“Bang....”
“Hem ....”
Rendra bergumam sebagai respon dengan mata terpejam setelah keduanya berbaring sejajar dengan posisi terlentang di atas tempat tidur.
Setelah makan malam tadi mereka sempat menonton film bersama di ruang televisi dengan Aura yang duduk manis di sampingnya tanpa suara bahkan sesaat Rendra tidak sadar ada makhluk manis yang sedari tadi menemani.
Dan ketika keduanya memutuskan untuk tidur, Rendra sempat menggendong Aura yang kesulitan menaiki tangga.
Lagi-lagi Rendra bisa melihat wajah Aura merona, gadis itu melingkarkan kedua tangan di leher Rendra dengan wajah menengok ke belakang membuat hembusan nafasnya mengenai leher Rendra membuat gelenyar aneh terasa di dari dalam tubuh pria itu.
Beberapa hari hidup bersama Aura memang tidak begitu merepotkan karena gadis itu juga tidak banyak permintaan, lebih sering diam dan menuruti semua perkataannya.
Tubuh Aura juga ringan jadi ketika Rendra harus menggendong Aura dari lantai bawah ke kamarnya yang berada di lantai dua, bukan hal yang sulit bagi pria itu.
“Selama dua bulan sebelum masuk kuliah, Aura ngapain ya Bang? Aura bosen kalau di rumah terus” Aura membuat topik pembicaraan.
“Kamu mau pulang?”
Pertanyaan di jawab dengan pertanyaan sudah sangat menjengkelkan dan ini ditambah dengan pengusiran secara tidak langsung.
Bibir Aura mencebik untuk pertama kalinya di depan Rendra.
“Abang mau Aura pulang?”
Tidak mau kalah, Aura juga belajar untuk bersikap menyebalkan dengan bertanya balik.
“Enggak...,” jawab Rendra cepat masih dengan mata terpejam membuat bibir Aura sedikit tertarik ke atas.
“Grandpa sama grandma pasti protes, kedua orang tua kita juga akan banyak pertanyaan...pusing nanti aku jawabnya.” Rendra melanjutkan kalimatnya dan seketika itu juga Aura seperti terhempas begitu saja setelah dibawa terbang ke atas langit.
Aura pikir Rendra menginginkan kehadirannya.
“Trus Aura harus ngapain?” tanyanya menuntut sedikit nada kesal yang kentara.
“Tidur! Udah malem!” Rendra menjawab menyebalkan yang sialnya memang masuk akal.
Bibir Aura kembali mencebik sebal kemudian membalikan tubuh memunggungi sang suami yang tanpa Aura sadari sedang menggigit bibir menahan tawa.
“Maksudnya bukan sekarang banget tapi besok-besok.” Aura bersungut-sungut dengan suara pelan namun masih bisa Rendra dengar.
Tidak bisa Rendra pungkiri kehadiran Aura di hidupnya dapat menjadi suatu hiburan tersendiri.
Entah kenapa dia merasa senang bila telah membuat kesal Aura, kerinduan pada sang adik-Zeline dapat terobati karena ada Aura di sampingnya.
***
Sudah waktunya memeriksa pergelangan kaki Aura ke dokter, Rendra meminta driver dan kepala pelayan untuk menemani Aura ke rumah sakit karena dia ada janji penting hari ini.
Kepala pelayan bernama Agusta begitu kaku, berbeda dengan sopir bernama Jerry yang lebih bersahabat.
“Paman, bisa kita berhenti di toko es krim sana?” Aura mencondongkan tubuh ke kabin depan sambil bertanya demikian.
“Duduklah yang benar Nyonya dan pakailah sabuk pengaman,” balas pria paruh baya itu dingin tapi tetap mengabulkan keinginan sang nyonya untuk berhenti di toko es krim.
“Biar saya yang turun Nyonya, Nyonya mau es krim rasa apa?” Jerry bertanya dengan sopan seraya menoleh ke belakang.
“Aura mau makan es krimnya di sana, boleh?” Aura meminta persetujuan Agusta dengan menunjukan puppy eyes yang membuat Agusta luluh.
Agusta menghembuskan nafas kasar. “Baiklah!” Dengan sangat terpaksa menyetujui.
Jerry membukakan pintu bagian Aura kemudian membantu memapah sang nyonya yang kakinya masih dalam balutan perban.
Lelaki bertubuh kekar yang seumur dengan Rendra itu tidak sabaran karena sebelumnya Agusta memberi info janji bertemu dokter pukul satu siang sementara jam sudah menunjukan pukul dua belas lebih.
Tanpa meminta ijin terlebih dahulu, Jerry menggendong Aura hingga gadis itu memekik panik.
“Biar cepat sampai, Nyonya … sebentar lagi sudah waktunya bertemu dokter! Nonya berjalan seperti nenek-nenek berumur tujuh puluh tahun.” Jerry memberi alasan.
Aura tertawa karenanya dan mengucapkan terimakasih setelah Jerry menurunkannya di sofa.
Setelah memberitahu rasa es krim yang diinginkan, Jerry bergegas menuju kasir dan memesankannya untuk Aura.
Agusta yang baru masuk ke dalam cafe jadi geram lantas memukul kepala Jerry sampai pria itu mengaduh namun tak ayal, kepala pelayan itu juga memesan dan membayar es krim untuk mereka bertiga.
“Saya mohon maaf atas perlakuan tidak sopan Jerry kepada Nyonya, saya mohon agar Nyonya tidak memberitahukannya kepada tuan muda!” Agusta memohon setelah duduk di sofa di depan Aura.
“Santai saja Paman, Aura enggak akan ngadu sama Abang,” balas Aura disertai senyum tulus.
Selang berapa lama Jerry datang membawa es krim pesanan Aura kemudian hendak duduk dalam satu meja namun Agusta mengusirnya.
“Jerry, duduk di sini saja …,” pinta Aura.
“Tapi Nyo—“
“Enggak apa-apa Paman, kita duduk satu meja aja ya.”
Lagi-lagi dengan sangat terpaksa Agusta mengangguk dan meminta Jerry untuk duduk di sampingnya.
Aura terlihat ceria dengan sering tertawa menanggapi lelucon Jerry.
Semenjak gadis itu tiba, baru kali ini Agusta melihat tawa lepasnya.
Beberapa hari ditinggal Rendra bekerja, Aura menghabiskan waktunya di perpustakaan.
Aura tidak memiliki teman sementara sang suami pergi pagi pulang malam, sibuk bekerja.
“Besok tuan dan nyonya besar akan kembali,” kata Agusta memberitahu.
“Oh ya?” Aura bertanya meyakinkan dengan binar bahagia.
Jikalau grandma Mery pulang nanti, dia tidak akan merasa kesepian.
Namun sedetik kemudian ekspresi wajah Aura berubah muram.
“Kata Abang, rumah yang baru dia beli udah hampir selesai direnovasi dan mungkin beberapa hari lagi kita akan tinggal di sana ….” Raut wajah Aura tampak sendu.
“Jadi Nyonya tidak akan tinggal di sini?” Jerry yang bertanya, lelaki itu nampak kecewa.
Aura menggelengkan kepala sebagai balasan sambil menipiskan bibirnya.
“Pengantin baru memang sebaiknya tinggal hanya berdua saja agar tidak ada yang mengatur dan ikut campur … nyonya besar bisa sangat cerewet!” Komentar Agusta seraya mengedipkan satu mata seakan memberi semangat.
Aura tersenyum lalu mengangguk setuju.
Setelah menghabiskan es krim, mereka bertiga kembali melanjutkan perjalanan menuju rumah sakit.