1. Pertengkaran
"Kapan Mas bawa aku ke rumah kamu? Aku udah didesak suruh menikah. Umurku gak muda lagi Mas, aku dan kamu juga udah lama pacaran tapi gak ada kejelasan."
Jannah kembali mengeluarkan unek uneknya untuk kesekian kali. Sudah hampir tiga tahun dia berpacaran dengan Prabu, tapi belum ada tanda tanda dia akan dijadikan istri.
Padahal hampir setiap malam Prabu meminta jatah kasur pada Jannah, bahkan wanita itu dipaksa meminum pil penunda kehamilan.
Usai melakukan olahraga malam bersama pacarnya, Prabu turun dari ranjang lalu memakai pakaian satu per satu. Pertanyaan dari Jannah belum dijawab sama sekali olehnya, yang memilih diam seperti ayam sayur.
"Mas! Jangan diam dong! Aku butuh kepastian dari kamu. Aku bukan wanita marahan yang bisa kamu ajak tidur sesuka hati tanpa adanya ikatan. Aku mau hubungan kita ini diresmikan secepatnya, Mas!" desak Jannah. Nada bicaranya naik satu oktaf. Matanya menatap Prabu tajam.
Yang ditatap masih diam seribu bahasa. Malah sibuk mengemasi isi tas yang tadi dikeluarkan. Obat kuat, tissue magic dan pengaman yang tadi dikeluarkan, ia masukan kembali ke dalam tas.
Makin emosi, Jannah mengubah posisinya dari tidur menjadi duduk sambil menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya.
"Tolong beri aku kepastian Mas, paling gak kamu ajak aku ke rumah orang tuamu. Kenalkan aku sama kedua orang tuamu," pinta Jannah memohon.
Kali ini Prabu menatap ke arah wanita itu. "Iya, nanti aku bawa kamu ke rumah."
"Rumah siapa lagi?" tanya Jannah, karena terakhir kali ia dibawa ke rumah... ternyata itu rumah teman lama Prabu. "Aku mau ke rumah kedua orang tuamu Mas."
"Aku gak punya orang tua, aku cuma punya Papa. Kamu tahu kan kalau aku anak piatu."
Jannah membuang napas kasar. Ia membuka selimut lalu turun ke bawah ranjang.
Tubuhnya yang mulus, montok, dan buah da'da yang menjulang tinggi itu, terekspos jelas di depan mata Prabu.
Namun, karena sudah puas setiap hari melihat seluruh bagian tubuh Jannah, Prabu tampak biasa saja.
Jannah memakai pakaian satu per satu lalu kembali mengatakan, "Aku lupa kalau kamu cuma punya Papa aja. Tapi gak apa apa Mas, bawa aku ke rumah Papa kamu. Kenalkan aku sama dia. Ya."
"Hmm," sahut Prabu datar.
"Kok cuma hmm, kamu serius gak Mas?" tanya Jannah memastikan.
"Aku serius Sayang. Nanti aku bawa ke rumah Papa aku. Kapan kamu siap?"
Mendengar pertanyaan itu, Jannah tersenyum kecut. "Kamu nanya kapan aku siap? Aku udah lama meminta dibawa ke rumah kedua orang tuamu Mas. Kenapa kamu masih nanya kapan aku siap? Aku udah siap. Sejak pertama kita pacaran!"
"Oke, oke, jangan emosi. Aku akan membawa kamu ke rumah Papaku secepatnya." Prabu melangkah mendekati Jannah yang baru selesai memakai pakaiannya.
Jannah tersenyum kecil, mendongak, menatap lelaki tinggi itu. "Janji Mas? Kapan pastinya aku dibawa ke sana?"
"Secepatnya Sayang," ucap Prabu kemudian mengecup kening mengkilat Jannah.
"Secepatnya itu kapan Mas?" Jannah merengek sambil mengusap bagian bawah Prabu yang masih menonjol tapi sayang pacarnya itu tidak mood lagi berci'nta.
"Besok kita ke rumah, kebetulan Papa ada di rumah. Biasanya Papa selalu sibuk ngurus kontrakan dia di Kota."
"Oke," sahut Jannah dengan wajah sumringah. Ia memeluk Prabu erat. "Aku udah gak sabar diresmikan sebagai istri kamu Mas."
"Hmmm." Suara Prabu terdengar lemah, tak bersemangat tetapi tidak masalah bagi Jannah yang kepalang tanggung, sudah terlanjur cinta dan memberikan semuanya pada Prabu.
Tiga tahun pacaran bukan waktu yang sebentar. Selama ini Jannah selalu setia pada satu laki-laki_Prabu.
Setelah sekian lama ia meminta hubungan itu diseriusin, akhirnya Prabu setuju, meski lelaki itu terlihat tidak bersemangat.
"Mau lagi gak Mas?" rayu Jannah, pada Prabu yang mulai bersiap siap pergi dari hotel yang mereka boking selama beberapa jam saja.
"Aku mau buru buru pulang Sayang. Nanti saya kita lakukan sepuasnya kalau sudah menikah."
Jannah tersenyum lebar. "Oke, aku gak sabar secepatnya diresmikan sama kamu."
Setelah keduanya sudah mengemasi barang bawaan, mereka pun keluar dari kamar hotel.
Di tempat berbeda~
Seorang wanita sedang memoles bibirnya menggunakan lipstik merah tua di depan kaca rias.
Sesekali ia tersenyum mengagumi kecantikannya meski sudah berusia tiga puluh tahun.
Di dalam kamar itu, dengan cahaya temaram, ia mempersiapkan diri untuk menyambut seseorang yang katanya ingin datang malam ini.
Matanya yang indah, menatap jam dinding yang menunjukkan pukul sembilan malam. Seharusnya seseorang itu sudah datang, tetapi entah kemana keberadaan dia sekarang.
Karena penasaran ia pun langsung menghubungi nomor lelaki itu dan langsung diterima.
"Halo Mas, kamu di mana? Katanya mau datang jam sembilan. Ini udah lewat lima loh. Aku udah nungguin dari tadi. Aku ada di kamar, kamu masuk aja ke rumah, pintu gak dikunci," tanya wanita bernama Lela itu dengan suara manja.
"Sabar, Mas sebentar lagi sampai. Mas lagi beli tissue magic dulu buat persiapan tempur kita malam ini."
"Ahh! Mas," kekeh Lela sambil mengusap bagian bawahnya yang basah. "Cepet ya Mas, aku udah basah nih."
"Oke, Mas udah deket. Ngomong ngomong kamu pakai baju apa Sayang?"
"Aku pakai baju dinas yang Mas beliin. Baju ini cuma aku pakai khusus untuk Mas aja."
"Ohhh, Mas jadi gak sabar pengen secepatnya sampai. Tunggu ya Sayang. Sebentar lagi Mas datang."
"Oke Mas, nanti masuk aja ya. Aku tunggu di dalam kamar."
Selesai berbicara dengan seorang laki-laki di dalam telepon, ia meletakkan benda itu ke atas meja kemudian kembali merias wajahnya yang mungil di depan kaca.
Senyumanya semakin lebar saat membayangkan sang kekasih datang dan langsung mengaduk ngaduk miliknya sampai becek.
Dan tak lama terdengar suara mesin motor yang berhenti di depan rumah kontrakannya.
"Itu dia datang," kata Lela sengaja ia tidak keluar karena ingin memberi kejutan pada kekasihnya.
Saat mendengar suara langkah kaki, Lela langsung berdiri dan memperlihatkan busana malam transparan pada kekasihnya yang baru membuka pintu kamar.
"Mas Prabu," ucap Lela, buru buru menghampiri dan memberi pelukan. "Aku kangen."
"Aku juga Sayang," ucap Prabu, yang ternyata memiliki hubungan spesial dengan Lela salah satu penghuni kontrakan ayahnya.
Rata-rata penghuni kontrakan itu adalah perempuan muda, single dan pengantin baru.
Sudah bertahun-tahun Prabu memiliki kebiasaan memacari penghuni kontrakan ayahnya. Awalnya ia hanya menagih uang kontrakan, lama-lama mereka saling mengenal dan akhirnya berakhir di ranjang.
"Ehmm! Mas!" des'sah Lela saat pusaka kebanggaan Prabu masuk dengan sempurna ke dalam sana.
Janda cantik itu menggerakkan pinggulnya di atas tubuh Prabu dengan gerakan cepat sambil memejamkan kedua mata.