bc

Luka Lama

book_age16+
4.4K
FOLLOW
34.8K
READ
revenge
love-triangle
manipulative
dare to love and hate
stepbrother
drama
tragedy
bxg
female lead
city
like
intro-logo
Blurb

Binar Athifa Hirawan (25 tahun), sedari kecil, tak pernah mencecap kebahagiaan. Ibunya meninggal karena depresi, Ayahnya pergi mengejar cinta pertamanya, dan sang nenek, satu-satunya orang yang memberikannya kasih sayang, menjadi korban kebakaran rumah mereka.

Perasaan terbuang akhirnya memicu dendam yang kian bercokol di hati Binar, terutama melihat kebahagiaan yang terpancar dari wajah sang Ayah dengan keluarga barunya.

Apa pun akan Binar lakukan, demi mengoyak kebahagiaan mereka yang selama ini mengabaikan kesakitannya. Termasuk, merampas kekasih Patricia Chaesha Darmawangsa (23 tahun), yang merupakan saudari tirinya sendiri.

Ares Birendra Alsheiraz (27 tahun), sosok yang menjujung tinggi sebuah komitmen. Sayangnya, kehadiran seorang Binar membuatnya mulai goyah, apakah kesetiaannya perlahan meluruh?

chap-preview
Free preview
Prolog
Dengan wajah sumringah, Binar memasuki rumahnya, tapi senyumnya meredup saat mendapati sosok asisten rumah tangga yang membukakan pintu tampak khawatir. Hal yang sudah bisa Binar tebak apa penyebab, wanita paruh baya yang sudah mengasuhnya sejak bayi itu begitu cemas. "Bertengkar lagi, Mbok?" Tebak Binar sembari mengela napas panjang. Tersenyum muram, si Mbok mengangguk kaku. "Non mau makan siang sekarang? Atau bersih-bersih dulu? Makannya di kamar atau halaman belakang?" Sudah menjadi kebiasaan bagi anak majikannya yang ia asuh sedari bayi, lebih memilih makan di dalam kamar atau halaman belakang, alih-alih ruang makan yang menurut Binar tampak muram. Karena harus menikmati makanannya seorang diri. "Nanti saja Mbok, Binar masih kenyang." Meski sejujurnya belum mengisi perut saat di sekolah, dan hanya terisi satu tangkup roti sewaktu sarapan tadi pagi. Binar tak berminat karena nafsu makannya lebih dulu menguap. Mendapati suasana rumah yang kembali di isi suara pertengkaran kedua orangtuanya. Mengangguk, si Mbok memilih untuk menuruti keinginan anak majikannya. Sebelum kemudian, tatapan wanita itu jatuh pada kertas yang tengah Binar genggam. "Itu apa Non?" Ikut menunduk dan melihat apa yang si Mbok tanyakan, secara refleks, Binar menyembunyikan kertas yang sebelumnya membuat hatinya dipenuhi letupan kebahagiaan, kini meredup seutuhnya. Tersenyum kaku, Binar menggelengkan kepala, "bukan apa-apa, Mbok. Cuma bekas bungkus gorengan," jawabnya asal. "Aku ... Naik ke kamar ya," pamitnya dan segera berderap masuk, saat si Mbok menganggukkan kepala. Sayup-sayup suara pertengkaran itu kian terdengar jelas, tertangkap pendengaran Binar. Kedua orangtuanya tengah beradu mulut di ruang tengah. Saling berteriak satu sama lain, diselingi u*****n beberapa kali. "SUDAH CUKUP! AKU LELAH! APA TIDAK BISA MEMBERI KETENANGAN SEHARI SAJA?!" Dendra berteriak di depan wajah istrinya yang sudah basah karena air mata. "AKU LAGI YANG KAMU SALAHKAN, HAH?" "MEMANGNYA SIAPA LAGI? PENGACAU DIKEHIDUPANKU ITU KAMU SEJAK DULU!" Berusaha abai pada pemandangan yang tersuguh di depan matanya, Binar tetap mengayunkan langkah menuju kamarnya di lantai atas. Setengah berlari, Binar menginjak dua anak tangga sekaligus agar bisa mencapai kamarnya dengan cepat. Setelah sampai di tempat 'persembunyiannya' di rumah, Binar membuka dan menutup pintu kamarnya nyaris seperti bantingan. Melampiaskan gebukan amarah yang kini menghantamnya hingga terasa sesak.  Menatap nanar pintu kamarnya yang tertutup rapat. Binar mengangkat tangan kanannya hingga sejajar dengan wajah. Melihat kertas yang sejak pulang tadi terus dipandangi dengan sumringah. Itu, bukan kertas pembungkus gorengan seperti yang tadi dikatakannya pada si Mbok. Melainkan kertas berisi hasil ulangan matematikanya yang mendapat nilai sempurna.  Sejak kecil, Binar memiliki kebiasaan, memperlihatkan hasil ulangannya pada sang Ayah atau Ibunya. Bukan ingin dipuji, dia ... Sekadar mencuri secuil perhatian dari keduanya. Meski sekadar anggukan kepala ala kadarnya dan ucapan "kerja bagus", "pertahankan nilaimu", "sudah seharusnya seperti itu agar tak membuat malu", atau sebatas gumaman. Binar sudah merasa bahagia, karena setidaknya, bisa berinteraksi dengan kedua orangtuanya yang selama ini sibuk pada urusannya masing-masing. Terkekeh kering, Binar meremas kertas itu hingga menjadi gumpalan membentuk bola, sebelum kemudian melemparnya ke dalam tempat sam-pah yang berada di sudut kamarnya.  Menyeret langkah, Binar melemparkan diri ke atas tempat tidur. Tak memedulikan jika baju sekolahnya masih melekat di tubuh. Rasa lelah tiba-tiba merongrong. Mendapati kedua orangtuanya yang tak pernah absen untuk saling memaki dan beradu mulut dengan sengit. Menatap langit-langit kamar, Binar kadang dibuat kebingungan. Bagaimana bisa, dua sosok yang selalu terlihat seperti musuh bebuyutan, bisa terikat dalam pernikahan? Lalu, untuk apa mereka berumah tangga?  Entah karena tubuhnya yang lelah, atau hatinya yang kembali dibuat berdarah-darah akan pertengkaran kedua orangtuanya. Kantuk tiba-tiba saja menyergap Binar. Hingga mata yang sebelumnya menatap hampa langit-langit kamar, perlahan tertutup, sampai akhirnya terlelap sepenuhnya.  ***  Binar terbangun dengan wajah kuyu. Setengah linglung, ia bangun dengan keadaan kamar yang tampak sudah gelap. Astaga ... Berapa lama dia tak sadarkan diri karena tertidur begitu saja? Bergerak turun dari tempat tidur, Binar berjalan perlahan untuk menyalakan lampu kamar. Gadis itu mengaduh dan meringis saat kakinya tak sengaja menabrak atau terantuk sesuatu. Meraba-raba dinding, Binar merasa lega karena akhirnya menemukan saklar lampu. Memejamkan mata sejenak untuk menghalau rasa silau setelah berhasil menyalakan lampu dan membuat kamarnya terang benderang. Binar menyeret langkah menuju kamar mandi, bersiap membersihkan diri sebelum nanti turun, karena rupanya, dia tertidur seperti orang pingsan. Bagaimana bisa, saat sebelum terlelap hari masih siang bolong, kini telah berubah menjadi malam? Selesai mandi dan mengenakan baju rumahnya berupa kaus dan celana selutut, Binar turun karena sedari mandi tadi, perutnya sudah rusuh minta di isi.  Langkahnya menuju dapur terhenti, saat mendapati pemandangan yang nyaris membuatnya ternganga tak percaya. Meja makan yang biasanya terlihat suram untuk Binar, kini terisi dua sosok yang tadi siang berteriak dan memaki satu sama lain. "Non?" Si Mbok meringis, wanita paruh baya itu menggumamkan permintaan maaf karena sudah mengejutkan Binar yang berdiri sembari melamun. "Mau ikut makan malam bersama Tuan dan Nyonya? Tadi si Mbok ketuk-ketuk pintu kamar Non, tapi nggak ada jawaban. Jadi Mbok turun lagi." Menggaruk belakang lehernya, Binar tersenyum kecil, "maaf Mbok, aku ketiduran. Dan ... Ya, untuk hari ini, mau makan di sana." Ucapnya sembari mengedikkan dagu pada meja makan berisi kedua orangtuanya yang sudah mulai menyantap makan malamnya dalam diam. Menyembunyikan senyuman haru atas kebahagiaan sang Nona, si Mbok mengangguk dan menyilakan Binar untuk ikut bergabung bersama kedua orangtuanya. Wanita paruh baya itu tau, seberapa besar keinginan Binar untuk bisa merasakan perhatian kedua orangtuanya yang terlalu sibuk mengurusi diri sendiri. Berdeham canggung, Binar tersenyum gugup saat akhirnya berhasil mencuri perhatian kedua orangtuanya yang sebelumnya sibuk dengan isi piring masing-masing. "M—malam Yah, Bu," menarik kursi yang bersebelahan dengan sang Ibu, sementara sang Ayah duduk berseberangan dengan mereka. Binar berusaha mengais ketenangan yang tercecer karena dilanda gugup. Astaga ... Dia hanya akan makan malam dengan orangtuanya sendiri, bukan artis terkenal atau pejabat penting. Tapi ... Entah kenapa, bisa segugup itu?  Binar bahkan lupa, kapan terakhir kali mereka bisa kembali makan satu meja seperti saat ini. Sepertinya, itu sewaktu dia SMP? Dendra hanya menatap Binar sekilas, sebelum kemudian menundukkan kepala lagi dan melanjutkan makannya yang terjeda. Sementara Dyra, sang Ibu, memberikan gumaman singkat sebagai balasan sapaan dari Binar yang sudah duduk tegang di sampingnya. Seolah akan menjalani ujian.  