Istriku

824 Words
“Morning...,” Sapa Aura kepada dua temannya yang sudah datang terlebih dahulu. Deasy dan Lucky sontak menatap aneh Aura, make up dan cara berpakaiannya sudah kembali seperti semula. “Apa orang Indonesia tidak memiliki pendirian?” tanya Lucky dengan lipatan di kening. “Tidak semua, hanya aku saja …,” balas Aura ringan. “Apa kamu tidak salah minum obat?” cecar Deasy masih tidak mengerti dengan Aura yang kembali berpenampilan seperti semula. “Suamiku meminta agar aku kembali seperti dulu,” balas Aura sibuk menyalakan komputernya. “Sebetulnya kamu memiliki masalah apa dengan suamimu? Hingga saat ini kamu tidak pernah mau cerita! Coba mana foto suamimu, aku ingin tahu bagaimana parasnya!” Deasy yang memiliki keingin tahuan tingkat tinggi mulai menggali tentang Aura. “Aku hanya tidak ingin membebani kalian.…” Aura menggantung kalimatnya. “Kalau begitu mana fot—“ Pertanyaan Deasy terjeda ketika miss Adisson menghampiri. “Ke ruangan mr Spike, sekarang juga!” titah wanita berkacamata itu seraya memberikan berkas yang harus diberikan kepada George. Aura mengangguk sebagai balasan kemudian bangkit dari kursi dan mulai melangkah pergi disertai tatapan tajam miss Adisson yang menyimpan kedua tangan di pinggang. Aura sebetulnya malu bertemu George, masih tidak enak hati telah membatalkan janjinya secara sepihak. Tapi dia harus bersikap profesional, Aura berusaha mencari alasan yang tepat untuk menjelaskan kenapa dirinya membatalkan janji begitu saja tadi malam. Tok... Tok... Tok... “Masuk!” suara perintah dari dalam membuat Aura mendorong benda di depannya. Melangkah perlahan mendekati meja di mana George sedang duduk di kursi kebesarannya. Lelaki itu begitu fokus menatap laptop dengan sesekali memindai berkas berisikan banyak angka. “Saya diminta miss Addison untuk memberikan berkas ini,” kata Aura setelah sampai di depan meja George dan lelaki itu langsung mendongak. Kedua mata mereka bertemu beberapa saat kemudian dengan cepat George memutusnya terlebih dahulu setelah Aura melihat manik blue Sky itu menunjukan kekecewaan. “Kenapa kamu membatalkannya?” George bertanya dengan nada dingin, kini tangannya sibuk menandatangani beberapa lembar berkas. “Maaf...saya tidak bisa, saya memiliki suami dan saya tidak bisa mengkhianatinya! Saya sudah melakukan kesalahan dengan menerima ajakan Tuan makan siang waktu itu.” Aura memilih mengaku. George beranjak dari kursi mendekati Aura dengan tatapan tajam. “Suami? Kamu sudah menikah?” lelaki itu bertanya dengan kedua alis bertaut. Aura langsung mengangguk sebagai jawaban, pandangannya tertunduk dalam menatap ujung sepatu. George menghembuskan nafas kasar. “Apa Narendra adalah suami kamu?” tanyanya lagi setelah menyandarkan setengah tubuh pada sisi meja. George bukanlah pria bodoh, Rendra tidak akan merekrutnya bila dia tidak cerdas dan tidak memiliki insting yang kuat. Aura memilih diam, bimbang karena sebelumnya Narendra meminta untuk merahasiakan pernikahan mereka. Sedetik kemudian pintu terbuka, Narendra yang sedari tadi menguping pembicaraan Aura dan George langsung masuk menyelamatkan Aura yang dilanda gugup mencari jawaban dari pertanyaan George. “Iya...dia istriku!” Aku Rendra membuat mata Aura membulat sempurna sementara George tersenyum penuh kepuasan. “Sudah kuduga, karena tidak mungkin kamu semarah itu saat tau aku mengajak Aura ke nightclub,” timpal George sambil melipat tangan di d**a. “Abang marah sama tuan Spike?” Pertanyaan polos berbahasa Indonesia terlontar begitu saja dari mulut Aura. “Iya lah, kalau kamu diperawanin si George nanti Abang yang repot,” balas Narendra nyeleneh tapi ketus. “Aura batalin kok, Bang! Aura masih perawan sekarang …,” ujarnya dengan tatapan penuh keyakinan. “Apa yang kalian bicarakan?” George tidak mengerti bahasa Indonesia. Pria itu menghempaskan bokongnya di single sofa set yang berada di tengah ruangan. “Tolong rahasiakan statusku dan Aura,” pinta Narendra menekan nada suaranya serendah mungkin. “Kenapa? Kamu malu memiliki istri seorang anak kecil?” ledek George membuat bibir Aura mengerucut sebal. “Aku tidak ingin disangka menyalahgunakan kekuasaan menerima Aura di sini.” Rendra memberi alasan masuk akal. George manggut-manggut tanda mengerti namun setelahnya ia berdecak. “Aku pikir kamu masih perawan sehingga aku bisa mencicipi seorang gadis Asia, ternyata kamu sudah menikah!” George menggerutu memperlihatkan ekspresi kecewa yang dibuat-buat. “Aku masih pe—“ Kalimat Aura terjeda oleh dekheman Narendra. George terkekeh sembari menatap Aura. “Aku tidak menyangka istri pilihan orang tuamu begitu cantik.” “Kalau kamu tidak menginginkannya, aku dengan senang hati akan menerima Aura,” sambung George sambil merentangkan kedua tangan. Aura merotasi kedua bola matanya jengah lalu tiba-tiba tubuhnya terhuyung ke belakang ditarik Narendra. “Cari mati?” ujar Rendra dingin dan tatapan membunuh dan George hanya mengendikan bahunya sebagai balasan menantang. Sang CEO tampan akhirnya keluar dari ruangan George sambil menarik tangan sang istri dan baru melepaskan cengkraman tangan itu ketika mereka berdua sudah berada di depan lift tanpa menghiraukan beberapa pasang mata yang diam-diam menatap curiga ke arah mereka. Rendra menoleh ke samping bersamaan dengan Aura yang sedang mendongak mengawasi ekspresi Rendra kemudian tersenyum setelah beberapa detik mereka hanya saling pandang. Pria itu berdehem lalu memutuskan pandangan memindai segala arah untuk menetralkan detak jantung yang bergerak over acting di dalam rongga dadanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD