Chapter 2 - Kencan Buta

2075 Words
Ingga Asmarani berjalan cepat menyusuri lobby salah satu restoran bintang lima di hadapannya. Langkahnya begitu terburu-buru. Raut wajah cantiknya terlihat panik, mengingat sekarang waktu sudah menunjukkan hampir pukul sebelas siang. Ya, Ingga memiliki janji untuk kencan buta bersama dengan Hamish Alexander hari ini. Seorang laki-laki tampan calon dokter bedah jantung, yang juga teman baik Aksa Waraprada. Aksa yang sengaja mengenalkan Hamish pada Ingga. Toh keduanya masih sama-sama belum memiliki kekasih. Jadi mengapa tidak dicoba? Dan lagi, Hamish memang sudah tertarik pada Ingga bahkan saat pertama kali melihat wajah cantiknya melalui foto yang diberikan Aksa. Begitu sampai di restoran yang diberitahu Hamish sebelumnya, dengan terburu-buru Ingga mampir ke kamar mandi dulu, hendak merapihkan kembali tatanan rambut serta riasan makeup nya. “Aduh, bagaimana ini ..,” kata Ingga yang sedang sibuk merapihkan rambut panjangnya yang dikuncir satu. Setelahnya, Ingga hanya terdiam sejenak sambil memperhatikan pantulan dirinya yang tercermin melalui sebuah cermin besar di hadapannya. Kedua matanya langsung membulat. ‘s**t, bagaimana bisa aku lupa kalau daritadi aku masih pakai pakaiannya Keenan?’ batinnya. Dahi mulus Ingga tambah mengkerut setelahnya. Ingga ingat sekali kalau sehari sebelumya dirinya memakai sebuah gaun hitam .. tapi kenapa sekarang malah berganti jadi kaus putih dan celana tidur warna abu-abu? “Ah, tunggu dulu .. Aku tidak ingat semalam sempat ganti baju ..,” kata Ingga. Seketika, ucapan Keenan kembali terngiang-ngiang dalam benaknya. Ya, Ingga masih ingat betul kalau tadi pagi Keenan bilang dirinya memang bermalam di apartemennya. Mungkinkah .. Ingga langsung menggelengkan kepalanya. ‘Tidak, tidak. Tidak mungkin kan aku bercinta dengan Keenan tadi malam?’ batinnya. Lamunan Ingga seketika langsung terhenti sesaat setelah dirinya mendengar bunyi suara ponselnya. Ingga langsung meraih ponselnya dari dalam handbag merek coach nya setelahnya. Ada satu panggilan masuk, dari Aksa. “Ingga? Kamu di mana sih?” tanya Aksa kesal. “Aku sudah sampai, bawel. Masih di kamar mandi. Aku ke sana sebentar lagi,” jawab Ingga. “Jangan lama-lama,” kata Aksa sesaat sebelum memutuskan panggilannya. Begitu kelar merapihkan rambut dan riasan wajahnya sejenak di dalam kamar mandi, Ingga langsung menghampiri kursi di mana Hamish duduk. Hamish tidak sendirian, melainkan sedang duduk dan berbincang-bincang juga bersama dengan Aksa. Aksa langsung tersenyum lebar begitu melihat Ingga, “Itu dia.” Hamish langsung menoleh, menatap tepat ke arah wajah cantik Ingga setelahnya. Raut wajah tampannya nampak begitu tertegun sesaat setelah melihat kedatangan seorang Ingga Asmarani. Aksa beralih mengenalkan Ingga pada Hamish, “Kenalkan, ini temanku, Ingga Asmarani.” Ingga tersenyum ramah sambil mengulurkan tangannya pada Hamish, “Ingga.” Hamish menerima uluran tangan Ingga, lalu menjabat tangannya dengan amat semangat. Sebuah senyum lebar langsung menghiasi wajah tampannya, “Hamish Alexander, just call me Hamish.” Setelahnya, Ingga beralih menarik kurisnya persis di samping Hamish, sementara Aksa duduk persis berseberangan dengan keduanya. Entah, sepertinya Aksa sengaja memilih meja yang tatanan kursinya seperti ini agar Hamish dan Ingga bisa duduk samping-sampingan. “Kamu baru bangun tidur ya?” canda Aksa. Ingga menatap Aksa sebal, “Idih, enak saja.” Ingga lanjut bertanya, “Kok kamu berpikir begitu?” Aksa tersenyum lebar, “Habis pakaianmu terlihat seperti orang yang baru bangun tidur sih.” Ingga langsung gelagapan, sibuk mencari alasan untuk berbohong. “Ah, bukan .. Itu, aku terlalu terburu-buru tadi, jadi bingung mau pakai baju apa ..,” bohongnya. Tidak mungkin kan Ingga mengaku kalau keteledorannya pagi ini terjadi karena dirinya menginap di apartemen Keenan tadi malam? Hamish langsung tersenyum manis, “It’s okay. Aku suka pakaianmu kok, so casual and simple. Lagipula kita hanya mau makan siang bersama kan? Buat apa pakai gaun segala.” Ingga hanya terdiam sambil menatapi wajah Hamish setelahnya. Sungguh, bahkan Hamish terlihat jauh lebih tampan daripada yang Ingga lihat di foto profil w******p nya. Sepertinya laki-laki satu ini memang kurang pandai dalam hal mengambil foto selfie. Aksa kembali bicara, “So, kalian sudah saling chatting-an kan sebelumnya?” Hamish mengangguk, “Sudah kok.” Aksa tersenyum, “Bagus deh.” Aksa beralih bicara dengan senyum nakalnya, “Semoga jadi ya.” Hamish hanya tersenyum manis. “Kalian sudah lama saling kenal?” tanya Ingga penasaran. Hamish mengangguk, “Iya, semenjak dua atau tiga tahun yang lalu sepertinya? Aku pertama kali bertemu dengan Aksa di Sydney waktu itu.” Ingga langsung tertegun, “Ah, benarkah?” Aksa mengangguk, “Iya, itu juga tidak disengaja. Kita pertama kali bertemu di beach club Sydney waktu itu. Aku ingat Hamish lupa bawa uang untuk membayar beer nya, jadi dia pinjam uangku dulu. Tidak lama setelahnya akhirnya kita ngobrol deh.” “Oh ..,” respon Ingga. ‘Menarik juga,’ benaknya. Aksa beralih menatap angka digital penunjuk jam yang terpampang di ponselnya sejenak. “Sepertinya aku harus pergi sekarang. Kalian berdua ngobrol-ngobrol berdua saja ya,” katanya. Dahi mulus Ingga langsung mengkerut, “Memangnya kamu mau ke mana?” Aksa menyeringai nakal. “Mau balik ke kantor, Ingga sayang. Kamu ngobrol saja dulu dengan Hamish,” bohongnya. Padahal sih aslinya Aksa sengaja pergi supaya Hamish berduaan saja dengan Ingga. Bukan kencan namanya kalau bertigaan seperti itu, benar kan? “Tapi ..” Belum selesai Ingga menyelesaikan ucapannya, Aksa sudah keburu bangkit berdiri dan berjalan meninggalkannya duluan. “Bye! Enjoy your blind date!” katanya dengan semangat. Akhirnya, Ingga ditinggal berduaan saja dengan Hamish. Rasanya canggung sekali. Apalagi saat ini Ingga sedang duduk tepat di samping Hamish, dan indera penciumannya bisa mencium dengan jelas bagaimana harum parfum versace yang begitu maskulin yang dipakai Hamish. “Awalnya aku kira kamu tidak bisa bahasa Indonesia,” kata Ingga kikuk. Hamish tersenyum geli, “Benarkah? Kok kamu berpikir begitu?” Ingga membalas senyum Hamish, “Well, aku rasa mungkin karena kamu sama sekali tidak terlihat seperti orang Indonesia.” Senyum di wajah tampan Hamish melebar, “Sepertinya semua orang berpikir hal yang sama seperti yang kamu pikirkan ya.” Ingga tersenyum manis, “Mungkin ..” “By the way, aku memang berasal dari Rhodes,” kata Hamish ramah. “Rhodes?” tanya Ingga bingung. Hamish mengangguk sambil tersenyum, “Iya, kota kecil di Yunani, Eropa.” Ingga langsung tertegun kaget, “Astaga, jauh sekali .. Kamu berada jauh dari rumahmu dong?” “Iya, tapi aku sudah lama menetap di sini. So, aku sudah menganggap negara ini sebagai rumah keduaku,” jawab Hamish santai. “Sudah berapa lama kamu menetap di sini?” tanya Ingga yang merasa semakin penasaran dengan sosok lelaki tampan yang sedang duduk di sampingnya ini. “Hampir lima belas tahun,” jawab Hamish. “Lama juga ya ..” Hamish menghela napas sejenak, “Ya, begitulah. Tapi aku suka tinggal di sini. Malah kadang sampai lupa dengan negara asalku sendiri.” Ingga terdiam sejenak sebelum kembali bertanya, “Kamu menentap sendirian di sini?” Hamish menggeleng, “Tidak, aku tinggal dengan ayahku. Ibuku biasanya berkunjung setiap tiga atau enam bulan sekali.” “Ah, begitu ..” Hamish tersenyum manis, “Bagaimana dengan kamu? Aku rasa kamu tipe perempuan yang sangat menarik untuk dicari tahu, Ingga.” Ingga membalas senyum Hamish, “Jujur, seharusnya aku berada di kantor sekarang.” Hamish langsung tertegun kaget, “Benarkah?” Ingga mengangguk, “Iya, tapi aku bolos kerja hari ini.” Ya, tentu saja penyebabnya karena Ingga ketiduran sampai siang di apartemen Keenan tadi. “Karena mau bertemu denganku ya?” tanya Hamish dengan penuh percaya diri. “Bukan, aku memang sedang tidak enak badan,” bohong Ingga. Hamish mengerutkan dahi mulusnya, “Benarkah? Mau aku antar ke dokter?” Ingga langsung menggeleng, “Ah, tidak usah. Hanya pusing biasa kok, nanti juga sembuh sendiri.” Hamish terdiam sejenak sebelum kembali bicara. “Aku boleh jujur sama kamu?” katanya sambil menatap wajah cantik Ingga dengan tatapan serius. Ingga mengangguk, “Tentu.” “Jujur, aku sangat kaget begitu pertama kali melihatmu tadi,” kata Hamish. Dahi mulus Ingga langsung mengkerut, “Memangnya kenapa?” Sebuah senyum manis menghiasi wajah tampan Hamish setelahnya, “Karena kamu terlihat jauh lebih cantik daripada di foto yang Aksa tunjukkan padaku waktu itu.” Ingga langsung tersipu malu,  “Terima kasih.” Tak lama setelahnya, Ingga langsung tertegun kaget. Tunggu dulu, foto apa yang Aksa tunjukan pada Hamish? “Ah, tunggu dulu. Jadi Aksa memberikan kamu fotoku?! Kok dia tidak bilang-bilang dulu sih ..,” kata Ingga kesal. Hamish tersenyum lebar sambil mengangguk, “Iya. Tapi itu aku yang minta kok, soalnya aku sudah sangat penasaran mau melihat seperti apa wajah kamu.” Hamish lanjut bicara, “Ternyata kamu sangat cantik.” Ingga hanya tersenyum malu. Hamish beralih memegang tangan Ingga yang terasa begitu halus itu setelahnya. “Aku rasa aku menyukaimu, Ingga,” katanya sambil menatap Ingga serius. Ingga langsung tertegun, “Benarkah?” Hamish mengangguk, “Iya. Kamu tipe perempuan idamanku.” Hamish lanjut bicara sambil tersenyum, “Tidak salah Aksa mengenalkanmu padaku.” Ingga hanya tersenyum, bingung mau mengucap apa lagi. Bahkan belum ada satu jam keduanya bertatap muka, bagaimana bisa Hamish langsung menaruh hati padanya? Melihat Ingga yang tak kunjung bicara, akhirnya Hamish angkat bicara lagi. “s**t, aku sampai lupa mau pesan makanan. Kamu pasti sudah lapar ya?” tanya Hamish khawatir. Ingga tersenyum sambil menggeleng, “Nggak kok. Tidak apa-apa.” Hamish beralih mengambil sebuah buku menu yang tergeletak di atas meja makan di hadapannya, “Kamu mau makan apa? Biar aku yang traktir.” Ingga langsung menggeleng, “Ah, jangan. Aku tidak enak sama kamu.” Hamish tersenyum, “It’s okay.” Hamish beralih memegang tangan Ingga lagi, “Anggap saja kencan buta ini sebagai kencan pertama kita.” Ingga hanya tersenyum manis. Akhirnya, Ingga menerima tawaran Hamish. Apalagi perutnya juga sudah terlanjur keroncongan. “Aku mau chicken caesar salad dan lemon tea saja,” katanya begitu selesai memilah daftar makanan dan minuman yang terdapat dalam buku menunya. “Kamu suka makan caesar salad?” tanya Hamish penasaran. Ingga mengangguk, “Iya, tapi tidak terlalu sering sih.” Ingga lanjut bertanya, “Kamu juga?” Hamish mengangguk sambil tersenyum, “Iya, aku sering membuat caesar salad sendiri di rumah, tapi biasanya ayamnya kuganti dengan salmon panggang.” Hamish kembali bicara setelah terdiam sejenak, “Mungkin kapan-kapan kamu bisa berkunjung ke rumahku? Akan aku buatkan satu yang paling enak buat kamu.” Ingga langsung tertegun. Telinganya tidak salah dengar kan? Hamish benar-benar mengundangnya datang ke rumahnya? Melihat Ingga yang tak kunjung merespon, akhirnya Hamish lanjut bicara lagi, “Bagaimana?” Belum sempat Ingga merespon ajakan Hamish, tiba-tiba, seorang laki-laki -yang entah sejak kapan datangnya- berjalan cepat lalu menghampiri keduanya. “Permisi,” sapa laki-laki itu. Ingga langsung menoleh ke arah sumber suara tersebut, dan langsung tertegun kaget begitu melihat siapa yang datang menghampirinya. “Keenan?!” kata Ingga tak percaya. Keenan tersenyum ramah, “Boleh ikut ngobrol?” Belum sempat Hamish dan Ingga menjawab, Keenan sudah keburu duduk duluan di kursi kosong yang diduduki Aksa tadi. Keenan beranjak menarik perlahan kursinya setelahnya, agar duduk semakin dekat dengan Ingga. “Siapa ya?” tanya Hamish bingung. “Keenan Lorenzo, teman terdekatnya Ingga,” jawab Keenan sambil menyilangkan tangannya di depan d**a bidangnya. “Oh ..” Hamish beranjak mengulurkan tangannya pada Keenan setelahnya, “Hamish Alexander.” Sayangnya Keenan sama sekali tidak membalas uluran tangan Hamish, malah beralih menatapnya dengan tatapan tidak suka. ‘Ah, rupanya ini cowok yang namanya Hamish,’ batinnya kesal. Hamish hanya tersenyum kecut setelahya. Ingga kembali bicara, “Mau apa kamu ke sini?” Keenan tersenyum nakal, “Mau makan, sayang. Memangnya kamu pikir mau apa lagi, hm?” Keenan beralih merangkul manja pundak sempit Ingga setelahnya, tak peduli meskipun ada Hamish yang duduk di sampingnya, “Kamu pasti tidak menyangka kan kalau akan bertemu denganku di sini? Mungkin kita memang ditakdirkan untuk bersama, Ingga sayang.” Melihat betapa akrabnya Keenan dengan Ingga, Hamish langsung kesal dan cemburu setengah mati. ‘Ck, apa-apaan sih cowok ini,’ batinnya kesal. Ingga langsung menyingkirkan tangan Keenan dari pundaknya, “Ah, sana! Jangan pegang-pegang!” Keenan hanya menyeringai nakal. Keenan lanjut bicara setelahnya. “Seingatku, sepertinya tadi pagi ada seorang perempuan yang bilang kalau mau pergi meeting dengan klien kantornya. Aku tidak menyangka ternyata meeting nya di sini,” sindirnya. Hamish langsung tertegun. “Apa? Klien meeting?” tanyanya bingung. Ingga menatap Keenan tajam. ‘Duh, dasar Keenan sialan,’ batinnya kesal. Keenan tersenyum puas, “Iya. Dia klien meeting mu kan, Ingga sayang?” Tubuh Ingga langsung membeku seketika. Mati lah. Apa yang harus Ingga katakan pada Hamish?     ♥♥TO BE CONTINUED♥♥
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD