bc

Aster (The Secret of The Sea)

book_age12+
156
FOLLOW
1K
READ
adventure
independent
brave
bxg
mystery
apocalypse
like
intro-logo
Blurb

Buku kedua dari Trilogy Aster

Book 1 - Aster (The First Adventure)

Book 2 - Aster (The Secret of The Sea)

Book 3 - Aster (The Last Adventure)

Aster kembali merencanakan perjalanan baru demi menemukan bagian bumi yang dia yakini masih ada. Namun semua orang tidak menyetujuinya, termasuk Alby, pacarnya sendiri.

Setelah melewati pertengkaran besar hari itu, tanpa disangka-sangka Aster kembali terjebak ke tengah pentualangan yang mengantarnya ke tempat bernama Dione. Sebuah peradaban yang terbentuk di dalam lautan.

Siapa sangka, Dione menyimpan banyak sekali misteri. Dari mulai tentang organisasi bernama Orion, tentang keluarga Aster yang hilang, serta tentang keberadaan Edy yang seharusnya sudah mati.

chap-preview
Free preview
Chapter Satu
            Suara ayam jantan menggema di seluruh langit Nibbana. Sebuah desa yang dilindungi oleh hutan berpohon lebat. Berdindingkan bebatuan yang tinggi. Cahaya matahari mulai mengintip dari salah satu sisi dindingnya. Memberikan kehangatan kepada kehidupan baru di hari itu. Menyambut para Nibbanian yang bersiap untuk melakukan rutinitasnya masing-masing.             Tidak ada satu hal pun yang dapat mengganggu tidurmu di tempat ini. Suara serangga terdengar beriringan di tiap malam. Memberikan keyakinan bahwa mereka kan selalu menjagamu agar tak terjaga. Terlelap dengan nikmatnya hingga pagi menjelang. Semua anugerah tersebut dapat dirasakan oleh siapa pun yang tinggal di Nibbana.             Meski begitu, tetap ada yang selalu terbangun di tengah tidurnya. Bukan karena tidak menyukai suara serangga yang ada. Hanya saja dia memilih untuk tetap terjaga, memandangi bintang dari atas atap rumah. Angin malam yang dingin terkadang tak dihiraukannya.             Saat pagi mulai menjelang, dia melangkahkan kaki menjauh dari desa. Berhenti di ujung sebuah bukit tuk memandangi sinar matahari yang menggelitik hamparan bunga aster di bawahnya. Gadis bernama sama dengan bunga-bunga itu menuruni bukit dengan hati-hati. Menuju sebuah kayu yang menancap di dalam tanah. ‘Di sini terbaring seorang pahlawan Nibbana. Edy’ begitulah tulisan yang tertera di sana. Aster merapatkan kedua telapak tangannya di depan wajah. Memejamkan mata seraya memanjatkan sebuah doa.             “Bagaimana kabarmu hari ini, Edy?” ucap Aster sembari mengelus bunga-bunga yang tumbuh menyelimuti kuburan di hadapannya.             Lusa, umur kedatangan Aster di Nibbana akan genap dua bulan. Desa itu tak pernah bisa membuatnya merasa bosan, seperti apa yang dilakukan Oakland kepadanya. Hanya saja malam yang tenang pun masih belum bisa membuat matanya beristirahat dengan damai. Selalu ada kegundahan bersarang di dalam d**a. Sebuah kehampaan yang ingin segera dia isi secepat mungkin.             Kekosongan tersebut bukanlah milik Edy. Aster sudah mulai bisa melepasnya, meski masih harus menangis di tengah tidur. Sosok akan orang tuanya lah yang selalu didambakan untuk mengisi ruang tersebut.             Umur Aster memang sudah tidak muda lagi. Tapi dia masih memerlukan keberadaan ibu atau ayahnya. Sebenarnya dia tidak menuntut untuk bisa tinggal bersama mereka. Hanya saja Aster tidak pernah bisa tenang apabila seumur hidupnya tidak kunjung mengetahui kabar dari mereka berdua. Ditemukan dalam keadaan hidup atau mati pun sudah tidak jadi masalah. Yang dia inginkan hanyalah sebuah kepastian.             “Tidak bisa tidur lagi malam ini?” Alby datang dengan sebuah jaket yang menggulung dalam dekapan. Aster menyambutnya dengan pelukan. Memejamkan mata untuk merasakan kehangatan dari tubuh Alby. Entah berapa lama dia bergeming seperti itu.             “Wow, tubuhmu dingin sekali,” ucap Alby sepontan saat tubuh Aster menyentuh kulitnya.             Alby menyelimutkan jaket pada punggung Aster. Berbalik memeluk dan mengecup kepala Aster dengan penuh rasa sayang. Membiarkan gadis itu terdiam dalam pelukannya.             “Berapa lama kamu di luar sini?” tanyanya lagi.             “Sejak pukul tiga.” Aster bersuara masih dengan pose yang tak berubah sama sekali. Seakan terlalu lelah meski hanya untuk membuka kelopak matanya saja.             “Sudah kubilang kan untuk memberitahuku jika kamu terbangun di tengah malam lagi.”             “Kamu pasti tahu kalau aku tidak pernah mau mengganggu tidurmu.”             Alby menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Dia mengerti tidak akan bisa melawan pacarnya yang keras kepala itu. “Paling tidak bawalah jaketmu.”             “Huum,” sahut Aster dengan malas. Dia melepas pelukannya untuk memandang wajah Alby. Sinar matahari menyinari rambut pirangnya yang tampak bersinar. “Aku sampai lupa. Hari apa sekarang?”             “Rabu.”             “Seharusnya mereka sudah datang!”             “Memang. Itu kenapa aku mencarimu ke sini. Mereka sedang menunggu untuk bertemu denganmu.”             Wajah terkantuk Aster seketika berubah menjadi cerah dan penuh semangat. “Benarkah? Aku harus ke sana sekarang,” ucapnya sembari mulai berlari. Alby hanya tersenyum dan mengekor di belakangnya.             Setiap dua minggu sekali, selalu ada perwakilan yang datang dari Oakland untuk mengirim barang. Karena kedua tempat itu sepakat untuk saling berbagi segala hal yang mereka miliki di lingkungan masing-masing.             Penduduk Oakland akan mendapatkan kayu, daging serta buah-buahan segar. Sedangkan Nibbanian mendapatkan perabotan besi, ataupun rumput laut. Tak banyak yang bisa diberikan oleh kota besi tersebut. Akan tetapi, pengorbanan tempo hari sudah lebih dari cukup untuk membayarnya.             Setiap saat selalu ada orang berbeda yang mendapatkan giliran mengirim barang. Akan tetapi, akan ada satu orang yang memiliki tugas tersebut sebagai pekerjaan tetap.             “Tony!” Aster berlari ke arah Tony yang sedikit terdorong ke belakang akibat pelukannya.             “Halo lagi, Aster. Padahal kita baru saja bertemu dua minggu yang lalu. Bagaimana kabarmu?”             “Selalu sehat seperti biasanya. Kamu sendiri gimana?”             “Sebenarnya, aku agak kurang sehat hari ini. Tapi begitu bertemu denganmu, tenagaku langsung pulih sepenuhnya!”             “Hei, hei, tidak pernah berpikir kalau Edy akan cemburu melihat kalian ya?” Simon merasa sedikit terganggu karena pembicaraannya terpotong oleh kehadiran Aster yang tiba-tiba. Si pemeluk dan korban pelukan itu hanya tertawa.             “Kalau benar begitu, aku akan sengaja melakukannya,” ucap Tony sembari merangkul bahu Aster. “Setidaknya sasaranku saat ini adalah dia,” tambahnya lagi. Kali ini dia menunjuk ke arah Alby yang sedang berjalan mendekat.             “Apa?” tanya pria yang dimaksud sembari kebingungan.             Sejak kepulangan dari pertempuran dua bulan yang lalu, penduduk Oakland mengangkat David menjadi walikota. Dengan kebijaksanaan yang dia miliki, pemerintahan di sana menjadi semakin membaik. Tidak ada lagi kelompok junior dalam akademi militer. David tidak ingin lagi ada orang-orang tak bersalah yang kehilangan nyawanya dengan sia-sia.             Semua siswa junior yang tidak menetap di Nibbana, akhirnya dipulangkan ke rumah masing-masing. Akan tetapi, David masih sering meminta bantuan tenaga mereka. Tentu saja kali ini untuk tujuan yang lebih baik. Seperti misalnya Tony, dia diangkat menjadi kepala bidang distribusi. Di mana tiap dua minggu sekali harus pergi mengantar barang ke Nibbana, seperti yang sedang dilakukannya kali ini.             “Tumben sekali kamu tidak ada di sini waktu kami datang.”             “Dia sedang membiarkan dirinya membeku di ladang bunga,” sahut Alby dengan cepat.             Tony tertawa kecil karena mendapati sesuatu yang lucu. “Dia milikmu Alby, tidak perlu khawatir Ed akan menculiknya,” candanya, lalu tertawa di hadapan wajah bingung Alby. “Aster, tebak hari ini siapa yang menemaniku mengirim barang?”             “Siapa? Alga?”             “Salah. Ayo ikut aku! Dia pasti sedang berada di bagasi pesawat.” Tony menarik tangan Aster.             Membawanya ke salah satu pesawat yang ada.             Dua orang itu pergi meninggalkan Simon dan Alby yang ada di sana. Seakan telah melupakan kehadiran mereka.             “Sabar... hanya dua minggu sekali.” Simon menepuk pundak Alby.             Wajah lelaki bermata biru itu memerah menahan malu. “Diam, Simon!” timpalnya.             David selalu mempersilahkan siapa pun yang ingin turut membantu dalam pengiriman barang. Bahkan bulan lalu Aster mendapatkan kunjungan dari Ethan, yang berhasil membuat Alby cemburu habis-habisan dibuatnya. Bagaimana pun Ethan adalah lelaki yang kehadirannya selalu diiringi sorotan mata dari gadis-gadis yang ada. Dengan cepat dia menjadi pusat perhatian di Nibbana. Akan tetapi, di samping itu dia sama sekali tak pernah mempedulikan gadis lain selain Aster. Meski Aster hanya menganggapnya sebagai seorang sahabat, bahkan sudah terasa sebagai anggota keluarganya sendiri. Karena hal itulah Alby mulai menjadi bahan olokan Tony yang menyadari bahwa ternyata dia mudah sekali dibuat cemburu.             Aster melihat beberapa dus berisi buah siap diangkut ke Oakland dalam bagasi pesawat. Di dekat sana, wanita dengan rambut ikalnya yang khas tampak disibukkan dengan barang-barang yang ada. Dia menyadari ada seseorang yang datang mendekat. “Aster!” serunya.             “Mellisa!” Gadis itu menjadi korban pelukan erat Aster yang ketiga untuk hari ini. “Aku merindukanmu.”             “Aku juga sama. Sepertinya kamu tambah gemuk dalam sekejap.”             “Oya?”             “Tapi syukurlah, itu tandanya kamu sehat.”             “Justru aneh kalau dia sakit di tempat seperti ini,” sahut Tony.             “Sepertinya menyenangkan tinggal di sini.”             Aster tersenyum-senyum penuh arti melihat kedua sahabatnya itu bertambah akrab. Setelah beberapa bulan lalu Tony berkata jujur bahwa dia menaruh perasaan kepada Mellisa. “Jadi... sekarang kalian tinggal bersama?”             Tony sedikit berpikir sebelum menjawab. “Tidak.”             “Tidak?” ujar Aster, tidak puas dengan jawaban yang didapat.             “Iya, saat ini kami tidak tinggal bersama. Mungkin tak lama lagi.”             Mellisa tidak berkata apa-apa. Wajahnya yang memerah karena malu tersembunyi di balik rambut ikalnya. Sementara itu, wajah Aster kembali berseri. “Edy pasti senang mendengarnya!”             “Oiya, aku ingin mengunjunginya. Bisa antar aku?”             “Tentu saja!”             Tony bersyukur mendapatkan pekerjaan seperti sekarang. Salah satu keuntungannya adalah dia dapat mengunjungi makam Edy tiap kali pergi ke Nibbana. Karena bagaimana pun Edy merupakan seorang pahlawan sekaligus sahabat terbaiknya.             “Apa dia sadar kepergiannya membuat orang-orang rindu?” Tony bergumam pada diri sendiri. Wajahnya tertunduk, tak ingin ada yang melihat bahwa dia tengah menahan tangis. Posisi Edy memang tidak pernah bisa tergantikan oleh siapa pun. Oleh karena itu, yang merasa paling senang dengan dihapuskannya program kelas junior adalah Tony. Dia tidak perlu kembali ke tempat penuh kenangan itu. Tidak perlu hidup dalam bayang-bayang sahabat terbaiknya selama menjalani pelatihan.             Secuil senyum penuh keharuan terlukis pada wajah Aster. Dia bersyukur banyak orang yang mencintai Edy, bahkan jauh setelah keberadaannya hilang dari bumi.             “Bagaimana hubunganmu dengan anak itu?” Tony merebahkan tubuhnya di atas rerumputan. Merasakan buliran embun sejuk menempel pada kulitnya.             Aster turut menyamakan posisinya dengan Tony. Memandangi segumpal awan yang bentuknya selalu terlihat sama setiap saat. Tempat di mana Edy akan bersembunyi dari pandangannya. Seperti itulah yang selalu Aster percayai.             “Baik-baik saja.”             “Kamu harus coba memberikan perhatian lebih padanya. Dia akan terluka kalau kamu masih terlalu peduli pada Edy.” Tak terdengar ada jawaban dari Aster. “Kalau ternyata perasaanmu kepadanya...”             “Aku mencintai Alby, Tony. Bahkan jauh sebelum aku mulai menaruh perasaan pada Edy. Kamu tidak perlu khawatir,” jawab Aster memotong kata-kata Tony.             “Tapi anak itu akan terus khawatir kalau kamu selalu pergi ke sini tiap malam. Apa yang sebenarnya kamu lakukan?”             “Tidak ada. Aku hanya berbaring, menatap langit. Seperti ini.”             Desiran semak belukar melanjutkan percakapan yang sempat terhenti sejenak. Mengisi kekosongan yang ada. “Aku...” lanjut Aster lagi. “Entah kenapa belakangan ini selalu merasa tidak tenang.”             “Masih dihantui bayang-bayang Edy seperti waktu itu?”             “Tidak, sama sekali tidak. Tapi, karena itulah aku semakin tidak bisa tenang. Aku takut kehadirannya akan menghilang.” Suara Aster mulai gemetar karena tak bisa membendung perasaan sedihnya lagi.             “Kamu tidak pernah menceritakan ini pada Alby?”             “Aku tidak ingin dia terluka.”             Tony menarik napas dalam-dalam. Bersiap untuk menceritakan sesuatu dengan panjang lebar. “Ed pasti sudah tenang sekarang, karena merasa sudah ada orang yang bisa dia percayai untuk menjagamu. Seharusnya kamu tidak perlu merasa takut. Aku kenal betul Edy. Bagaimana perasaannya padamu saat pertama kali bertemu. Saat untuk pertama kalinya melihatmu menangis. Dia bilang, ‘Semakin gadis itu kehilangan senyum pada wajahnya, semakin ingin aku melindunginya.’ Kalau kamu ingin tahu, di saat sebelum kedatanganmu di akademi, Edy selalu berwajah seperti, kamu tahu para polisi patroli itu?”             Aster tertawa mendengarnya. “Iya.”             “Tapi setelah kedatanganmu, aku mulai melihatnya tersenyum, tertawa, marah, bahkan merasa cemburu padaku. Benar-benar lucu sekali.” Kali ini Tony yang tertawa karena bayangan dalam kepalanya sendiri. “Tapi, aku tidak pernah lupa hari itu. Malam sebelum kami menyelamatkanmu di ruang tahanan. Aku melihatnya yang sedang gelisah. Dia berpikir kalau pertempuran itu akan menjadi yang terakhir baginya. Berkali-kali aku meyakinkan dia kalau semua akan baik-baik saja. Tapi, dia seakan sudah tahu kalau semua akan terjadi. Dia sempat bilang seperti ini padaku, ‘Kalau hal itu terjadi. Kamu harus berjanji untuk menjaga Aster untukku.’ Saat itu aku hanya menjawab kalau aku tidak bisa berjanji. Tapi aku sangat yakin akan ada orang lain yang bisa menggantikan Edy untuk menjagamu. Selanjutnya, kamu tahu dia menjawa apa?”             Aster menghadapkan wajahnya ke arah Tony. Merasa penasaran kelanjutan dari cerita yang sedang didengarnya itu. “Dia bilang, hingga saatnya orang itu datang, dia akan selalu menjagamu. Meskipun raganya sudah tak ada lagi di dunia ini. Dan aku menyimpulkan, kalau Edy sudah menemukan orang itu.”             “Dia selalu seenaknya saja,” komentar Aster dengan nada datar.             “Apa bedanya denganmu? Seenaknya saja mengatai orang.” Tony mengacak-acak rambut Aster.             Dia memang seenaknya, Tony. Seenaknya saja mati meninggalkan aku di sini.             Angin besar berembus. Melintasi padang bunga aster yang menunduk malu. Dinginnya cukup untuk membuat sekujur tubuh menggigil.             “Ayo kita kembali sebelum masuk angin!” ajak Tony.             Aster memasukkan tangan ke dalam lubang jaketnya. Sebelum melangkahkan kaki, matanya melirik pada awan yang sama dengan sebelumnya.             Aku hanya bercanda, Edy.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Pinky Dearest (COMPLETED) 21++

read
292.6K
bc

See Me!!

read
87.9K
bc

Partner in Bed 21+ (Indonesia)

read
2.0M
bc

SEXRETARY

read
2.1M
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.4K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.5K
bc

GADIS PELAYAN TUAN MUDA

read
465.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook