TUJUH

1067 Words
Rey tidak bisa berhenti memikirkan Alya. Entah kenapa sejak pertemuannya dengan Alya tadi, Rey merasakan kebahagiaan yang tak terkira di benaknya. Kebahagiaan yang dulu sempat dia rasakan bersama Alina. Rey tidak tau mengapa dia bisa bertingkah seperti itu. Berkali-kali Rey mencoba untuk melupakan bayangan Alya yang melintas di pikirannya. Tapi anehnya, bayangan wajah Alya tidak pernah hilang dari otaknya. Entah sejak kapan, wajah gadis itu sudah menempel erat di otaknya. Seolah-olah sudah dari dulu wajah gadis itu berada dan tersimpan di memori otaknya. “Kenapa gue bisa kayak gini sih? Kenapa gue ngerasa nyaman banget saat tuh cewek ada di deket gue? Kenapa gue seneng banget saat lihat senyum dia, seolah-olah gue udah lama gak lihat senyuman tuh cewek. Dan kenapa gue ngerasa udah kenal baik sama tuh cewek? Padahal gue aja baru liat dia saat Andra bilang kalo dia suka sama tuh cewek. Dan baru tadi siang gue bertatapan secara langsung dengan tuh cewek. “Tuhan, sebenernya apa yang ada di hati dan otakku saat ini? Dan juga kenapa wajah tuh cewek gak pernah mau pergi dari otakku ini? Rey! Sebenernya apa sih yang terjadi sama elo? jangan bilang kalo lo jatuh cinta sama tuh cewek?! Jangan Rey! Jangan! Kalo lo jatuh cinta sama tuh cewek, lo bakal nyakitin dua orang sekaligus. Andra dan Alina.” Rey memukul-mukuli kepalanya untuk mengusir bayangan Alya dari otaknya. Dia tidak mungkin jatuh cinta dengan Alya. Karena kalau itu terjadi, berarti dia sudah mengkhianati cintanya untuk Alina yang selama ini ada di hatinya. Dan dia juga tidak mau menikam sahabatnya sendiri dengan menyukai gadis yang sama dengan gadis yang  di sukai oleh Andra, sahabatnya. “Argh!!” pekik Rey frustasi. *** Alya mengurungkan niatnya untuk masuk ke ruang lukis saat melihat Selly dan kedua temannya berdiri di depannya dengan jarak yang kurang dari 1 meter. Selly dan kedua temannya menatap Alya sambil berbisik-bisik. Bisikan yang menjelek-jelekan Alya. “Eh kaki roda…” panggil Anti, salah satu teman Selly yang memiliki tubuh seperti orang yang kekurangan gizi. “Eh, malah bengong lagi. Udah cacat b***k pula. Haha ...” tawa Selly dan langsung diikuti Anti dan Dea. “Ya ampun masih aja bengong. Dia bener-bener tuli teman-teman. Haha..” ejek Dea dan langsung bertos ria dengan Selly dan Anti. Ketiga gadis itu masih terus tertawa sambil mengejek-ngejek fisik Alya. Alya memperhatikan tingkah mereka sambil terus berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh. Dia tidak ingin Selly semakin besar kepala kalau melihatnya menangis. “Kalian kenapa sih selalu mengejekku?” Akhirnya Alya buka suara. “Eh, si kaki roda nanya tuh teman-teman. Haha …” sahut Anti. Mereka tertawa lagi seolah-olah habis mendengarkan lelucon yang mengocok perut. Selly menghentikan tawanya dan mendekati Alya dengan penuh keangkuhan. Dan tanpa ampun, Selly langsung menarik rambut Alya yang di kuncir sebagian ke belakang tersebut. Alya merintih kesakitan saat Selly menarik rambutnya begitu kuat. Mendengar suara rintihan Alya, Selly semakin kuat menarik rambut Alya. “Stop, Sel... Rambutku sakit…” pinta Alya sambil meringis. “Apa? Lo bilang apa? Gue gak denger.” Sahut Selly dan menyingkirkan rambutnya ke belakang telinganya. “Dia minta elo lepasin tangan elo Sel.” Sahut Dea sambil melihat kuku-kuku tangannya yang berwarna pink mengkilat. “Oh, elo minta gue ngelepasin tangan gue. Oke!” sahut Selly. “Tapi gue gak akan pernah ngelepasin tangan gue dari rambut elo. Haha …” “Duh, kasian Sel. Lihat tuh wajahnya, ketahuan banget dia lagi berusaha supaya gak nangis. Duh, kasian banget ya… bener gak, De?” sahut Anti sambil mencolek bahu Dea. “Yup... duh kasian banget ya... Jangan nangis ya, ntar wajah elo tambah jelek kalau nangis. Haha …” Dea dan Anti pun tertawa terbahak-bahak. “Sel, lepas...” pinta Alya pelan. “Sel, lepasin dong. Dia udah sakit banget tuh kayaknya.” Kata Dea sambil memasang tampang kasihan. “Iya Sel, kasihan banget tuh. Duh, kasihan kasihan kasihan…” Tambah Anti sambil menirukan salah satu gaya tokoh kartun di salah satu stasiun TV swasta. “Oke. Gue lepasin…” Sahut Selly dan langsung melepaskan cengkramannya dari rambut Alya. Alya langsung memegangi kepalanya yang terasa nyeri itu. Alya merasa sedikit pusing setelah Selly menjambak rambutnya dengan cukup kuat. Selly menatap Alya dengan pandangan penuh kemenangan. “Elo pasti bingung kenapa gue kayak gini sama elo?! Iya kan?” Sahut Selly pelan. Kemudian dia membisikkan sesuatu di telinga Alya. “Gue gak suka elo deket-deket sama Rey. Karena apa? Karena Rey itu cuma buat gue. Milik gue. Gak ada satu orang pun yang berhak buat deketin Rey. Apalagi elo! Sadar diri dong, elo itu cacat! CACAT!!” Selly memberi aba-aba pada Anti dan Dea untuk meninggalkan Alya. Dengan angkuh mereka bertiga berbalik badan setelah sebelumnya mengucapkan kata-k********r pada Alya. “Inget kata-kata gue! Dasar kaki roda!” *** Sore itu Andra melajukan mobilnya dengan perasaan gembira. Hari ini dia akhirnya bisa mengajak gadis impiannya untuk pergi bersama. Untuk kesekian kalinya Andra bersenandung ria. Rumah Alya sudah terlihat dari kejauhan. Andra semakin merasa bahagia sekaligus gugup. Dengan gagah Andra turun dari mobilnya dan mengetuk pintu rumah Alya yang sederhana. Tak lama kemudian seorang wanita membukakan pintu untuk Andra. Andra memberikan senyuman ramahnya pada wanita tersebut. “Cari siapa, ya?” tanya wanita itu setelah memperhatikan penampilan Andra yang begitu rapi dan wangi. Andra kemudian membungkukkan badannya dan mencium punggung tangan wanita itu. “Alya-nya ada, Te?” tanyanya sopan. “Oh, temennya Alya, ya? Tunggu sebentar, ya, Tante panggilin dulu.” Pamit Mama Alya dan langsung masuk ke dalam rumah untuk memanggil anak semata wayangnya itu. Andra meneliti setiap titik rumah Alya yang dapat terjangkau matanya. Rumah Alya memang tidak seluas rumahnya, tapi dia sangat yakin Alya bahagia bisa tinggal di rumah itu. “Andra…” sebuah suara membuyarkan lamunan Andra. Andra tersentak dan melihat Alya sudah berada di depannya. Di belakangnya berdiri Mamanya yang memegang pegangan kursi roda Alya yang berfungsi untuk mendorong kursi roda tersebut. “Pulangnya jangan malam-malam...” Pesan Mama Alya. Andra mengangguk dan mengambil alih kursi roda Alya dari tangan Mama Alya. “Iya, Te, nanti Alya saya pulangin sebelum jam 8.” Sahut Andra. “Ma, Alya pergi dulu, ya...” pamit Alya dan langsung mencium tangan Mamanya dengan takzim. “Hati-hati sayang, nanti jangan nyusahin temen kamu.” “Iya, Ma.” jawab Alya sambil menganggukkan kepalanya. “Kami pergi dulu Te, Assalamualaikum.” “Waalaikum’salam.” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD