Bab. 74

1911 Words
        "Saya pulang duluan ya Emma!" Ucap Winda dengan Emma yang sedang berdiri di depan jendela melihat suasana yang ada di luar, cuaca saat ini sedang hujan dengan sangat deras. Emma pun menolehkan kepalanya ke arah Winda yang berada di sampingnya, Emma pun mengangguk dan tersenyum.         Winda pun langsung saja keluar dari kafe dan berjalan cepat menuju suaminya yang telah menunggu. Setelah kepergian Winda, Emma pun menghela napasnya dengan pelan.          "Kapan hujan ini reda ya? sekarang sudah jam sembilan malam" gumam Emma sambil menatap langit melalui dari jendela.          Emma pun berjalan menuju meja yang berada di dekat dengan nya, kemudian ia pun menarik salah satu kursi disana dan mendudukkan dirinya di kursi tersebut.          Tiba-tiba terdengar bunyi suara ponsel yang berdering, Emma yang merasa ponsel yang berada di dalam saku jaketnya itu bergetar, ia pun langsung saja merogoh sakunya dan melihat siapa yang menghubungi ponselnya itu.          "Aruna," ucap Emma pelan.          Lantas, Emma pun langsung saja mang geser icon yang berwarna hijau untuk menjawab panggilan telepon dari anaknya tersebut.         "Iya Aruna," ucap Emma.         "Ibu ada di mana sekarang? ibu lembur malam ini?" tanya Aruna dengan khawatir.         "Sebenarnya Ibu sudah pulang, hanya saja Ibu masih ada di dalam cafe. Di sini hujan deras sekali Aruna, jadi Ibu tidak mungkin untuk pulang sekarang," jawab Emma.         "Oh begitu, ya udah Aruna tunggu di rumah ya Bu,"         "Iya," itu emang pun yang susah cuma nutup sambungan teleponnya bersama dengan Aruna.         Emma berdiri dari duduknya dan berjalan menuju dekat jendela dan ia pun berdiri di sana. Saat ini di cafe hanya tersisa Emma seorang, teman-teman lainnya pun sudah pada pulang.          "Apa saya telpon Jogi aja? siapa tau Jogi masih ada di kantor nya, dan saya bisa meminta tolong kepadanya untuk mengantarkan saya pulang?" gumam Emma bertanya pada dirinya sendiri.          Emma berpikir sebentar menimbang-nimbang tentang ucapannya tadi. "Sepertinya itu lebih baik. Setidaknya saya mencoba terlebih dahulu, jika Jogi sudah pulang ke rumahnya ya tidak masalah, ya! sepertinya itu ide yang bagus,"          Emma pun langsung saja mengeluarkan ponselnya yang telah ia taruh di saku jaketnya, dan langsung saja mencari kontak Jogi. Kemudian, ia pun langsung menelponnya.          "Semoga diangkat, melihat hujan yang turun malam ini dengan sangat deras, sepertinya malam ini hujan akan turun lebih lama. Kan tidak mungkin saya harus menunggu lebih lama lagi di dalam cafe ini. Untung saja kunci cafe ini berada di saya," ucap Emma lagi.          Tidak lama Jogi pun menerima panggilan telepon dari Emma.         "Iya, halo!" ucap Jogi.          Emma pun menghela nafas lega akhirnya, Jogi pun mengangkat panggilan telepon darinya. Emma pun berdehem sebentar sebelum berbicara untuk memberitahukan maksud dia menelpon Jogi malam ini.         "Ehm! Maaf mengganggu waktunya ya, Jogi. Saya mau tanya kau ada di mana sekarang?" tanya Emma yang langsung menanyakan tentang keberadaan Jogi.          "Ada apa memangnya Em?"          "Begini, saya hanya mau minta tolong dengan kau, kalau kau masih ada di kantor dan ingin pulang, nanti kau tolong lewat depan kafe tempat saya bekerja bisa? saya mau menumpang di mobil kau kalau boleh. Soalnya hujan deras sekali sekarang, dan tidak mungkin saya akan pulang dengan menerobos hujan seperti ini, lagi pula kendaraan juga sudah sedikit yang lewat saat ini dikarenakan hujan," ucap Emma membeberkan maksud dari ia menelpon Jogi.          Jogi pun terdiam sebentar. "Oh begitu itu, yaudah saya ke sana ya," ucap Jogi yang langsung menyetujui permintaan dari sahabat istrinya tersebut.         "Terima kasih banyak ya Jogi,"         "Iya santai aja Emma, seperti sama siapa aja," kemudian sambungan telepon pun terputus.         Emma lega akhirnya ada seseorang yang akan membantunya untuk mengantarkan ia pulang ke rumah. Emma pun dengan sabar menunggu kedatangan Jogi. ---          Setelah Jogi mematikan sambungan teleponnya dengan Emma tadi. Jogi pun langsung saja berjalan ke arah lemarinya dan membuka pintu lemari bajunya tersebut dan mengambil sebuah jaket.           Sebenarnya ketika Emma tadi menelpon nya, Jogi itu sudah tidur bersama dengan Lamtiar yang tidur di sampingnya. Maka dari itu, Jogi pun saat ini pelan-pelan sekali untuk bergerak di dalam kamarnya ini, karena ia tidak ingin istrinya itu bangun dari tidurnya dan melontarkan berbagai pertanyaan yang membuat Jogi capek sendiri untuk menjawabnya.          Ketika Jogi ingin mengambil kunci mobil yang tergeletak di atas nakas, tiba-tiba saja istrinya itu pun bangun dan langsung bertanya kepada Jogi, "kau mau ke mana bang?" tanya Lamtiar sambil bangun dari posisi tidurnya.          Jogi pun langsung saja menolehkan kepalanya ke arah lamtiar yang sudah terduduk di atas kasur, menatap Jogi dengan heran. Jogi pun tidak menjawab pertanyaan dari istrinya.          "Bang, saya nanya loh! kau mau ke mana malam-malam seperti nih? lagi pula di luar sekarang sedang hujan deras sekali," tanya Lamtiar lagi.          "Saya ada urusan, sudah sana kau tidur saja. Kau tidak usah ikut campur dengan urusan saya. Saya mau keluar sebentar," jawab Jogi.          "Kok ngomongnya gitu sih bang. Saya kan istri kau, saya peduli sama abang. Ya kalau ada urusan di luar, saya tidak melarang. Tapi kan ini lagi hujan deras seperti ini, jalanan licin, apalagi udah malam seperti ini," ucap Lamtiar sambil berdiri menghampiri Jogi yang bersiap untuk membuka pintu kamarnya.          "Bisa tidak kau itu tidak usah ikut campur dengan urusan saya ini? sudahlah jangan membuat saya lebih pusing lagi. Kalau saya ada urusan di luar, yaudah tidak harus kau itu mengetahui semua urusan saya. Memangnya kalau saya menjelaskan urusan saya sama kau, memangnya kau paham tentang urusan saya? Tentang pekerjaan saya? Tidak kan?" ucap Jogi yang sudah kesal dengan istrinya itu.          "Ya memang saya tidak paham dengan urusan Abang, tapi kan saya ini istri Abang, saya berhak buat tau semua urusan kau," ucap Lamtiar yang masih sabar menghadapi Jogi yang sudah emosi.          "Cerewet sekali kau ini, ini sudah malam ya kau jangan cari ribut terus sama saya," ucap Jogi sambil membuka pintu kamarnya dan langsung keluar dari kamarnya tersebut dan menutup pintu kamarnya itu dengan keras, sampai Lamtiar pun sedikit terkejut.          "Astaga! kenapa Jogi sekarang seperti ini ya? dia sekarang sedikit berubah menjadi sedikit kasar dengan saya. Ada apa dengannya? Apa dia punya masalah yang sulit sekali ia selesaikan? Memangnya saya salah bertanya kepada dia tentang urusannya itu, kenapa sampai rela sekali keluar malam-malam dan hujan seperti ini. Saya kan istrinya, ditanya malah dia marah-marah seperti itu, aneh!" ucap Lamtiar sambil berjalan menuju jendela kamarnya untuk melihat ke arah luar, karena ia barusan mendengar suara mesin mobil yang dinyalakan. Dan benar saja suaminya itu pun sudah pergi dengan mobilnya.          Lamtiar pun menghela napasnya dengan kasar. Lamtiar mengalihkan pandangannya ke arah jam dinding yang ada di dalam kamarnya. Sekarang sudah pukul sembilan lebih tiga puluh lima menit. Kemudian, ia pun mengalihkan pandangannya lagi ke arah luar jendela. Setelah itu, ia pun berjalan pergi meninggalkan jendela menuju ranjang tidurnya, tak lupa ia menutup kembali gorden jendela kamarnya tersebut.           Lamtiar pun langsung saja membaringkan tubuhnya di atas ranjang tidurnya tersebut. Memiringkan posisi tubuhnya dan ia pun langsung menutup kedua matanya dan terlelap tidur, tanpa terasa air mata nya pun mengalir pelan di pipinya. Lamtiar menangis. ---           Emma berdiri dari duduknya, ketika ia melihat mobil yang ia kenali itu tiba di depan kafe tempat ia bekerja. Mobil itu adalah mobil Jogi. Jogi yang sudah memarkirkan mobilnya dengan benar itu pun langsung saja ia keluar dari mobilnya dengan payung yang ia pegang di tangan kanannya untuk menutupi tubuhnya agar tidak terkena air hujan.           Jogi pun langsung saja membuka pintu cafe tersebut dan masuk ke dalam cafe itu.            "Jogi!" panggil Emma sambil berjalan menghampiri Jogi.            Jogi pun tersenyum melihat Emma.            "Maaf ya saya sudah merepotkanmu kau," ucap Emma ketika ia sudah berada di hadapan Jogi.            "Tidak apa-apa, selagi saya bisa membantu kenapa tidak?" ucap Jogi.            Emma pun membalasnya dengan tersenyum dengan tulus.           "Yaudah sekarang langsung pulang?" tanya Jogi. Emma pun langsung saja menganggukkan kepalanya.           Jogi dan Emma pun langsung saja berjalan untuk keluar dari cafe. Setelah Emma mengunci pintu cafe tersebut, Emma dan Jogi pun berjalan beriringan menuju mobil milik Jogi. Jogi membukakan pintu mobilnya mempersilahkan Emma untuk masuk ke dalam mobilnya. Setelah itu, ia pun berlari mengelilingi mobilnya menuju pintu kemudi dan langsung duduk di kursi kemudi nya. Jogi langsung saja menyalakan mesin mobilnya itu, dan segera menjalankan mobilnya ke jalan raya.            Jogi berinisiatif mematikan AC yang ada di dalam mobil nya itu, karena ia menyadari bahwa Emma yang duduk disampingnya ini kedinginan.           "Terima kasih," ucap Emma sambil menolehkan kepala nya ke arah Jogi yang sedang mengemudikan mobilnya ini. Jogi tersenyum membalasnya.  --- Aruna           "Sudah jam segini belum pulang hujan juga masih deras sekali, atau aku telpon Ibu lagi?" gumam ku sambil menatap keluar jendela.            "Aruna!!" Aku membalikkan badan ku ketika suara ayah memanggil ku. Aku menatap ayah yang berdiri di dekat kursi ruang tamu.           "Kenapa?" tanya ku.            "Ngapain kau berdiri di depan jendela seperti itu? kau tidak lihat di luar banyak petir seperti itu. Kena sambar baru tau kau!" ucap Ayah.           Aku tidak meladeni ucapan ayah. Biarkan Ayah ingin berbicara apa, aku tidak mau peduli. Saat ini aku hanya khawatir dengan ibu. Aku takut ibu kenapa-napa di luar sana.            "Kau nungguin Ibu kau? Malam ini dia tidak akan pulang. Dia itu lagi pergi sama lelaki lain, kau ngapain capek-capek berdiri didekat jendela seperti itu. Nungguin Ibu kau pulang, padahal ibu kau tidak akan pulang malam ini," ucap Ayah lagi.           Aku pun langsung saja menolehkan kepalaku menghadap ayah yang sedang menatap ku dengan tatapan yang tidak bisa aku pahami.           "Jaga ya mulut Ayah! Bisa-bisanya ayah bilang seperti itu. Kalau Ayah sayang sama ibu, harusnya Ayah itu mencari ibu sekarang! harusnya ayah itu menyusul Ibu ke cafe tempatnya bekerja. Bukannya malah diam seperti ini dan menuduh Ibu pergi dengan lelaki lain. Kemana pikiran ayah?" ucap ku sambil menunjuk-nunjuk wajah Ayah.            Aku tidak peduli tentang kesopanan saat ini. Aku marah sekali dengan ucapan Ayah yang lagi-lagi dia menuduh ibu berselingkuh darinya. Aku tidak habis pikir dengan pikiran ayah yang berpikir rendahan seperti itu tentang ibu.            "Turunkan tangan kau! Jangan berani-berani ya menujuk-menunjuk wajah saya ini. Mana kesopanan kau itu! Sekolah tidak kau hah?!" marah ayah kepada ku.            Aku tidak peduli. Aku tidak takut dengan kemarahan ayah ini. Aku sudah terbiasa dengan ayah yang suka memarahi ku. Aku berbuat benar saja dianggap salah dan dimarahi, apalagi aku melakukan kesalahan. Jadi, lebih baik sekalian saja aku melakukan kesalahan dengan ayah, toh sama saja. Sama-sama dimarahi olehnya.           Tok! Tok! Tok!           Aku menolehkan kepala ku ketika mendengar suara ketukan pintu, yang aku yakin pasti itu adalah ibu yang mengetuk pintu itu. Aku pun berjalan cepat kearah pintu tersebut dan langsung saja membuka pintu rumah ini.           Aku tersenyum lega, ketika dugaan ku benar. Ibu di sana sedang berdiri dengan kedua tangannya yang menjinjing plastik, yang isinya pun aku tidak tau.           "Ayo ibu masuk," ucap ku sambil mengambil plastik yang dijinjing oleh ibu.            Setelah ibu masuk aku pun langsung saja menutup pintu tersebut dan tak lupa aku mengunci nya.           Aku menatap Ayah yang masih setia duduk dekorasi ruang tamu dengan matanya menatapku dan ibu tanpa berniat membantu ku atau ibu.            "Aruna simpan semua makanan itu di kulkas ya, atau kalau kau mau, kau boleh memakannya. Tadi ibu pulang dengan om Jogi dan makanan itu semua pun diberikan oleh om Jogi tadi," ucap ibu ketika ayah sudah pergi dari hadapan ku dan ibu.           Setelah Ibu bilang seperti itu, Ibu pun langsung saja bergegas masuk ke dalam kamarnya. Aku sedikit bingung dengan sikap Om Jogi, kenapa Om Jogi dengan rela membelikan beberapa makanan ini untuk keluarga ini? Aku tahu Om Jogi itu baik, tapi aku sedikit heran dengan kebaikannya yang aku rasa terlalu berlebihan seperti ini.            Ah! sudahlah Aruna kau tidak usah memikirkan itu, yang penting Ibu sudah pulang dengan selamat malam ini. Aku langsung saja ke dapur untuk menaruh semua makanan ini ke dalam kulkas. []
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD