bc

Hello, Mr Popular!

book_age16+
1.8K
FOLLOW
14.9K
READ
possessive
friends to lovers
badboy
CEO
drama
bxg
city
basketball
first love
lies
like
intro-logo
Blurb

Shane memang sangat popular di kalangan para gadis. Bahkan ia juga terkenal karena selalu menjadi model pada peragaan busana yang dimiliki sang ibu. Siapa yang tidak mengenal Shane, anak orang kaya yang memiliki banyak bisnis di kota Jakarta.

Masalah Shane hanya satu, hatinya terluka karena sikap seorang gadis yang mempermainkan dirinya hanya karena suatu permainan. Sampai pada akhirnya, Shane bersumpah untuk membalas gadis itu.

"Disaat gue bener-bener sayang sama lo, tapi lo justru banting gue ke jurang terdalam. Jadi ... sekarang lo bakal terima akibat perbuatan sepuluh tahun lalu."

Dengan senyum jahat itu, Shane membalas semua pada Kiara. Tetapi ... bukan rasa puas yang didapatkan Shane. Kiara justru membuat Shane merasa bersalah.

Apa yang sebenarnya terjadi pada Kiara?

Akankah Shane memaafkan Kiara atau sebaliknya?

chap-preview
Free preview
1. Awal Masuk SMA
“Ma, Shane berangkat sekolah dulu,” pamit seorang anak laki-laki dari keluarga Jaya. Pletak! “Aduh, Ma! Sakit nih … ,” keluh Shane. “Pamit yang bener! Emang Mama ngajarinnya begitu?” sahut Ibu dari Shane. Shane meraih tangan ibunya dan mencium punggung tangan itu, lalu ia juga mencium ke dua pipi ibunya, dan tersenyum sembari berkata,”berangkat dulu ya, Ma?” “Hati-hati di jalan, semoga kamu punya banyak temen di sekolah,” ujar Viana, yang tak lain ibu dari cowok tinggi dengan wajah tampan itu. “Makasih ya, Ma. Bilangin Papa buat anter si kembar, Shane udah telat soalnya kalo harus nganter mereka,” ujar Shane. “Oke, jangan ngebut! Kamu pasti kalo nyetir udah kayak Papa lagi kebelet!” “Hahaha, oke, Ma.” Shane melangkah keluar dari rumah mewah yang ia singgahi bersama keluarganya. Shane Christian Jaya adalah anak dari Matheo dan Viana. Ia kini menjadi remaja yang baru saja masuk di bangku SMA. Hari pertamanya menjalani masa orientasi sedikit membosankan, membuat Shane memilih untuk duduk di kantin dan melihat ketua OSIS sedang memberikan arahan. “Anak Bahasa?” tanya seorang cowok yang menggunakan logo anak IPA. “Iya, kenapa? Ada masalah?” sahut Shane sembari menyeruput minuman yang ada di tangannya. “Kagak, boleh gabung? Bosen ama ceramah mereka nih.” “Boleh, duduk aja, nggak ada yang ngelarang. Ini tempat umum,” jawab Shane. Cowok itu akhirnya duduk di seberang Shane, dengan membawa sekaleng minuman bersoda yang didapatkannya dari mesin minuman di depan kantin. Ia berbincang dengan Shane di sana, dan membahas beberapa hal mengenai sekolah itu. “Nama lu siapa?” tanya cowok itu dengan mengulurkan tangan. Shane menyambut uluran tangan itu dengan memberitahu namanya,”Shane.” “Muka lu kayak nggak asing sih, pernah liat di mana ya?” ujarnya. “Lu pasti liat gue di majalah, di iklan kaos, atau di social media lain yang bersponsor.” “Nah … lu model?” tanyanya. “Nggak juga, gue cuma bantu nyokab aja,” jelas Shane. “Pantes … eh, gue Ben.” Obrolan itu menjadi akrab hingga seseorang menegur mereka. “Apa yang kalian lakukan di sini?” tanya seorang panitia MOS. “Kita lagi duduk sambil minum, capek di sana,” jawab Ben dengan berani. “Kalian pikir siapa yang izinin? Enak aja main ninggalin barisan, kalian dan kelompok kalian di hukum!” ujar panitia itu. “Oke,” jawab Shane dengan santai. “Kalian gak takut di hukum?” tanya panitia itu. Shane dan Ben saling menatap, lalu secara bersama mereka menjawab,”nggak.” Akhirnya mereka menerima hukuman untuk membuat sebuah pertunjukan bakat. Dua kelompok itu bekerja sama memikirkan pertunjukan apa yang bisa mereka lakukan. “Gimana kalo bikin drama aja?” sahut seorang cewek dengan rambut dikepang dua, dan mengenakan kacamata tebal. Semua mata menatapnya dengan keraguan. Drama? Apa yang bisa mereka lakukan dengan kata drama? Shane dan Ben hanya diam melihat semua temannya berpikir. Sampai akhirnya seseorang memberikan ide untuk membuat drama seorang putri dan pangeran. Mereka juga sepakat jika Shane yang menjadi pangeran, dan seorang cewek dari kelompok IPA menjadi putri. “Jadi … gue yang jadi pangeran?” tanya Shane. “Yup, lu Cuma perlu hafalin naskah yang bakal gue buat,” ujar cewek dengan kacamata tebal itu. “Terserah kalian aja, yang jelas gue lebih suka berimprovisasi.” Setelah mengatakan kalimat itu, Shane berdiri dari tempatnya dan pergi dari sana. Ben yang melihat kepergian Shane kini mengikuti cowok itu. “Mau kemana?” tanya Ben. “Pulang.” “Anjimlah … nongkrong bentar mau kagak? Gue ada kenalan anak IPS ama anak IPA lainnya nih,” ujar Ben. “Oke deh, mau kemana?” “Kita biasa nongkrong di café rooftop yang ada di JakTim,” ujar Ben. “Kuy lah … gue telepon orang rumah dulu,” ujar Shane dengan meraih ponsel yang ada di saku pakaiannya. Shane menekan kontak dengan nama Mama, lalu panggilan itu tersambung. “Halo, Ma? Shane gak bisa jemput si kembar, mau ada acara sama temen bentar,” ujar Shane. “Ya udah, kebetulan Mama mau ke butik, nanti Mama aja yang jemput Adik kamu.” “Oke, Ma. Shane gak lama kok, Cuma bentar aja.” “Oke, oya … kata Papa nanti malam ada acara makan malam sama Om Oris, kamu ikut kan?” tanya Viana. “Siap, Ma. Aze ikut kan?” tanya Shane dengan semangat. “Hmm, kayaknya sih ikut.” “Oke. Bye ,Ma.” Setelah perbincangan itu Shane dan Ben beranjak dari area sekolah menuju ke café rooftop yang ada di Jakarta Timur. Shane dan Ben menggunakan mobil masing-masing, mereka termasuk ke dalam golongan anak orang kaya yang sudah memiliki surat izin mengemudi. Karena keahlian mereka dalam mengemudi saat melakukan tes untuk mendapatkan surat izin itu, akhirnya pihak berwajib memberikan kelulusan dengan nilai sempurna. Sampai di halaman café, Shane dan Ben masuk melalui tangga yang sudah disiapkan di samping bangunan utama. Ben yang berjalan di depan Shane, kini mengangkat tangan dan menyapa temannya. “Kuy, mereka udah ada di sana,” ujar Ben. “Telat lu, dari mana aja sih?” sapa seorang cowok dengan pakaian santai. Ya, mereka yang sudah ada di sana membawa pakaian ganti agar tidak terlihat seperti anak sekolahan. Sementara Ben dan Shane masih mengenakan seragam, meski pakaian mereka kini terbuka karena mengenakan kaos di dalam seragam itu. “Siapa nih?” sahut seorang cewek yang ada di sana. “Kenalin, anak Bahasa. Shane, ini Liony, dan yang itu Kaito.” Shane tersenyum menyapa mereka, lalu ia duduk di samping Ben. Mereka nampak sedikit canggung karena masih baru mengenal. Shane nampak santai dengan percakapan yang mereka lakukan.  Sampai akhirnya minuman yang sudah di pesan Liony datang. “Gue udah pesen buat kalian,” ujar Liony. “Wuih … makasih loh … hahaha, tau aja gue lagi haus,” sahut Ben dengan mengambil segelas minuman di atas meja. “Jadi … kalian ini udah kenal dari lama atau baru kenal di sekolah ini?” tanya Shane. “Kita baru aja saling kenal, Shane. Gara-gara Ben nabrak gue, dan Kaito yang dibelakang gue jatoh bareng ama gue,” jelas Liony. “Owh, gak sengaja kenal … kalian sebelum ini dari SMP mana?” tanya Shane. “Gue dari Jepang, cuman lancar aja bahasa Jakarta begini. Terus Liony ini dari Bogor, kalo Ben dari utan keknya,” jelas Kaito. “Enak aja, gue daritadi … eh … canda daritadi … gue dari Bekasi,” ujar Ben. “Kok bisa masuk ke sekolah yang ada di Jakarta? Emang ortu kalian pada pindah ke sini?” tanya Shane ingin tahu. “Lu udah kek sensus yak, hahaha … gapapa sih, cuman … gue masuk sekolah ini karena katanya sekolah ini punya fasilitas yang bagus dan juga lengkap, apalagi katanya sering menangin banyak piala kompetisi di luar negeri juga,” jawab Liony. “Lu sendiri asal mana?” tanya Kaito. “Gue Jakarta … udah dari orok.”

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Just Friendship Marriage

read
507.3K
bc

HURTS : Ketika Hati Yang Memilih

read
114.1K
bc

A Million Pieces || Indonesia

read
82.2K
bc

Everything

read
278.0K
bc

Dear Doctor, I LOVE YOU!

read
1.1M
bc

Long Road

read
118.3K
bc

DIA UNTUK KAMU

read
35.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook