisa mengeluarkan erangan yang tak sanggup dia tahan lagi. Erangan yang aneh saat iblis itu memepetnya dan Louisa dapat merasakan sesuatu yang mendesak dari balik kain tipis sialan bernama celana panjang yang Darell kenakan. Louisa menahan napasnya. Ooh...ini sungguh tak bisa didiamkan. Iblis itu dan aura kemenangannya. Louisa meletakkan botol anggur yang sedari tadi digenggamnya erat. Dia berbalik ke arah Darell. Menatap wajah pria itu lengkap dengan matanya yang mengerjap. Oh...sungguh keindahan dunia nomor satu... Louisa menarik dasi sewarna laut terdalam yang dipakai Darell dan meraup bibir tebal milik Darell. Bibir Louisa mencium, bergerak menuntut, dan berakhir dengan menggigit keras hingga Darell harus menarik lebih dekat tubuh Louisa ke arahnya. Gesekan itu. Sempurna. Menyentuh begitu keras perut Louisa yang setengah terbuka. Darell menggeram penuh kemarahan. Tangannya bergerak perlahan mengusap dan memijit pinggang Louisa. Louisa menahan dirinya agar tak memejamkan matanya. Dia harus melawan dan tidak terhanyut. Perlahan dan pasti. Louisa mendorong tubuh Darell menjauh dari dirinya. Dengan tangan gemetar, Louisa membenahi bajunya dan berbalik mengambil catatannya. "Kabarku baik-baik saja, Darell. Huum...aku akan mengganti seluruh kesalahan pengiriman ini segera. Terhitung satu jam dari sekarang. Aku permisi." Louisa melangkah melewati Darell. Gesekan tangan mereka terjadi dan Darell merasakan sesuatu yang salah sudah terjadi. Seharusnya tidak seperti ini. Seharusnya semua ini berakhir tidak seperti ini. Seharusnya... Darell berbalik dan menatap Louisa yang menaiki tangga. Meninggalkannya dalam keadaan b*******h. Darell melangkah namun berhenti setelah mencapai tangga. Dia menatap dirinya sendiri. Dia tidak mungkin keluar dan mengejar Louisa dalam keadaan seperti ini. "Oooh...gadis kecil yang nakal." Geraman tertahan keluar dari mulut Darell dan dia yakin sebentar lagi dia akan mengeluarkan sumpah serapah demi meredam gairahnya. Darell melangkah perlahan dan memastikan langkahnya tidak aneh. Dia menghampiri sebuah jendela dan menunduk menatap hamparan air hingga sejauh matanya sanggup memandang. Setahun sudah... Mayakinkan perasaan rasanya tidak akan pernah cukup dengan durasi 365 hari dalam setahun. Mengikis ragu rasanya tak akan pernah cukup walau  dengan waktu sebanyak itu. Tapi ternyata waktu sanggup mengkhianati semua kenyataan itu. Waktu mementahkan semua keraguan. Tak membutuhkan waktu sebanyak itu untuk menepis ragu di hati seperti yang selama ini Darell yakini. Karena kenyataannya hanya dengan Louisa dan bibir mungilnya menguasainya seperti tadi, Darell merasa dia pantas mendapatkan predikat pria paling dungu di dunia. Dia dan pemikirannya selama ini. Dia tidak sanggup melawan gadis itu. Dan bibirnya yang masih sama nikmat seperti setahun lalu.... ----------------------------- Sepanjang jalan menuju pusat event Louisa mengusap bibirnya. Merutuki dalam hati apa yang baru saja dilakukannya. Dia menggigit bibir pria itu. Darell Bareskovic. Ciuman yang dia lakukan karena dia gugup setengah mati. Ciuman yang dia lakukan karena dia ingin mengakhiri d******i Darrell yang membuatnya nyaris pingsan tadi. Ciuman yang dia lakukan demi meredam gairah yang disulut oleh Darell dengan intens. Louisa memukul kepalanya pelan. Mencoba mencari pembenaran atas apa yang baru saja dia lakukan. Bahwa semuanya memang harus dia lakukan atau dia akan berakhir membuka kakinya untuk Darell dan mereka akan bercinta di ruangan penyimpanan anggur. Louisa berhenti melangkah dan duduk di sebuah bangku berjajar yang memang disediakan sebagai tempat beristirahat para pejalan kaki. Louisa merapikan rambutnya. Dia menyamarkan senyum yang terbit tak terkendali dari bibirnya. Bibir pria dewasa bernama Bareskovic yang semakin dewasa.... Dia harus menghentikan pria itu atau mereka akan berakhir dengan memalukan. Tubuh Louisa menegang. Tangannya terkepal erat. Dia tadi sempat melirik sebuah jendela yang memperlihatkan hamparan laut hingga sejauh mata sanggup memandang...rasanya pasti sangat sensasional saat Darell memepetnya di sana. Sensasi dinginnya kaca yang membentur payudaranya...gerakan menghentak saat pria itu menggaulinya dengan benar... Louisa tersentak. Bunyi ponselnya membuyarkan lamunannya. Dia mengangkat ponselnya dan suara asistennya menyambutnya. Memberitahu Louisa bahwa seseorang menunggunya di stand mereka. Louisa beranjak dari duduknya. Lalu berhenti lagi setelah beberapa langkah. Dia merasa ada sesuatu yang salah dengan dirinya. Kemana semua ketakutannya akan seluruh dunia dan seisinya yang dipenuhi oleh kuman dan bakteri? Louisa berbalik dan menatap bangku yang baru saja dia duduki. Bukankah seharusnya dia tidak duduk di tempat itu tanpa membersihkannya dulu? Bukankah... Louisa menggeleng. Dia tidak mengerti. Dan dia harus mencari tahu. Louisa melangkah lagi menuju stand--nya. Harinya benar-benar abu-abu. Dia tidak tahu bagaimana rasa hatinya yang sesungguhnya? Apakah dia senang dengan pertemuannya dengan Darell yang tak terencana? Atau dia tidak menyukainya? Mengapa semuanya terjadi? Bagaimana perasaan Darell sekarang? Apakah pria itu marah karena Louisa meninggalkannya dalam keadaan seperti itu? Louisa menelengkan kepalanya. Dia menahan senyumannya. Entahlah apa yang Darell pikirkan. Biarkan Darell dengan segala pemikirannya. Biarkan Darrel dengan gairahnya yang meluap dan pada akhirnya harus tertahan. Sekali waktu pria harus seperti itu bukan? Dibiarkan dengan segala dominasinya yang terkalahkan... Dan biarkan kota Napoli dengan segala keindahannya akan menjadi saksinya. Saksi apakah kisah ini akan berlanjut? Atau kisah ini akan sekedar menjadi kenangan seperti setahun lalu? Ciuman yang menjadi kenangan hingga 365 hari lamanya...  ***  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD