Aster jatuh perlahan ke dalam lautan. Lambat laun semakin dekat dengan dasarnya. Namun dia tak kunjung melakukan apapun untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Menunggu seseorang yang akan datang. Lebih tepatnya menunggu Edy yang akan datang, dan membawanya ke tempat aman.
Perlahan tubuhnya membentur dasar lautan yang keras. Rambutnya terombang ambing terbawa arus lembut. Berbaur dengan air laut yang sama-sama bergelombang. Gerakannya membuat semua benda di sekeliling Aster bergerak lebih lambat dari biasanya.
Aster menatap orang-orang yang berada cukup jauh di hadapannya. Mereka adalah kawan-kawan dari kelompok junior. Johan, Erik, Bianca, Mellisa, bahkan Lilla ada di sana. Tubuh mereka menggeliat-geliat melayang dalam air. Beberapa kawanan monster ikan berjalan-jalan di sekitarnya. Memperhatikan tiap gerakan dari mangsanya itu.
Seorang lelaki yang merupakan nahkoda kapal ada di tengah kerumunan. Dia menghunuskan tombak kepada salah satu monster yang ada. Membuatnya menjerit marah.
Semua monster ikan yang ada bergerak dengan semakin liar. Mendekati gerombolan kelompok junior yang berusaha melawan. Satu persatu ikan itu menggerogoti mereka. Membiarkan gigi tajamnya menancap, meninggalkan lubang-lubang menyeramkan pada kulit mangsanya.
Lilla menjerit keras, namun hanya gelembung udara yang keluar dari dalam mulutnya. Menggantikan suara yang seharusnya terdengar. Darah merah mulai membias di tengah lautan. Tak berhenti mengalir dari sebuah lubang merah pada bahu Lilla. Gadis itu semakin meronta. Tetapi monster-monster yang ada lebih ganas daripadanya.
Aster ingin bergegas berenang, menolong semua orang. Tapi apa daya, untuk menggerakkan badannya sendiri pun dia tak sanggup. Rumput laut yang tumbuh lebat di dasar lautan seakan bernyawa. Menjerat tangan serta kakinya hingga tak dapat bergerak sedikitpun. Lagipula, tanpa adanya tumbuhan itu, Aster sadar dia tidak akan bisa kemana-mana.
Dari kejauhan, sebuah sosok datang mendekat. Wajah Aster tak dapat berekspresi apa-apa. Padahal dalam hatinya sungguh dia ingin memberontak. Kabur sebisa mungkin dari sosok tersebut. Akan tetapi, semakin lama semakin terlihat jelas bahwa sosok itu tiada lain adalah Edy. Dia pasti datang untuk menyelamatkan Aster.
Aster sedikit mengerahkan tenaga untuk bisa tersenyum, meski dengan sangat terpaksa. Kelegaan mulai membanjiri hatinya. Ingin sekali dia ekspresikan seluruh perasaan yang ada, namun semua syaraf tubuhnya sedang tidak berjalan dengan baik.
Posisi Edy semakin dekat dengan Aster. Tetapi lelaki itu mendadak menghentikan laju renangnya. Menatap sesaat tanpa ekspresi apapun. "Edy," ucap Aster lemah, sesaat sebelum Edy berbalik arah, berenang menjauhinya.
Kini lelaki tersebut menuju gerombolan teman-temannya yang lain. Mengusir monster-monster itu agar tidak memberikan serangannya lagi. Dia berhasil membawa pergi semua anggota kelompoknya ke atas lautan. Meninggalkan Aster seorang diri di dasar laut yang dingin. Aster tak tahu harus merasa seperti apa. Dia senang semua temannya dapat selamat. Tapi dia mulai merasa ketakutan dan kesepian.
Kumpulan monster ikan yang kehilangan mangsanya itu terdiam sesaat. Namun mereka dengan cepat menyadari keberadaan mangsa lain di sana, yaitu Aster. Mereka semua berbalik arah, mengayuh ekornya untuk berenang mendekat.
Tiga ekor ikan bergigi seram itu kini berputar-putar di atas Aster yang terbujur kaku. Sebentar lagi mereka siap menyantap makan malamnya. Di tengah gelembung air, Aster melihat sosok pria yang terdiam di kejauhan. Tidak hanya satu, namun dua orang. Dapat dipastikan bahwa mereka adalah Edy dan Alby. Dua lelaki itu hanya terdiam menatap Aster yang tak lama lagi akan menjadi tulang-benulang.
Ingin sekali Aster berteriak meminta tolong. Rasa sedihnya menyeruak, namun air mata yang keluar langsung berbaur dengan air laut dengan sekejap. Kedua lelaki itu berenang menjauh bersamaan. Sedangkan seekor ikan membuka lebar mulutnya tepat di depan wajah Aster. Membuat seluruh dunianya menjadi gelap seketika.
"Tidak!" Aster berteriak. Badannya tersentak, terduduk dengan cepat. Tanpa sadar sebuah besi yang bertengger tepat di depan wajah membuat dahinya terbentur keras. Aster merasakan pusing yang luar biasa. Tangannya mengelus-elus dahi yang tampaknya mulai membiru. Tetapi dia sedikit senang merasakan sakit, karena itu tandanya dia sudah terbangun dari mimpi menyeramkannya.
Pandangan Aster masih buram akibat benturan tadi. Dia terduduk di atas tembok lembab, berusaha memfokuskan pandangan. Sepertinya dia sedang berada di dalam sebuah ruangan. Entah ruangan apa itu.
Aster berusaha bangkit dari duduk. Tubuhnya sedikit terhuyung menabrak dinding. Ternyata bukan hanya akibat benturan, namun ruangan itu memang benar-benar gelap. Aster harus segera fokus untuk bisa menyesuaikan penglihatannya dalam kegelapan.
Baru dua kali melangkah, kakinya terasa menendang sesuatu di lantai. "Aduh," rintih benda tersebut, terdengar seperti suara Alby. "Hati-hati, ada orang sakit di sini," ujar si korban yang tak sengaja tertendang.
Aster berjongkok memegangi lengan Alby yang tengah terduduk lemas di dekatnya. Perlahan matanya dapat menangkap lebam serta darah yang mengotori wajah tampan lelaki tersebut. Mungkin hal serupa terdapat lebih banyak lagi di seluruh tubuhnya. "Astaga Alby. Apa yang mereka lakukan padamu?" Aster sedikit terkejut.
"Tidak apa-apa. Tubuhku hanya sedikit lemas akibat serangan dari tongkat listrik mereka." Alby berusaha menggerakkan jemari. Tampaknya aliran listrik membuat tubuhnya lumpuh sementara. "Kamu tidak apa-apa? Kulihat tubuhmu terbanting ke dalam air."
"Tidak perlu mencemaskanku. Aku baik-baik saja."
Aster berdiri tegak. Melihat ke arah sekitar. Ruangan sempit itu memiliki dinding yang lembab disertai dengan bau ikan busuk. "Sepertinya orang-orang itu memasukkan kita ke penjara. Bahkan lebih buruk daripada yang dimiliki Oakland."
"Ya. Aku baru menyadari betapa nyamannya penjara di kota besi itu."
Aster menjadi semakin bingung. Bahkan melebihi rasa takutnya sendiri. Tidak mungkin mereka berada di Nibbana. Bahkan tempat itu sama sekali tidak terasa seperti Oakland. Apa dia harus senang karena berhasil menemukan tempat baru? Tanyanya pada diri sendiri. Meski memang benar, dia tidak mengharapkan awal petualangannya berawal di dalam penjara, lagi!
Guratan cahaya terlihat di dinding penjara. Menandakan bahwa ada seseorang yang membuka pintunya dan hendak masuk. Aster kembali mundur mendekat ke arah Alby. Bersiaga untuk kembali menerima serangan ataupun hal buruk lainnya.
Ternyata seorang wanita berumur sekitar empat puluh tahun yang memasuki ruangan. Dia berjalan dengan sangat hati-hati, terlihat tidak sedang mencari sebuah masalah. Kain putih lusuh yang digunakan oleh para penyerang pun membalut rambut wanita tersebut. Aster mulai berpikiran bahwa benda itu menjadi sebuah trend di tempat dia berada sekarang.
Apa mungkin aku akan segera mendapatkannya juga?
Wanita itu membawa sebuah nampan berisi makanan, yang langsung ditarunya di dekat pintu. Aster sempat bertemu pandang dengan wanita tersebut. Meski tidak terlihat sebagai sebuah ancaman, Aster tetap waspada. "Ada di mana kami?" tanyanya. Namun tak ada jawaban sepatah katapun.
Setelah menyelesaikan tugasnya, wanita itu segera keluar dan mengunci kembali pintu penjara seperti semula. Aster berlari menggedor pintunya. "Hey! Untuk apa kalian mengurung kami? Ada di mana kami sekarang?" teriaknya.
Tak ada lubang sedikitpun pada pintu. Membuat Aster tak dapat mengintip keluar. Entah berapa lama mereka dapat bertahan di dalam sana tanpa adanya saluran udara. Atau mungkin hanya tidak terlihat karena ruangan yang terlalu gelap.
Tanpa menyerah, Aster meneriakkan kata-kata sama berulang kali. Tidak peduli tangannya terluka akibat benturan dengan pintu kasar di hadapannya. Dia hanya berharap bisa segera bebas. Ruangan sempit membuat perasaannya tidak terlalu nyaman.
"Sudahlah Aster. Mereka tidak akan menjawab." Alby tidak bisa melihat gadis itu menyiksa dirinya sendiri lebih lama.
Aster duduk di samping Alby dengan kesal. "Apa kita hanya harus diam hingga para Nibbanian mencari kita?"
"Sejujurnya aku ingin seperti itu. Tapi, aku khawatir apakah mereka tahu kita ada di mana sekarang?"
Aster sedikit merasa ngeri mengingat para Nibbanian tidak mungkin memeriksa seluruh lautan untuk mencari mereka. Bahkan tidak ada yang tahu Aster dan Alby pergi menggunakan motor terbang secara diam-diam. Entah bagaimana caranya, yang jelas mereka tidak bisa mengandalkan siapapun untuk bisa keluar dari tempat itu. Satu-satunya cara hanyalah berusaha seorang diri, meski entah bagaimana caranya. Sebelum ruangan lembab itu membuat mereka mati membusuk di dalamnya.
"Tidak usah khawatir, Aster. Aku yakin mereka akan menemukan kita."