Mengucap terima kasih pada si Mbok yang menuangkan minuman untuk Binar, gadis itu makan dengan gugup hingga tersedak beberapa kali. "Makan yang benar bisa nggak sih?!" Kesal Dendra saat Binar terbatuk-batuk karena lagi-lagi tersedak. Di tengah kesibukannya meredakan batuk, Binar mengangguk dan mengucap permintaan maaf. Sementara Dyra menyodorkan minuman sembari mengomel. Binar merutuki diri karena membuat kedua orangtuanya kesal. Padahal, ini adalah saat-saat langka yang harus ia manfaatkan dengan baik.  Tak berselang lama, Dendra menyilangkan sendok dan garpunya di atas piring yang sudah kosong. Menandaskan air minumnya, pria itu beranjak dari tempat duduk dan melenggang pergi tanpa mengatakan apa pun. Hanya berselang beberapa menit, hal serupa dilakukan Dyra, hingga akhirnya menyisakan Binar seorang diri di meja makan dengan piring yang masih terisi makanan cukup banyak. "Non?" Memanggil dengan suara sendu, si Mbok yang mengetahui tuan dan nyonyanya sudah menyelesaikan makan malam lebih dulu dan meninggalkan Binar begitu saja, merasa iba pada gadis itu. Bahkan, untuk keinginan sesederhana seperti menikmati makan malam bersama kedua orangtuanya, diselingi obrolan santai saja, begitu sulit untuk di dapatkan. "Mbok ... Mau ikut makan? Temenin aku, dari tadi nggak habis-habis makanannya. Nggak tau, aku yang lelet ngunyah atau kebanyakan ambil makanannya." Terkekeh kering, wajah yang Binar perlihatkan untuk tampak tegar, justru membuat si Mbok kian sesak. Wanita paruh baya itu hanya bisa mendo'akan, jika suatu saat nanti, Binar bisa mencicipi hangatnya sebuah keluarga. ***  Di tengah keriuhan suasana sekolah, Binar sibuk mengerjakan soal dibuku tugasnya yang baru akan dikumpulkan minggu depan. "Astaga rajinnya ..., pertahankan ya Nak, biar makin enak nyonteknya." "Ck! Nggak bakal gue kasih lihat." "Dih, nggak boleh pelit ilmu, Bi. Orang pelit kuburannya sempit kata nenek gue." Agni, gadis yang duduk sebangku dan menjadi satu-satunya teman dekat Binar di sekolah, menggerutu sebal. Sembari sibuk mengipasi wajah dengan kipas angin portable. "Gue suntuk, tadi kita cuma disuruh nyatat dan isi soal karena guru yang ngajar lagi berhalangan hadir."  "Suntuknya orang pintar beda ya? Bukannya santuy pas jam kosong nunggu suara penyejuk telinga, lo malah berkutat sama rumus-rumus yang bikin kepala gue migren dadakan." "Suara penyejuk telinga apaan?" "Masa lo nggak tau? Itu panggilan sayang gue buat suara bel sekolah. Nyanyiannya sangat dinanti-nantikan." Mendengkus, Binar yang sudah menyelesaikan semua soal yang menjadi tugas untuk minggu depan menutup buku. Beruntung, dia sudah selesai setelah Agni mulai merusuh. Sebelumnya, gadis itu sibuk bergosip dengan kumpulan gadis lainnya di seberang meja. "Eh, Bi, lo tau gosip yang lagi heboh nggak?" Mengerutkan kening, Binar menatap bingung wajah Agni yang tampak penuh semangat. Gadis itu paling update tentang berita terbaru dan tengah hangat diperbincangkan. Berbeda dengan Binar yang tak begitu memedulikan hal semacam itu. Selagi tak berkaitan dengannya, ia memilih tak peduli. "Apaan?" "Sebenarnya bukan hal baru, ini soal berandalan sekolah."  "Eric?" Menjentikkan jari, Agni memajukan tubuh untuk menipiskan jarak dengan Binar yang refleks mundur hingga punggungnya membentur tembok yang berada di belakangnya.  "D—dia ... Kenapa lagi?" "Jadi, gosipnya, si Eric ... Ngehamilin!" Seru Agni sembari menahan jeritannya. "Orang?" Menepuk kening, Agni yang terlanjur gemas, mencubit lengan Binar hingga teman sebangkunya itu meringis dan menggerutu kesal. "Sakit, Ni," keluh Binar, tapi Agni justru memelototinya. "Ya habisnya lo ngeselin! Ya iyalah orang, masa kucing!" Menyipitkan mata, Agni menatap Binar dengan serius, "awas ya, lo tanya si Eric hamilin cewek apa bukan?" "Yah ... Baru gue mau tanya soal itu." Canda Binar yang membuat Agni mendengkus. Sebelum tergelak bersama.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
190.4K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.4K
bc

My Secret Little Wife

read
98.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
102.3K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.9K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook