Bab. 43

1658 Words
      Aku melangkah menaiki tangga untuk menuju kelas ku yang berada di lantai 2. Aku berjalan sedikit untuk sampai di kelas. Aku melihat ke dalam kelas lewat jendela sambil berjalan. Di dalam kelas aku bingung melihat mereka yang duduk diam di tempat duduk nya masing-masing. Tidak biasanya mereka diam seperti itu. Biasanya mereka sebelum bel masuk berbunyi, mereka nongkrong -nongkrong dulu di depan kelas, mengobrol-ngobrol santai sebelum di mulainya pelajaran di dalam kelas. Aku pun langsung saja segera masuk ke dalam dan di sana juga sudah ada Duma dengan menundukkan kepala nya. Semua orang menunduk dengan ekspresi wajah yang seperti tengah sedih. Aku pun langsung berjalan segera ke kursi tempat duduk ku.        "Duma," panggil ku pelan kepada nya. Duma pun menoleh ke arah ku.       "Kenapa dengan semua orang di kelas ini? Ada apa? Kenapa kalian semua sedih seperti ini?" tanya ku beruntun.        "Mela ... meninggal dunia Aruna," jawab Duma dengan pelan. Aku yang mendengar nya sangat terkejut. Maksudnya ... Kemarin Mela itu tidak kenapa-napa, dia sehat. Tapi, kenapa bisa dia meninggal dunia secepat ini. Maksudku, memang kematian itu kita tidak ada yang tau. Tapi, ini aku sangat terkejut mendengar nya.       "Hah? Kau kata siapa Duma? Siapa yang memberitahukan berita itu?" tanya ku lagi kepada nya.        "Deni, dia yang memberitahukan kami semua tadi ketika kami semua sudah datang," ucap Duma.        "Teman-teman ... Kita telah kehilangan satu orang teman hari ini. Semoga teman kita, yaitu Mela bisa tenang di alam sana. Semoga dosa-dosa Mela yang ada di dunia ini bisa diampuni oleh Tuhan. Dan teruntuk Tiwi dan Aruna yang kemarin sempat ada masalah dengan Mela, mohon di maafkan ya teman-teman. Tidak hanya Tiwi dan Aruna, dengan kita semua, bila Mela membuat kesalahan dengan kalian tolong di maafkan agar Mela di sana bisa tenang. Dan hari ini setelah pulang sekolah kita langsung pergi ke rumah Mela untuk memberikan penghormatan terakhir kita kepada nya. Dan kabar nya juga Mela akan di makam kan nanti sekitar jam dua siangan. Dan karena hari ini kita sekolah pulang cepat, jadi kita langsung kesana ya teman-teman," ucap Deni. Aku melihat Tiwi dan teman-teman dekat Mela menangis meratapi kepergian Mela. Aku juga ikut sedih, aku tau Mela itu orang baik. Pintu kelas pun tiba-tiba terbuka. Ternyata yang membuka adalah guru ku yang akan mengajari kami di mata pelajaran bahasa indonesia.       "Pagi anak-anak," sapa Bu Naruti, guru mata pelajaran bahasa indonesia yang mengajar di kelas ku.       "Pagi Bu," jawab kami semua.        "Ya, anak-anak, seperti yang kita dengar berita pagi hari ini bahwa teman kita, keluarga kita yang bernama Mela Chantika di kabarkan telah meninggal dunia pada malam hari kemarin. Baiklah anak-anak, agar jiwa Mela tenang di sana, marilah kita mengirimkan doa untuk nya. Semoga segala dosa-dosa Mela yang telah di perbuat dapat di ampuni... Baiklah, menurut kepercayaan masing-masing berdoa di mulai...," ucap Bu Naruti. Kami semua pun turut menundukkan kepala untuk mengirimkan doa untuk Mela.        "Berdoa selesai ...." ucap Bu Naruti sambil mengusap wajah nya dengan kedua telapak tangan nya. Kami semua pun melakukan hal yang sama dengan Bu Naruti.        "Baiklah anak-anak, kita mulai pembelajaran kita pagi hari ini. Kalian buka buku cetak kalian halaman seratus lima satu," ucap Bu Naruti. Kami semua pun segera membuka buku cetak bahasa indonesia dengan halaman yang sudah di sebutkan tadi. ---        Bel pulang sekolah pun telah berbunyi. Kami semua masih berada di dalam kelas agar bisa pergi ke rumah Mela bersama-sama.        "Teman-teman pokoknya kita jangan misah-misah ya," ucap Deni. Kami semua mengangguk paham dengan ucapan Deni.        "Baiklah, ayo kita berangkat sekarang," ucap Deni lagi. Kami semua pun berjalan keluar kelas menuju parkiran untuk mengambil kendaraan masing-masing. Dan tentunya yang tidak membawa kendaraan juga akan di berikan tumpangan. Sebenarnya, aku dan Duma ingin naik taxi saja tadi, namun Deni melarang kami untuk naik taxi. ---         Sesampainya kami semua di rumah Mela. Sudah banyak sekali orang-orang yang datang di rumah Mela itu. Dan juga terdapat di tiang pagar rumah Mela ada bendera kuning, yang artinya pertanda ada yang meninggal dunia. Aku melihat semuanya sedang menangis tersedu-sedu di luar halaman rumah Mela itu.          "Teman-teman ayo kita segera masuk," ajak Deni. Kami semua pun mengangguk, mengikuti langkah Deni. Kami berjalan dengan hening, tanpa adanya percakapan. Ketika kami semua sudah masuk ke dalam. Di sana sudah ada jenazah Mela yang sudah di tutupi oleh kain kafan. Dan semua orang pun sedang mengaji mengirimkan doa untuk Mela. Karena, aku non-muslim aku pun hanya diam saja, aku hanya bisa berdoa di dalam hati, semoga Mela tenang di sana. Dan mungkin saja di sana Mela tidak akan mendapatkan kesakitan lagi seperti yang di derita nya ketika masih hidup di dunia. Ketika kami semua sedang berdoa dengan khusyuk, tiba-tiba saja terdengar suara keributan yang entah muncul dari mana. Kami semua pun menolehkan kepala nya mencari sumber keributan tersebut. Ternyata sumber keributan tersebut dari sepasang suami istri yang sedang ribut di dekat tangga, dengan istri tersebut yang sedang menangis kencang.         "Kau lah penyebab semua ini terjadi, kalau kau tidak menekan Mela untuk selalu menjadi yang sempurna, anak kita tidak akan seperti ini! Dan mungkin kejadian ini tidak akan terjadi kau tau?!!!!" ucap seorang istri tersebut dengan marah sambil mendorong-dorong bahu suaminya itu.         "Kau yang tidak bisa mendidik anak!!!! Kau yang tidak memiliki waktu luang yang banyak untuk bisa menemani dirinya. Ibu seperti apa kau itu! Kau itu pikiran nya hanya kerja! Kerja! Dan kerja!!!! Lalu, duit! Duit!! Dan duit!! Itu saja yang ada di pikiran kau itu, sehingga kau menelantarkan Mela di rumah sendirian!!!" Aku terus saja melihat mereka yang sedang berdebat, yang saling menyalahkan. Kemudian, aku menatap Mela yang seluruh tubuh dan wajah nya sudah tertutup oleh kain dengan sendu. Kasihan sekali Mela. Dengan mendengar perdebatan dari sepasang suami istri tadi yang aku yakini mereka adalah orang tua Mela. Aku bisa merasakan betapa kesepian nya hidup Mela, betapa tertekan nya Mela semasa ia hidup. Orang tua nya masing-masing sibuk bekerja. Dan Mela pun di tekan untuk selalu menjadi anak yang sempurna di dalam bidang apapun di mata orang tua nya itu.        "Kalian! Orang tua seperti apa kalian!! Lihat jenazah anak kalian di sana. Anak kalian sudah meninggal kalian paham tidak sih?!!! Kalau kalian tidak bisa mengurusi anak kalian semasa Mela masih hidup, setidaknya kalian kirimkan doa, kalian ngajiin anak kalian itu agar jiwa anak kalian tenang!!! Bukannya malah kalian ribut-ribut tidak jelas dan saling menyalahkan seperti ini!!! Apa kalian tidak malu dengan para pendatang yang sedang melayat ke rumah ini? Melihat kalian adu mulut seperti ini? Malu tidak?!!! Benar-benar kalian ini tidak becus menjadi orang tua!!" Aku menoleh ketika ada suara orang lain yang memarahi orang tua Mela itu. Ternyata yang memarahi orang tua Mela adalah seorang perempuan tua, yang mungkin saja itu adalah nenek Mela. Tiba-tiba saja ibu Mela itu langsung turun dari tangga dan berlari kecil menuju ke arah jenazah Mela. Ibu Mela menangis dengan tersedu-sedu.         "Melaaaa..... Anakku sayang.... Kenapa kau tega meninggalkan mama sendirian di sini nak? Kau tidak menyayangi mama? Bangun nak ... Ayo nak ... Bangun!! Kalau kau bangun, mama akan meluangkan setiap waktu yang mama punya untuk kau sayang walaupun mama sesibuk apapun, mama rela meluangkan waktu mama untuk kau nak...." ucap ibu Mela sambil memeluk erat Mela. Ayah Mela pun menyusul. Ayah Mela duduk di dekat Mela. Menatap dengan sendu terhadap kepergian Mela. Sesekali ayah Mela mengusap air mata nya yang jatuh di kedua pipinya. Lalu, tidak lama ayah Mela pun kembali bangun dari duduk nya dan berjalan pergi menjauhi jenazah Mela. Hati aku teriris melihat nya. Ternyata, hidup dalam kemewahan saja belum tentu hidup ia itu bahagia, senang, gembira, namun hidup dengan kemewahan tanpa adanya pemberian kasih sayang dari orang tua atau orang-orang terdekat itu sama saja. Tidak ada artinya. Hanya kehampaan dan kekosongan saja yang mengisi hari-hari nya. Dari sini aku belajar bahwa hidup bahagia itu tidak selalu hanya uang, uang, dan uang. Tapi, hidup bahagia itu ketika orang-orang terdekat kita menyayangi kita. Walaupun hidup kita sederhana, tetapi kita menerima banyak kasih sayang itu membuat hidup kita menjadi bahagia dan terasa lengkap.          "Ayo di sini angkat sebelah sini, mana ayah Mela?" tanya salah satu pemuda yang mungkin saja itu salah satu dari keluarga Mela. Kami semua pun ikut berdiri, lalu ikut melangkah mengikuti keranda mayat yang di gotong menuju mobil ambulance. Setelah, mobil ambulance itu pergi. Kami semua pun turut ikut mengantar Mela untuk ke tempat peristirahatan terakhir nya. ---         Setelah jenazah Mela terkubur. Kami semua pun ikut mendoakan kepergian Mela dengan di pimpin oleh seorang ustadz yang ada di sana. Aku pun menundukkan kepala ku. Menatap gundukan tanah Mela yang masih basah itu. Setelah berdoa selesai. Para pelayat yang telah mengantar jenazah Mela pun satu persatu meninggalkan pemakaman ini. Di sini tersisa hanya kedua orang tua Mela dan aku serta anak-anak kelas.          "Pak, Bu, kami sebagai teman sekelas Mela turut berduka cita sedalam-dalamnya atas kepergian Mela," ucap Deni mewakilkan kami semua. Ibu Mela yang sedang berjongkok sambil mengusap papan nisan Mela pun langsung berdiri menyambut kami semua dan juga ayah Mela pun ikut bangun untuk menyambut kami semua.          "Iya ... Terimakasih sudah datang untuk mengantarkan Mela ke tempat peristirahatan terakhir nya ini ya. Saya selaku orang tua dari Mela, memohon maaf sedalam-dalamnya atas kesalahan-kesalahan yang Mela perbuat semasa ia hidup di dunia ini, jika Mela ada berbuat kesalahan yang menyakiti hati adik-adik sekalian, tolong di maafkan ya nak....," ucap ibu Mela dengan menyatukan kedua telapak tangan nya itu.          "Iya Bu, kami semua sudah memaafkan Mela. Kami juga merasa sangat kehilangan atas kepergian Mela yang tiba-tiba seperti ini Bu," ucap Deni sambil menatap makam Mela.          "Iya nak, saya juga sangat kaget atas kepergian Mela ini. Yaudah, ibu hanya meminta kepada kalian tolong doakan saja Mela ya agar Mela tenang di alam sana, dan amal ibadah nya di terima di sisi Tuhan," ucap ibu Mela. Kami semua pun mengangguk.          "Aamiin....," ucap kami semua.          "Yaudah Bu, pak, kami semua pamit pulang dulu ya bu," ucap Deni berpamitan.          "Iya nak, hati-hati di jalan ya kalian semuanya, bawa kendaraan nya jangan ngebut-ngebut" balas ibu Mela sambil tersenyum. Lalu, kami semua pun turut meninggalkan pemakaman Mela. []
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD