Setelah mengganti pakaiannya, Rendra kembali ke ruang televisi di mana Aura sudah ada di sana memakai gaun tidur dengan warna senada.
Gaun tidur berbahan satin yang seolah menempel membentuk lekukan tubuh Aura walau sudah dilapisi nightrobe.
Aura nampak lebih dewasa dari umurnya dan mampu membuat Rendra...terpesona.
Rendra berdeham kemudian mengalihkan pandangannya ke segala arah sedang merutuki matanya yang lancang menikmati keindahan tubuh sang istri.
“Bang...Sini kita foto dulu, siapa tau kita dapet hadiah! Di sini ada petunjuknya, jadi baju tidur ini memang gift untuk pasangan pengantin baru dan pengantin baru yang mendapat hadiah ini boleh mengirimkan foto selfie, nanti dipilih foto yang paling bagus akan mendapatkan voucher belanja! Ayo Bang kita selfie!” seru Aura penuh semangat
“Ogah!” Rendra menjawab disertai kerutan di antara alisnya.
Apa-apaan gadis ini, sudah memintanya berganti pakaian kini memintanya foto bersama apalagi foto yang diperuntukan kepada sepasang suami istri.
Walau mereka memang sudah menjadi pasangan suami istri tapi tidak saling mencintai jadi untuk apa melakukan foto bersama seperti itu?
“Abaaang...malah ngelamun, ayo kita foto!”
Aura mengambil posisi di depan Rendra kemudian menyandarkan kepala di d**a suaminya yang bidang. “Tunggu sampe sepuluh,” perintah Aura yang sudah bersiap berpose.
“Senyum, Bang!” tambahnya lagi.
Kamera yang dia simpan di atas meja sudah menunjukan angka sembilan dan Rendra dengan tidak berperasaan langsung menghindar dengan cara memutar tubuhnya.
“Bang!!” jerit Aura gemas.
“Kalau aku bilang enggak mau ya enggak mau!” Rendra berseru menggunakan nada tinggi.
“Kenapa? Aura itu aib ya di hidup Abang sampe Abang enggak mau foto sama Aura? Kenapa Abang mau dinikahin sama Aura kalau Abang enggak sudi? Bang, bukan Abang aja yang sakit...Aura juga sakit, Aura baru aja ditinggal pergi sama orang yang Aura cintai, Sigit enggak menginginkan Aura dan sekarang Aura juga harus nikah sama Abang yang selalu dingin dan ketus karena terpaksa menikahi Aura...coba Abang bayangkan gimana hancurnya perasaan Aura sebagai perempuan yang tidak diinginkan oleh siapapun?” Aura bicara sambil terisak, dia menjeda kalimatnya untuk menarik nafas karena baru sadar semua kalimat tadi diucapkan hanya salam satu tarikan nafas.
Sementara Rendra sudah menghentikan langkahnya semenjak Aura memanggilnya tanpa mau membalikan badan.
“Aura tau Abang ga cinta sama Aura, tapi apa enggak bisa Abang bersikap baik? Kita kerja sama sampai....” Kembali kalimat itu terjeda karena erangan tertahan sudah tidak sanggup Aura sembunyikan.
“Sampai terserah Abang kapan mau menceraikan Aura,” sambung Aura dengan nada bergetar kemudian berlari memasuki kamarnya yang berada tepat di sebrang kamar Rendra.
Rendra masih mematung di tempatnya hingga terdengar suara pintu kamar Aura yang dibanting kencang.
Rendra tau Aura sedang menangis di dalam kamarnya, meluapkan semua kesedihan, kekecewaan yang dia tahan selama beberapa hari ini.
Rendra juga sebenarnya sadar mengenai semua hal yang diungkapkan Aura barusan tapi entah kenapa dia selalu bersikap ketus dan dingin pada Aura yang menurutnya juga tidak bersalah.
Lelaki itu menyugar rambutnya ke belakang, masih belum mengerti dengan apa yang terjadi lalu apa yang harus dilakukannya sekarang?
Keesokan harinya Rendra tidak menemukan Aura di ruang makan juga di dapur apalagi ruang tamu yang baru saja dilewatinya ketika keluar dari kamar.
Dia berpikir kalau Aura belum bangun namun setelah pulang kerja pun dia tidak menemukan Aura.
Namun terdengar suara dan lampu menyala dari kamar Aura membuat perasaan Rendra lega tapi tetap saja ada sejumput rasa bersalah bersarang di hatinya.
Rendra tau bila gadis itu sedang menghindarinya, seharusnya dia meminta maaf namun ada baiknya bila dia memberikan Aura sedikit waktu untuk meredakan amarah.
Diam-diam Rendra bertanya kepada pelayan yang setiap hari datang ke rumah untuk membersihkan rumah dan memasak.
Pelayan itu bilang kalau Aura makan tepat waktu walau terlihat murung beberapa hari ini, Rendra tau dirinyalah yang bertanggung akan hal itu.
Di sisi lain Rendra juga salut dengan Aura yang tidak mengadukannya macam-macam pada grandpa dan grandma.
Bahkan Aura tidak keluar dari rumah selama mereka tidak saling bicara.
Hingga tiga hari berlalu, Rendra tidak bertatap muka dengan Aura sedangkan mereka tinggal satu atap.
Rendra jadi khawatir dibuatnya, terakhir kali bertemu, gadis itu masih berjalan tertatih dan masih mengkonsumsi obat yang diresepkan dokter dan bagaimana keadaan kakinya saat ini?
Mengenai rasa bosan yang sempat diungkapkan gadis itu, Rendra juga telah meminta bagian Human Capital untuk memasukan Aura menjadi pekerja magang di perusahaan sampai Aura masuk kuliah.
Tapi bagaimana dia mengatakannya kepada Aura bila gadis itu terus saja menghindarinya?
Suara batuk Aura mengembalikan Rendra ke dunia nyata, pria itu sedari tadi melamun di depan pintu kamar Aura.
Rendra membalikan tubuh memasuki kamar untuk membersihkan tubuh dan berganti pakaian.
Beberapa saat kemudian pria itu keluar dari kamar dengan tubuh yang telah segar, berniat menonton televisi dan berharap bertemu Aura yang semoga saja tiba-tiba keluar dari kamarnya.
Suara batuk kembali terdengar lebih sering dengan tempo cepat.
Tiga puluh menit lamanya dia duduk gelisah di sofa ruang televisi yang malah memfokuskan diri pada Aura yang tidak berhenti batuk di dalam kamar.
Didorong rasa khawatir yang besar, Rendra beranjak menuju kamar Aura.
Dia sempat berdiri beberapa saat karena ragu tapi suara batuk Aura terdengar semakin kencang saja hingga memekakan telinga membuat tangan Rendra terangkat mengetuk benda kayu bercat putih di depannya.
Tidak ada jawaban atau pun pergerakan dari benda tersebut hanya suara batuk Aura yang bertambah kencang terdengar.
Rendra memutar knop pintu kemudian mendorong benda tersebut yang ternyata tidak terkunci.
Pandangannya langsung tertuju pada Aura yang kepayahan memegang dadanya yang sesak karena batuk yang tidak kunjung berhenti.
Dengan raut wajah khawatir Rendra mendekati ranjang. “Kamu kenapa?”
“Uhuk...Uhuk...A...lergi...Uhuk...Di...Uhuk...ngin,” jawab Aura susah payah di antara batuk yang tidak jugad berhenti.
Rendra bergegas keluar kamar mengambil air dari dapur kemudian mencari ponsel yang tadi dia letakan di atas meja.
Setelah berada di kamar Aura, Rendra mengangsurkan gelas berisi air kepada Aura kemudian dibalas gelangan kepala oleh Aura yang nampak tersiksa mengeluarkan batuk yang masih belum berhenti.
Rendra menyimpan gelas di atas nakas, kemudian mencari nomor kontak ayah mertuanya lalu menekan tombol hijau untuk menghubungi beliau.
“Hallo....” Terdengar suara papi Edward di ujung panggilan sana.
“Om...Aura alergi dingin, Abang harus gimana ya?” tanya Rendra to the point.
“Dipeluk Bang, suhu tubuh kamu bisa menghangatkan tubuh Aura...dia akan berhenti batuk kalau kamu peluk,” kata sang ayah mertua memberi tau dengan santainya seolah itu pekerjaan mudah.
Rendra memang beberapa kali pernah memeluk Aura tapi itu tidak sengaja sementara yang harus dia lakukan sekarang adalah dengan kesadaran penuh.
“Enggak ada cara lain, Om?” Rendra kembali bertanya.
“Kamu bisa bawa dia ke dokter tapi Om yakin dokter di sana pasti akan menyarankan hal yang sama, para dokter di sana tidak akan memberi obat kimia bila jalan lain masih bisa dilakukan,” jawab papi Edward terdengar lemah.
Tampaknya sang ayah mertua bisa menebak hubungan sang putri dengan suaminya yang belum ada perubahan.
“Oke, Om...Terimakasih,” ujar Rendra cepat kemudian mematikan sambungan teleponnya.
Rendra duduk di depan Aura yang sudah hampir menyerah dengan batuknya, gadis itu terlihat tidak berdaya.
Yang dilakukan Rendra selanjutnya adalah menarik pinggang Aura kemudian membawanya dalam dekapan seraya berbaring sejajar setelah sebelumnya menarik selimut untuk membalut tubuh mereka.
Aura sempat membeku beberapa saat namun detik berikutnya dia melingkarkan tangan di pinggang suaminya kemudian membenamkan wajahnya di d**a pria itu mencari kehangatan.
Pelukan Rendra mengerat ketika merasakan Aura mencengkram kaosnya.
Selang berapa lama batuk Aura mereda hingga akhirnya berhenti total.
Pemanas ruangan padahal sudah bekerja maksimal namun ternyata alergi dingin Aura baru bisa sembuh bila mendapat transfer panas dari suhu tubuh orang lain.