“Rey!!!” Teriak Andra sambil berlari-lari di koridor depan kelasnya.
“Woi, ngapain lo teriak-teriak manggil nama gue?” Tanya Rey saat Andra langsung menghempaskan tubuhnya di atas kursinya yang berada di samping Rey.
“Gue ada kabar baik.” Sahut Andra dengan tersenyum bahagia.
“Kabar baik apa? Lo di terima Selly? Wah selamat ya, akhirnya gue bisa terbebas dari nenek lampir itu.” Sahut Rey antusias sambil menyalami tangan Andra dengan penuh semangat.
“Bukan itu b**o!” Sahut Andra sambil menjitak pelan puncak kepala Rey. Rey meringis kecil saat Andra mendaratkan sebuah jitakan di kepalanya. “Lagian gue juga gak minat sama tuh nenek lampir.” Andra ikut-ikut memanggil Selly dengan sebutan nenek lampir.
“Jadi apa dong yang buat elo jadi seneng banget kayak gini?” tanya Rey bingung.
“Lo tau kan cewek yang waktu itu gue ceritain sama lo?”
Rey menggelengkan kepalanya. “Enggak, emangnya kapan elo cerita tentang cewek sama gue?”
“Elo gak tau? Yaudah sini gue ceritain sama elo.”
Rey sedikit mendekatkan tubuhnya pada Andra untuk mendengarkan cerita Andra. “Alhamdulillah, akhirnya temen gue bisa juga suka sama cewek.” Gumam Rey pelan.
“Namanya Alya, dia anak XI IPA 4, satu kelas sama Selly.”
Mendengar nama Selly di sebut ekspresi wajah Rey langsung berubah. “Bisa gak sih elo gak nyebutin nama tuh cewek lenje?”
“Udah ah, lagian gue gak bahas tuh cewek, gue mau bahas tentang cewek yang gue suka.” Sahut Andra.
“Ya udah, lanjut!”
“Gue suka sama dia sejak pertama kali gue lihat dia pada hari pertama MOS. Dia gadis yang baik, penuh canda tawa dan gak pernah sedikit pun mengeluh. Dia gadis yang sangat cantik yang pernah gue temui selama hidup gue. Gak pernah sebelumnya gue nemuin cewek secantik dan sebaik dia. Karena dialah gue berubah, gue rajin belajar dan berusaha untuk gak ngeluh pada keadaan. Gue sangat mencintai dia, menyayanginya, dan gue bertekad buat selalu jagain Alya.
“Alya gadis yang periang. Gue gak pernah lihat dia nangis sekali pun. Dia selalu memperlihatkan senyum yang selalu terukir di wajahnya. Dia selalu ramah pada setiap orang. Dan gue sangat yakin kalau orang-orang di sekitarnya akan merasa senang kalau ada Alya di dekat mereka. Karena itulah yang gue rasain saat berada di dekat Alya. Jantung gue berdetak cepat banget, darah gue mengalir deras. Cuma sama dia gue ngerasain yang kayak gini.”
Rey melihat keseriusan di wajah Andra, jadi dia sangat yakin kalau Andra benar-benar mencintai Alya. Tapi, Rey benar-benar tidak tahu seperti apa wajah Alya. Apakah benar-benar sesuai dengan apa yang digambarkan oleh Andra melalui kata-katanya atau tidak.
“Ndra, gue bisa liat dari mata lo kalo elo bener-bener tulus cinta sama Alya.”
“Lebih dari itu, Rey. Gue bener-bener amat sangat tulus mencintai Alya.” Tambah Andra dengan antusias.
“By the way, gue bisa tau gak seperti apa cewek yang elo suka itu?” tanya Rey penasaran.
Andra mengangguk dengan penuh semangat. “Ikut gue.”
Rey berjalan di samping Andra mengikuti kangkah kaki cowok itu untuk melihat Alya, gadis yang di sukai Andra. Rey menghentikan langkahnya saat melihat Andra menghentikan langkah kakinya tepat di depan pintu ruang lukis.
“Itu Alya…” seru Andra sambil menunjuk ke dalam ruangan tersebut.
Rey melongokkan sedikit kepalanya dari balik kaca pintu ruang lukis tersebut. Dari tempatnya berdiri kini Rey dapat melihat secara jelas isi ruang lukis tersebut. Kemudian matanya menangkap sosok yang ada di samping kiri ruangan tersebut. Rey melihat seorang gadis yang rambutnya dikuncir sebagian tengah duduk di depan sebuah kanvas.
Rey tidak dapat melihat dengan jelas wajah gadis tersebut karena wajahnya tertutup kanvas. Tiba-tiba mata Rey menatap sesuatu yang berbeda dari gadis itu. Rey menatap Andra dengan tatapan tak percaya.
“Ndra, dia…”
“Iya, Rey, dia lumpuh.” Jawab Andra sebelum Rey menuntaskan ucapannya.
Rey menatap gadis itu sekali lagi dan memperhatikan kondisi fisik gadis itu. Yang Rey lihat, gadis itu memiliki tubuh yang ramping, rambutnya lurus dan sedikit kecoklatan, kulitnya putih mulus, dan sepertinya gadis itu memiliki tinggi yang tidak jauh beda dengan Selly.
“Karena itulah gue suka sama dia Rey.” Bisik Andra lirih.
Rey menatap sahabatnya itu dengan tidak mengerti. “Maksud lo?”
“Gue menyukai dia yang seperti itu Rey, gak perduli walaupun dia lumpuh, gue gak perduli itu. Gue bangga bisa cinta sama dia Rey, dia adalah gadis terbaik yang pernah gue temui. Walaupun kondisinya seperti itu, dia gak pernah sedikit pun mengeluh Rey. Karena itulah gue semakin yakin kalo gue mencintai orang yang tepat. Gue mencintai dia dari dasar hati gue. Gue gak perduli meskipun dia itu cacat atau normal. Yang pasti gue mencintai dia karena kebaikannya. Karena hatinya begitu cantik, secantik wajahnya.”
Rey menatap Andra dengan kagum. Dia tidak menyangka sahabatnya itu begitu tulus mencintai Alya walaupun dengan kondisi yang seperti itu. Rey merasa bangga bisa berteman dengan Andra yang memiliki hati dan jiwa yang tulus.
“Terusin perjuangan elo, Ndra. Gue yakin tuh cewek emang yang terbaik buat elo.” Rey menyemangati Andra sambil menepuk pelan bahunya.
“Thanks, Rey.”