⭐Part 1⭐

1838 Words
"Mas... Heels aku ke mana?" teriak Afra dari dapur tempat di mana rak sepatu di apartemen itu berada. Yuda yang mendengar teriakan istri tercintanya hanya bisa menggelengkan kepala. Apa lagi, sang istri sedang mengandung di mana hormonnya tidak stabil. Marah-marah, menangis tanpa ada sebab. Hanya masalah sepele saja terkadang Afra sampai menangis. "Apa bee. Ngga, kamu ngga boleh pake heels, inget bee. Kamu bawa siapa itu di perut kamu." "Terus aku pake apa Mas?" tanya Afra sebenarnya dia tidak terima dilarang oleh sang suami. Tapi ada benarnya juga apa yang dikatakan sang suami. "Nih, kamu pake flatshoes aja ya." tunjuk Yuda seraya membantu Afra mengenakannya. "Okey, yuk berangkat. Entar Syifa marah lagi sama aku gara gara aku telat datengnya." Yuda hanya bisa menggelengkan kepalanya. Tadi marah-marah, sekarang sudah tersenyum riang. Dasar bumil. Mereka mau mendatangi akad nikah dari salah satu sahabatnya. Ya siapa lagi jika bukan Syifa. Yang menyusul setelah dirinya. Tinggal Putri dan Kiki yang masih bertahan dengan kesendirian. Tapi tidak dengan Putri sebenarnya, karena Putri sebenarnya sudah sering diajak lebih serius oleh abangnya tapi selalu bilang, nanti. Padahal dulu, Putri yang selalu minta ada status di antara hubungannya dengan Bobby. Setelah Bobby mau memberi Putri status yang jelas secara agama dan negara, selalu mengalihkan pembicaraan jika sudah mengenai hal tersebut. "Entar di sana, kamu jangan terlalu aktif ya. Inget, kamu bawa buah cinta kita ya bee." tidak bosan Yuda selalu mengingatkan hal tersebut kepada sang istri. Dia paham, istrinya ini tipikal orang yang banyak tingkah. Tidak bisa diam jika tidak ditegur secara langsung. "Iya Mas. Protektif banget sih," dumel Afra seraya menyenderkan kepalanya di bahu sang suami. "Bukannya protektif. Aku tuh sayang sama kalian." ujar Yuda seraya menggenggam punggung tangan Afra, dan menciumnya dengan segenap rasa yang dia punya. "Iya iya. Tau kok Pak Dosen." Yuda memang masih menjadi seorang dosen di kampusnya. Hanya saja, sekarang fokusnya dibagi menjadi dua. Keduanya memiliki kafe yang baru buka. Yuda membangun kafe tersebut dengan sang istri, membangun dari nol menggunakan tabungan yang dia punya. "Love you," gumam Yuda sambil menciumi punggung tangan Afra. "Iya. Aku tau." balas Afra diiringi dengan kekehannya. Tanpa dibalas pernyataannya, Yuda pasti sudah tahu tentang perasaannya. Bahkan dulu, Afra lah yang berjuang pertama kali. Tau lah kalian. Akhinya keduanya tiba di tempat acara. Bisa dikatakan megah pesta pernikahan Syifa. Bagaimana tidak, sahabatnya itu menikahi seorang CEO beranak satu yang mana dulu pernah meminta dirinya yang menjadi ibu sambung dari Kila, putri dari Dwiki. Tapi takdir berkata lain. "Mas, jadi inget kita beberapa bulan yang lalu deh," ujar Afra. Yuda langsung menyuruh Afra menggamit lengan kiri nya, "Dan sekarang udah gol malah. Unggulkan bibit aku," sombong Yuda yang membuat Afra mencubit perutnya. "Inget tempat!" sebenarnya Afra ingin memisahkan dirinya dan menemui teman kampus yang lain. Tapi Yuda segera mencegahnya, dan tetap menyuruh Afra menggamit lengannya. "Afraaaaa," teriak Putri ketika baru saja dia dan Yuda masuk ke gedung yang di mana akan dilangsungkan akad dan diteruskan dengan pestanya. Yuda pasrah, melepaskan sang istri ke tempat di mana para teman kampusnya berkumpul tapi matanya masih mengawasi. Sedangkan dirinya memisahkan diri bersama dengan para kerabat yang dia kenal. "Ihhh Ya Allah.. 2 bulan ngga ketemu udah blendung aja ini si penganten baru." ledek Putri. "Iya dong. Kan membuahkan hasil." Kiki yang mendengar obrolan keduanya hanya bisa menggelengkan kepala. "Shut. Diem, tuh akadnya udah mau mulai." keduanya langusung diam mendengar intrupsi dari Kiki. Akad nikah pun berjalan dengan khidmat, sampai ketika kalimat SAH terujar dari para saksi. Dan tidak lama kemudian, seorang wanita keluar dengan anggunnya. Di apit oleh dua dayang. Afra sangat tahu siapa yang mengapit lengan Syifa. Yang sebelah Kiri itu pasti ibunya Syifa dan yang di sebelah kanan Kakaknya Syifa. Sungguh. Demi apapun, sahabatnya itu sangat cantik. Dengan kebaya putih tulang dengan kain batik untuk roknya. Serasi dengan yang dikenakan Pak Dwiki. "Lebih cantikan kamu kok." bisik seseorang. Afra tersentak kaget dengan bisikan tersebut. Dia langsung menolehkan kepala, benarkan dugaannya. Pasti sang suami yang tidak bisa jauh darinya. "Kamu ngapain di sini sih?" tanya Afra dengan berbisik juga. "Kita sehidup semati ngga akan pisah sampe maut memisahkan." ujar Yuda seraya menggenggam tangan Afra. Afra hanya diam saja. Padahal di dalamnya, jantungnya sudah berdisko. Walaupun Yuda sering melayangkan gombalan receh, tapi sangat berefek bagi Afra. Afra terharu, ketika melihat di mana kedua pengantin saling memakaikan cincin. Dia jadi ingat dirinya dulu dengan orang si sebelahnya. Entah kenapa, Afra mengeluarkan air mata. Yuda yang memang dari tadi hanya fokus dengan wanita special di sebelahnya hanya bisa menggelengkan kepalanya. Hormon ibu hamil itu benar adanya memang. Dia menyaksikan sendiri. "Nih dielap, ati-ati makeup-nya luntur." bisik Yuda seraya menyerahkan sapu tangan dari dalam kantong celananya. Afra menerima dengan senang hati, dan mengusap perlahan air matanya. Supaya makeup-nya juga tidak ikutan luntur. Jadi hanya dia tap tap saja matanya. Diam diam Afra mengambil punggung tangan Yuda, dan menciumnya. Tanpa berkata apapun, Yuda tersenyum melihat apa yang dilakukan sang istri. Dia balas mencium pucuk kepala Afra. Acara akad pun sudah selesai digantikan dengan resepsi langsung ditempat yang sama. Hanya pengantinnya saja yang berganti pakaian. Tamu sudah dipersilakan untuk menikmati hidangan yang ada, "Mau makan?" tanya Yuda. Afra menganggukan kepalanya, "Aku mau sate padang itu Mas," ujar Afra dengan nada manjanya. Yuda tidak sama sekali merasa risih dengan nada yang dikeluarkan Afra. Dia malah amat menyukai jika Afra berbicara seperti itu. "Tunggu di sini ya. Mas ambilin dulu." Yuda pun berlalu untuk mengambil sate yang diinginkan sang istri dan juga nasi. Tidak mungkin istrinya hanya memakan nasi. Afra menunggu sang suami seraya memainkan ponselnya, "Onti Afraaaaa." teriak gadis kecil yang suaranya tidak asing bagi Afra. Benar tebakannya. "Hay sayang." Kila langsung duduk di samping Afra, dia sudah tahu dari Bunda Syifa-nya jika di dalam perut Onti Afra ada adik bayi yang sedang berkembang. "Onti dedeknya cewe apa cowo?" tanya Kila dengan nada polos khas anak kecil sekali. "Belum tau sayang. Adek bayinya belum mau nampakin diri." Kila menganggukan kepalanya saja. Padahal dia tidak tahu apa yang di maksud Onti Afra nya.  "Kila udah makan?" "Udah. Tadi makan sama Eyang, Onti kapan-kapan main yaa sama Kila sama Bunda juga. Nanti kita main bareng Onti." ujar Kila. Dulu sebelum Afra mengandung, dirinya memang sering hangout bersama Kila dan juga Syifa. Berhubung dia sedang berbadan dua, Yuda sudah membatasi aktifitasnya. Dan dia hanya diam di rumah menunggu suaminya pulang mengajar. Selagi menunggu kepulangan suaminya, kegiatan Afra tidak lain dan tidak bukan hanya marathon filmnya. Atau mungkin membaca buku atau pun novel yang memang sengaja Yuda belikan untuk mengurangi kebosanan sang istri. "Iya sayang. Nanti ya kapan-kapan kita main bareng." jawan Afra sambil mengelus pucuk kepala Kila. "Kila ya ampun. Dari tadi Eyang cariin. Ayo kamu mau ganti baju," tegur suara yang Afra kenali. "Eh Nak Afra,"  "Mah, apa kabar?" tanya Afra kepada sosok wanita paruh baya yang tidak lain adalah Ibu dari Dwiki. Dirinya dulu sempat dekat dengan orang tua Dwiki. "Alhamdulillah baik. Eh lagi isi ya?" tanya Mama Cika ketika melihat perut Afra yang tidak rata, sedikit ke depan. "Iya alhamdulillah Mah." "Sehat-sehat ya sampe persalinan." "Aamiin makasih Mah." "Tuh kan jadi keenakan ngobrol. Nanti kita terusin lagi ya sayang, Mama mau urusin ini dulu si bocil." "Oh iya Mah, silakan." Mama Cika pun pergi dengan tangannya yang menggandeng sang cucu yang gampang lepas jika tidak digenggam. "Bee," panggil Yuda. Afra menolehkan kepalanya, dia melihat sang suami sudah membawa dua piring. Yang satu sepiring sate yang dia mau dan yang satu lagi untuk yang mengambilkan. "Nih," ujar Yuda serays menyerahkan sepiring sate padang. "Maaciww Mas." Afra sangat menikmati sate padang di hadapannya. Afra diam di tempat ketika tangan Yuda mengelap bibirnya, "Yang bener bee makan nya. Tenang aku ngga bakalan minta." kekeh Yuda melihat cara makan sang istri yang sangat lahap. "Aaaa.." ujar Yuda seraya menyuapkan Afra sesendok nasi beserta lauknya, "Ngapain?" bukannya langsung menerima suapannya, tapi Afra malah bertanya. "Kamu belum makan loh. Cuman minum s**u doang tadi pagi." Afra menerima sesendok nasi yang Yuda siapkan. Memang benar, dirinya dan sang suami belum sempat sarapan. Faktor bangun kesiangan. Yuda hanya sempat menyeduhkan sang istri s**u ibu hamil. Jadi lah, Yuda makan sepiring berdua dengan sang istri. Sedangkan Afra hanya memakan sate padangnya seorang diri. "Beh, liatin Ki. Si bumil rakus amat, di tangannya ada sepiring sate eh masih aja nerima suapan dari Pak Dosen." ledek Putri yang tau-tau sudah duduk di sebelah Afra. Afra hanya merespon dengan memutar bola matanya. Malas menanggapi ledekan sahabatnya. "Bacot ih!" "Bee." protes Yuda ketika mendengar sang istri mengumpat. Putri dan Kiki berusaha menahan tawanya. Dulu seorang Afra yang bar-bar sekarang sudah ada pawang yang bisa menenangkannya. Yuda menumpuk kedua piring tersebut dan meletakkan di bawah kursi yang dia duduki. "Eh pengantennya udah dateng?" tanya Afra. "Udah. Mangkannya gue nyariin elu tadi ama si Kiki. Mau salaman bareng. Eh taunya yang di cari malah lagi mojok ama lakinya." sindir Putri. Afra tidak merasa tersindir sedikitpun. Sedangkan Yuda, sudah membuang mukanya. Seperti dia yang merasa disindir, bukan istrinya. "Yeay, sirik aja lu berdua. Yang halal tuh emang lebih mantaf." tidak mau mendengarkan kesombongan sang sahabat, Putri langsung mengajakan bersalaman dengan pengantin. Belum sampai mereka di atas pelaminan, Afra sudah berlari menaiki tangga, "Aaaa bebeb gue udah nyusul." teriak Afra tanpa tau malu. Putri dan Kila hanya bisa terbengong melihat perilaku bumil didepannya, "Pak, istri Bapak itu?" tanya Putri ke Yuda yang hanya bisa menggelengkan kepala melihat apa yang di lakukan sang istri. Ingatkan Yuda, untuk menghukum istrinya nanti. Padahal tadi di mobil sang istri sudah berjanji tidak akan pecicilan. "Sayangnya iya Put. Kalo ngga cinta mah, mana mau saya ngaku." kekeh Yuda dengan nada gurauannya. Putri dan Kiki hanya bisa tertawa mendengar candaan dari sang dosen. Sudah biasa bagi para sahabat Afra jika melihat sosok Yuda yang sekarang lebih hangat dengan sekitar. Tidak seperti dulu, yang dingin dengan lingkungan. Kedatangan Afra di hidup Yuda memang sangat berefek. "Barakallah Pak Dwiki." ujar Afra setelah sampai di depan pengantin. "Makasih Afra, wah udah isi aja ya. Lancar yaa sampe persalinan." "Aamiin Pak, cepet nyusul Pak. Kila butuh adek itu." gurau Afra yang langsung mendapat pelototan dari Syifa. "Doa kan semoga segera di kasih." Afra berpindah ke pengantin wanita, "Ihh Ya Allah. Ngga nyangka yang nyusul gue si tomboy." canda Afra langsung memeluk tubuh mempelai wanita. Syifa balas merengkuh Afra dengan erat. "Takdir." jawab Syifa seraya terkekeh. Afra melepaskan pelukannya, dan mengelus perutnya sendiri dan bergantian mengelus perut Syifa, "Cepet nyusul." ujar nya. Syifa yang melihat tingkah absurd sang sahabat tidak heran. Sudah biasa bagi nya, "Aamiin, doain aja ya." jawab Syifa. Kiki dan Putri pun menysul menyalami mempelai wanita yang mana itu sahabat mereka. Diikuti dengan Yuda di belakang mereka. "Capek?" tanya Yuda ketika mereka sudah turun dari pelaminan. Afra mengangguk. Sudah terlihat dari wajah lelahnya. Entah kenapa, padahal usia kandungan nya baru menginjak 12 minggu tapi sudah terasa lelah. Yuda memutuskan untuk berpamitan terlebih dahulu. Tidak tega dengan keadaan istrinya. Dia menitipkan salam untuk pengantin kepada sahabat istrinya. Sedangkan Afra sudah tidak bisa mengatakan apapun. Dia sudah amat lelah. Ingatkan Yuda ketika nanti sampai di apartement, dirinya akan menasihati istrinya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD