Prolog
1,5 km lepas pantai pelabuhan Larnaka, Siprus.
Tiga puluh menit ia habiskan di kedalaman empat puluh dua meter di bawah laut. Menikmati sensasi keluar masuk menjelajahi sisa-sisa bangkai kapal yang berkarat. Ikan berenang di celah-celahnya dengan bebas, mengabaikan beberapa makhluk asing bernama manusia ikut membaur bersama mereka.
Ia memberi isyarat melalui tangannya pada teman satu tim dan pemandunya bahwa dirinya akan naik terlebih dahulu. Sisa udara di dalam tangki hanya cukup untuk naik dan melakukan dekompresi empat kali selama empat puluh menit sebelum melesat ke permukaan.
Ia berenang menuju tali pemandu dan naik menuju kedalaman dua belas meter lalu berhenti untuk dekompresi selama dua menit.
Empat menit berikutnya ia habiskan sambil melamun di kedalaman sembilan meter. Memikirkan pekerjaan yang menunggu setelah kepulangannya nanti.
Hanya memiliki waktu satu minggu saja untuk liburan dirasa sangat kurang akibat cukup banyak yang habis di perjalanan. Belum lagi, ia harus meredakan jetlag selama satu hari setelah berada di udara yang semakin memangkas jatah liburnya.
Sedang asik melamun, ia terperanjat kaget.
Sesosok tubuh melayang bebas di sampingnya. Jantungnya berpacu cepat, lalu ia buru-buru menetralkannya. Detak jantung yang memburu bisa mempercepat habisnya sisa udara dalam tangki yang ia bawa.
Matanya menyipit heran. Sosok itu mengenakan diving suit yang berbeda. Mungkin saja ia berasal dari tim lain yang kebetulan tersesat atau paling sial terbawa arus.
Dengan berpegangan pada tali pemandu, ia meraih sosok yang kelihatannya kehilangan kesadaran tersebut dan menyeretnya ke arahnya. Ia lalu melesat ke atas menuju kedalaman enam meter untuk proses dekompresi selanjutnya.
Netranya memperhatikan sosok itu dengan seksama. Matanya terpejam rapat. Untung saja mulutnya masih melekat erat pada regulator udara.
Ia menepuk pipi sosok itu pelan. Mata tersebut sempat membuka sebentar, setelah itu kembali menutup. Sepertinya dia mengalami nitrogen narcosis yang parah hingga bisa hanyut di bawa arus ke tempatnya berada saat ini.
Kepalanya menunduk memeriksa indikator tangki yang melekat padanya. Hanya tersisa udara sedikit, diperkirakan untuk beberapa menit saja.
Sial!
Di titik dekompresi terakhir, tangkinya sudah tidak menyisakan apa-apa, begitu juga dengan tangki sosok yang di tolong. Jantungnya berpacu panik.
Tidak ada pilihan. Paru-parunya sudah memberontak meminta udara.
Dengan nekat ia melesat ke permukaan. Memotong lima belas menit waktu yang seharusnya ia pakai untuk menetralkan kadar nitrogen dalam darahnya dan bertaruh menyelamatkan dirinya sendiri sambil menyeret sosok yang masih ia pegang dengan tangannya.
Ia melupakan bahaya yang mengintai akibat naik terlalu cepat. Sambil berdoa dalam hati semoga pembuluh darahnya kali ini bisa berkompromi, atau ia harus mati konyol akibat menyelamatkan nyawa lain yang tidak dikenal.
Kunfayakun! Apa yang akan terjadi, terjadilah!