2. Calon Papa Mertua

1015 Words
Akhirnya hari yang ditunggu tiba... Jannah dibawa ke rumah sang kekasih dan dikenalkan pada calon mertuanya. "Pa, kenalin calon istri aku, namanya Jannah." Prabu membawa wanita cantik bernama Jannah masuk ke rumah. Kebetulan di dalam. Duduk di atas sofa ruang tamu Gatot yang tak lain ayah dari Prabu sedang duduk santai sambil membawa koran pagi. Gatot berdiri dan menyambut tamunya. "Oh ini toh pacar kamu sekarang. Cantik," pujinya sambil menatap Jannah dari ujung kepala sampai kaki. Jannah tersenyum kemudian mencium punggung tangan calon mertuanya. Kesan pertama saat melihat Gatot, cukup baik. Selain karena Gatot ramah, lelaki baya itu juga masih kelihatan muda dan energik. Tubuh Gatot masih terlihat segar, sama sekali tidak terlihat seperti bapak-bapak yang memiliki anak berusia matang. Jannah agak kaget, dia pikir Gatot kakak laki-laki Prabu. Ia pun tak kuasa menahan diri untuk memuji calon mertuanya itu, "Om beneran ayahnya Mas Prabu? Kok kelihatan masih muda, seperti kakaknya Mas Prabu." Gatot tertawa renyah mendengar pujian itu. "Bisa aja kamu Nak. Saya ini Papanya Prabu, bukan kakaknya. Mungkin saya kelihatan muda karena saya rajin olahraga." Jannah manggut manggut. "Oh, iya bisa juga," katanya. "Ayo duduk," ucap Gatot sambil menunjuk sofa. Prabu mengajak Jannah duduk bersamanya. "Kamu jangan heran sama penampilan Papa aku yang memang awet muda dan tampan. Papa itu healthy people. Papa cuma makan makanan sehat dan rajin olahraga." Jannah tersenyum sambil menatap ke arah Gatot yang diam diam terus memandanginya. "Gak juga sih, Papa gak pantang makan juga. Kalau dimasakin sama menantu Papa, apa aja Papa makan," kekeh Gatot. Kedua alis Jannah naik. Mendengar kata menantu, membuatnya bertanya-tanya siapa yang dimaksud? Apa mungkin Prabu sudah menikah? Karena seingatnya Prabu anak tunggal dan ayahnya sekarang Duda. Ya, Gatot adalah duda yang cukup kaya dan tampan meski usianya sudah tua. "Menantu? Papa udah punya menantu?" tanya Jannah. Hahaha! Tawa Gatot membahana, makin membuat Jannah heran. "Maksud Papa itu kamu, Sayang," kata Prabu. "Iya, kamu menantu Papa. Kalian mau menikah kan? Papa sudah menganggap kamu menantu. Kalian sudah sangat cocok, lebih baik kalian cepat cepat menikah." Jannah tersenyum lega, ia pikir ada menantu lain. "Oh, kirain saya bukan saya Om." "Loh kok panggil Om sih? Jangan panggil Om dong Sayang. Panggil Papa. Sebentar lagi kan kamu jadi menantu Papa. Jadi bagian dari keluarga ini." Senyum Jannah makin lebar mendengar sinyal restu itu. Akhirnya setelah sekian lama menjadi pacar Prabu, ia dinikahi juga. "Iya, kamu harus membiasakan panggil Papa dengan sebutan Papa. Jangan Om lagi, gak enak didengarnya." Jannah manggut manggut. "Iya Om, eh maksudnya Pa." Ia tersenyum lembut. "Jadi kapan kalian akan menikah?" tanya Gatot masih terus menatap Jannah dari atas sampai bawah kaki. Wanita di depannya itu sangat mulus. Apalagi yang sangat menarik perhatian adalah buah melon besar di da-danya. "Secepatnya Pa," jawab Prabu. "Apa sekarang Jannah sudah hamil?" tanya Gatot to the point. Jannah terkejut mendengar pertanyaan itu. "Belum Pa. Aku belum hamil." "Oh, kirain udah DP duluan," kekeh Gatot. "Bagus kalau kamu belum hamil. Semoga setelah menikah kalian secepatnya punya anak." Prabu hanya sedikit menganggukkan kepalanya. Di sela obrolan mereka, Jannah merasa ingin buang air kecil. Ia pun berdiri dari duduknya. Saat wanita itu berdiri, pandang mata Gatot langsung tertuju pada belahan kerang di bawah sana. 'Montok,' batin Gatot, menatap kagum pada belahan milik Janna yang terlihat jelas dari balik celana ketat yang dipakai wanita itu. "Aduh, aku mau kencing, kamar mandi di mana ya?" tanya Jannah sambil memegang kerangnya, sedikit menekan. Gatot menelan ludah keras. Ia melirik Prabu yang seolah tak perduli. Anaknya itu justru sibuk dengan gawai di tangan. "Mas, aku... ahhh! Mau kencing banget, Mas. Ehmm, gak tahan," rengek Jannah sambil mengigit bibir bawahnya dan menekan bagian sensitif yang mulai basah. "Biar Papa yang antar kamu." Gatot berdiri, merangkul pundak Jannah dan membawanya ke kamar mandi di dalam kamar. Jannah sedikit heran karena dia dibawa ke kamar oleh Gatot. "Kok ke kamar Pa? Emang kamar mandi gak ada di luar?" Kepalanya celingak celinguk, memperhatikan ruangan yang cukup mewah itu. "Kamar mandi di dekat dapur lagi rusak, Sayang. Kamu kencing di kamar mandi Papa aja." Jannah mengangguk paham, meski masih agak heran, tetapi karena air seninya sudah berada di ujung ia pun buru buru masuk ke dalam sana. Setelah pintu ditutup, terdengar suara, "Cuuurrrr" seperti air keran yang deras. Gatot menempelkan telinganya di daun pintu sambil mengusap senjata pamungkas di bawah sana yang sudah mengeras seperti pentungan hansip. "Sstttt! Jannah," bisik Gatot sambil merem melek. Tanpa ia sadari, suara itu didengar oleh Jannah. "Apa Pa?" sahut Jannah dari dalam kamar mandi. Gatot langsung membuka mata lebar. "Eh, gak Sayang, Papa cuma lagi ngomong sendiri aja." "Oh, kirain Papa manggil aku," sahut Jannah. "Ssttt, ahhh!" pekiknya tiba-tiba. "Kenapa Sayang?" tanya Gatot khawatir, reflek ia langsung membuka pintu yang ternyata tidak dikunci oleh Jannah. Mata Jannah dan Gatot membulat sempurna dan saling tatap. Kemudian pandang Gatot tertuju pada kerang oister milik Jannah yang belum ditutup sempurna. "Papa!" teriak Jannah langsung memutar tubuhnya dan menarik celana ketat yang sangat sulit dinaikan. "Eh, maaf Sayang, Papa gak lihat kok, sumpah." Gatot panik, tapi bukannya keluar ia justru masih berada di dalam kamar mandi. "Gak apa apa Pa, aku yang seharusnya minta maaf. Tadi tangan aku kejepit jadi aku teriak. Maaf ya Pa." Gatot tersenyum sambil terus menatap Jannah yang membelakanginya. "Gak apa apa Sayang, Papa juga reflek aja jadi Papa langsung buka pintu." Jannah sedikit kaget mendengar suara Gatot yang dekat, ternyata calon mertuanya belum keluar dari kamar mandi. Ingin meminta Gatot keluar tapi dia sudah memakai celana. Ia pun buru buru menyudahi kegiatan di kamar mandi. "Maaf Pa, aku keluar duluan." Jannah melangkah melewati Gatot yang berdiri mematung di dalam kamar mandi. Setelah Jannah keluar dan berada di dalam kamar, Gatot pun menyusul. Ia melihat wanita itu tengah mengedarkan pandangan ke seluruh kamar. "Ini kamar Papa dan mendiang istri Papa," kata Gatot memberi tahu. "Ohhh," angguk Jannah, menoleh menatap Gatot, dan tanpa sengaja melihat bagian bawah lelaki baya itu yang menonjol, besar. Glek! Jannah menelan ludah keras. Takut terjadi sesuatu di antara mereka, ia buru buru keluar dari kamar. "Aku ke ruang tamu ya Pa." "Iya... Sayang," sahut Gatot sambil tersenyum kecil.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD