bc

Sungil

book_age18+
34
FOLLOW
1K
READ
others
twisted
mystery
male lead
soldier
realistic earth
horror
like
intro-logo
Blurb

INNOVEL WRITING CONTEST --- THE NEXT BIG NAME

Latar belakang cerita ini diambil sekitar tahun 1995. Mengisahkan tentang seorang pria bernama Satria, anggota TNI Angkatan Darat, yang dipindah tugaskan ke daerah jalur Pantai Utara Pulau Jawa. Satria memboyong keluarga kecilnya dengan mengontrak sebuah rumah tinggalan zaman Belanda di sana.

Teror mistis mulai terjadi di rumah tua itu. Rumah besar dengan pilar yang menjulang di teras rumahnya, dihiasi jendela-jendela besar yang terbuat dari kayu dan berlapis jendela kaca di dalamnya. Terdapat sebuah taman di belakang rumah dan sebuah pohon besar yang menambah mistis suasana rumah tua itu.

Teror yang terjadi setiap hari mengusik ketenangan keluarga Satria. Hingga akhirnya Satria menemukan sebuah fakta yang mengejutkan semua orang. Misteri apa yang dapat Satria ungkap, ketika dia bersama keluarganya mengontrak di rumah tua peninggalan zaman Belanda itu?

Cover by Riandra_27

Font by PicsArt Gold

chap-preview
Free preview
1. Kecelakaan
Jawa barat, tahun 1995. Pagi itu Satria seorang Tentara Nasional Indonesia menerima surat tugas yang menyatakan bahwa dirinya dipindah tugaskan ke daerah jalur Pantai Utara. Satria memang merantau sudah lama, semenjak dirinya menjadi seorang abdi negara. Beberapa kota sudah pernah dia tinggali, karena tugas negara yang sering merotasi anggota. Kali ini Satria mendapatkan tugas di daerah jalur Pantura. Daerah pinggir Pantai Utara Pulau Jawa yang merupakan jalur penghubung antar Provinsi. Di daerah itu masih terdapat beberapa pabrik gula yang sudah tua peninggalan zaman Belanda. Rumah-rumah tua peninggalan zaman Belanda, kebun tebu yang menjadi salah satu komoditas utama dari daerah tersebut. Suhu udara di sana lumayan panas dan tanahnya juga agak gersang karena daerah pantai. Satria merantau meninggalkan istri dan kedua anaknya di desa. Satria tinggal di sebuah aula di kantornya. Di setiap akhir pekan Satria pulang ke kampung halamannya demi berkumpul bersama keluarganya. Perjalanan yang cukup panjang dari daerah Jawa barat menuju Jawa Tengah, tak mengurungkan niat Satria untuk tetap pulang di akhir pekan. Satria melaju dengan motor Honda Grand butut membelah jalanan, mengarungi terjalnya jalur Antar Provinsi selama kurang lebih tiga jam perjalanan untuk sampai ke rumah orang tuanya. Karena istri dan kedua anaknya masih tinggal bersama kedua orang tua Satria. Tiga bulan lamanya Satria melakukan hal yang sama setiap akhir pekan. Hingga pada suatu hari, Satria yang hendak mudik setelah salat Jumat harus menunda keberangkatannya, dikarenakan cuaca sangat tidak mendukung, angin yang berembus sangat kencang, hujan lebat mengguyur wilayah itu. Petir yang menyambar membuat siapa pun gentar untuk mengarungi perjalanan panjang. Satria mengalah dia menunggu sampai hujan reda demi keselamatan dirinya untuk bisa berkumpul bersama keluarga kecilnya. Hujan yang turun berhenti selepas jam tujuh malam. Satria melanjutkan niatnya untuk menempuh perjalanan ke rumah keluarganya malam hari setelah beribadah salat Isya. Pukul 8 lewat 5 menit Satria mulai menarik gas motornya dan mengarungi perjalanan panjang di jalur Pantura. Jalanan yang licin dan banyak genangan air di setiap jalan berlubang membuat Satria harus berhati-hati dalam memilih jalur yang akan dia lalui. Hari yang semakin malam dan semakin sepi tak membuat Satria gentar untuk melanjutkan perjalanannya ke Jawa Tengah. Tubuh yang lelah serta mata yang sedikit kantuk membuat Satria kurang fokus saat berkendara. Tak lama kemudian jalanan yang begitu lengang membuat Satria lebih dalam menarik tuas gasnya dengan sangat kencang. Semua terasa baik-baik saja, hingga Satria melewati area persawahan bawang di sana. Dia merasa kalau jalan yang akan dilalui tidak berlubang ternyata pandangannya salah, dari kejauhan jalanan itu seperti jalanan basah pada umumnya, ternyata terdapat lubang yang cukup dalam yang tergenang oleh air selepas hujan. Satria tidak bisa mengendalikan laju motornya karena kecepatannya sangat tinggi dan tidak bisa menghindari genangan air yang menutup lubang di jalan itu. “Astagfirullah … Aaarrrggghhh!!!” Brakkk!!! Brakkk!!! Motor Satria terperosok ke dalam lubang itu hingga membuatnya terpental bersama motornya. Saat roda depan motor itu terperosok ke dalam lubang. Akibatnya Satria terjungkal berkali-kali terpental bersama motornya beberapa meter ke depan sana. Tubuhnya terkulai lemas di tengah jalan, motornya sudah terpental ke tepian. Satria mengalami luka yang cukup parah di bagian kaki, lengan, punggung, dan juga di kepala. Dia merasakan sekujur tubuhnya lemas, pegal, ngilu, dan ada sensasi perih yang begitu dahsyat yang dirasa di tulang kering kaki sebelah kanannya. “Astagfirullah … Tolong! Tolong, saya!” Satria yang masih lemas hanya bisa menyebut nama Tuhannya. Selang beberapa menit setelah kejadian, ada dua orang yang melihat Satria terbaring lemas di sana. Mereka mencoba meminta tolong kepada orang yang masih terjaga malam itu. Namun, Satria merasa pandangannya semakin kabur bersamaan dengan secercah sinar yang sangat terang menyelusup memasuki ke dalam pupil matanya. Sinar itu mencuri perhatian Satria yang berusaha fokus untuk menganalisis apa yang ada di hadapannya. “Sinar apa itu? Seperti kendaraan besar yang sebentar lagi akan melintas?” Satria mulai tersadar bahwa ada sebuah bus Antar Kota Antar Provinsi yang sebentar lagi akan melintas melewati dirinya. “Astagfirullah …. Itu bus?” di saat keadaan paling genting, yang terlintas dalam memori Satria adalah senyuman istri dan kedua anaknya yang tengah menunggu dirinya di rumah. Dengan sisa tenaga yang ada dalam diri Satria, ia berusaha bangkit dan menepi. Satria merangkak menuju ke tepian seiring berpacu dengan waktu. Satria tidak memedulikan sudah seberapa dekat jarak antara bus dengan dirinya, yang ada di dalam benaknya, dia bertekad untuk segera sampai di tepi jalan Pantura itu. “Aaarrrggghhh!” pekik Satria ketika dirinya menyadari bahwa bus Antar Kota Antar Provinsi itu melintas di depannya. Satria merasa lega setelah bus besar itu melintas dan pergi begitu saja. Sekujur tubuhnya gemetar mengingat kembali peristiwa yang baru saja Satria alami malam itu. Ingin rasanya Satria berteriak meminta tolong karena dirinya berada di tepi jalan yang sepi sedangkan motornya berada sekitar 10 meter di sebelah sana. Satria merintih merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Dia meraba kaki kanannya yang terasa sangat pedih juga ngilu di bagian tulang kering. Dia melihat darah yang mengucur deras dari sana, dia juga melihat beberapa luka pada tangan dan lututnya. Karena jaket dan celana loreng yang dikenakannya sudah robek dan berlubang. Ternyata tubuh Satria mengalami luka-luka yang cukup parah. Tak lama berselang, dua orang datang menolong Satria. Rupanya dua orang itu adalah tukang becak yang sedang berteduh di bawah emperan sebuah kios kosong di seberang jalan. Kebetulan dua orang itu sedang menunggu penumpang. Lalu menyaksikan bagaimana Satria terjungkal dan terlempar ke udara bersama motornya. Jarak yang lumayan jauh membuat dua orang itu berlari ke arah Satria. Terlebih ketika mereka menyadari ada sebuah bus yang melintas dengan cepat ke arah Satria. Mereka berteriak menyangka bahwa Satria terkena sabetan bus itu. Beruntung Tuhan masih memberikan kesempatan kedua kepada Satria. Sehingga pria 37 tahun itu masih terselamatkan walau sekujur tubuhnya penuh dengan luka. “Pak, bagaimana keadaan, Bapak?” salah satu pria paruh baya datang melihat kondisi Satria. “Rasanya sakit semua, Pak!” Satria hanya bisa meringis dan memulihkan tenaganya. Tak lama berselang salah satu pria paruh baya yang lain datang, ia mendekat kepada Satria, lalu mengambilkan motor Satria yang tadi terlempar jauh ke sana. “Pak, gimana keadaannya? Motor Bapak kelihatannya lumayan parah! Setang motornya tidak bisa berbelok sempurna, dan veleg depan roda itu agak penyok.” Pria tua itu menyandarkan motor milik Satria tidak jauh dari mereka. “Kira-kira masih bisa buat jalan nggak ya, Pak?” di saat Satria terluka dengan sisa tenaganya dia masih memikirkan bahwa dirinya harus tetap pulang ke kampung halaman. “Kayaknya Bapak harus ke puskesmas dulu! Kelihatannya agak parah!” Pria paruh baya yang pertama menolong Satria merasa tidak tega dan menawarkan kepada Satria untuk mengantarnya ke dokter atau Puskesmas terdekat. “Nggak apa-apa kok, Pak! Saya masih bisa bertahan. Saya harus pulang ke rumah, karena ini juga sudah hampir larut malam.” Satria merasa dirinya harus segera melanjutkan perjalanan walau sekujur tubuhnya penuh dengan luka yang cukup parah. “Memangnya Bapak sanggup? Walaupun Bapak seorang Tentara tapi Bapak harus melihat keadaan Bapak sekarang! Saya takut kalau di jalan nanti bapak akan kesusahan.” Kedua orang yang menolong Satria merasa cemas melihat kondisi Satria yang memaksakan diri untuk terus melanjutkan perjalanan. “Insya Allah saya sanggup, Pak! Ya … pelan-pelan saja yang penting saya bisa sampai ke rumah dan bertemu dengan keluarga saya di desa.” Dalam hati Satria merintih ingin menjerit namun apalah daya karena saat ini dia merasa harus terus melanjutkan perjalanan sampai bertemu keluarganya di kampung halaman. “Bapak serius atau Saya minta bantuan ke Koramil terdekat, Pak?” Salah satu pria paruh baya memiliki inisiatif seperti itu, setelah menyadari bahwa Satria seorang tentara yang terlihat dari pakaian yang dikenakan sepatu, serta tas ransel yang masih ada di punggungnya. “Terima kasih, Pak! Tidak perlu repot. Saya langsung melanjutkan perjalanan saja.” Satria berusaha mengambil botol air minum yang dia simpan di dalam tas ranselnya. “Sini, Pak biar saya bantu!” mereka masih menolong Satria untuk mengambilkan air minum di dalam tas ranselnya itu. “Terima kasih ya, Pak! Atas bantuannya semoga Allah membalas kebaikan Bapak berdua.” Satria mengulas senyum di antara luka menganga yang sedang ia rasakan saat itu. “Sama-sama, Pak! Hati-hati di jalan.” Kedua pria paruh baya itu merasa iba melihat Satria yang memaksakan diri untuk melanjutkan perjalanan pulang. “Terima kasih ya, Pak! Saya permisi dulu doakan saya selamat sampai tujuan.” Dengan sisa tenaganya Satria berusaha untuk menyalakan mesin motornya. Untungnya mesin motor itu masih bisa menyala dan Satria mencoba mengecek rem dan juga tuas gas, serta Gigi motor itu. Semua masih berfungsi hanya saja Body motor pecah dan velg motor itu sedikit penyok. Satria melajukan kendaraannya dengan sangat pelan. Dia berharap motornya tidak mogok di tengah jalan dan selamat sampai di tujuan. Rintik hujan mulai turun kembali ketika Satria sudah melajukan motornya dengan sangat hati-hati. Luka menganga di sekujur tubuhnya harus tersiram air hujan malam itu. Perih, lemas, dan ngilu yang sekarang Satria rasakan. Namun tekadnya kembali bulat tatkala Satria mengingat senyuman istrinya dan kedua anaknya. Di dalam tas ransel yang Satria, terdapat sebuah baju untuk putrinya dan kaos untuk putra sulungnya. Kebetulan hari ini Satria baru saja menerima gaji. Sehingga dirinya berinisiatif memberikan satu setel baju untuk putrinya dan satu kaos untuk putra sulungnya. Itulah alasannya mengapa Satria nekat terus melanjutkan perjalanan. Lantaran dirinya sudah berjanji kepada kedua anaknya akan membelikan mereka baju. Maklum keluarga kecil Satria hidup prihatin selama ini. Membeli baju baru dalam satu tahun hanya dua kali. satu kali di hari ulang tahun mereka. Dan satu lagi di hari raya idul Fitri. Walau hidup dengan sederhana tetapi Satria dan keluarganya bisa hidup bahagia.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Menantu Dewa Naga

read
177.4K
bc

Scandal Para Ipar

read
694.6K
bc

Marriage Aggreement

read
81.3K
bc

JIN PENGHUNI RUMAH KOSONG LEBIH PERKASA DARI SUAMIKU

read
4.2K
bc

Di Balik Topeng Pria Miskin

read
861.1K
bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
625.6K
bc

TERPERANGKAP DENDAM MASA LALU

read
5.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook