bc

Beneath The Sea

book_age16+
192
FOLLOW
1.1K
READ
adventure
family
powerful
brave
bxg
serious
mystery
evil
mythology
secrets
like
intro-logo
Blurb

Tidak pernah terpikirkan sama sekali dalam hidup Haresh bahwa ia akan menghadapi fakta yang sangat mengejutkan. Fakta yang mengatakan bahwa ia adalah bukanlah seorang manusia berdarah murni. Ada darah makhluk lain yang mengalir dalam tubuhnya. Lantas, apakah yang akan Haresh lakukan selanjutnya? Dapatkah ia menerima jati dirinya?

chap-preview
Free preview
Butir Pertama
Hari ini hujan deras mengguyur kota Jakarta tanpa henti. Berdiam diri di dalam rumah selama berjam-jam tanpa melakukan kegiatan berarti membuat Haresh lama-lama menjadi bosan. Sudah lebih dari setengah jam ia memandangi dinding kamarnya yang dipenuhi oleh bingkai foto juga poster anime. Berulang kali memandang dari ujung hingga ujung, sampai ia bosan melihat gambar yang tetap sama meski berkali-kali ditatap. Suara hela napas terdengar lirih. Haresh memilih untuk bangkit, duduk di tepi ranjang. Pemuda yang baru menginjak usia 17 tahun seminggu lalu itu tampak kusut. Di dalam kepalanya kembali terlintas sebuah list panjang berisi tugas sekolah yang belum ia kerjakan. Belum lagi minggu depan akan banyak ulangan harian di tiap mata pelajaran. Ia bahkan belum bisa mengerti materi yang diajarkan sampai detik ini. Agak kesulitan karena semenjak duduk di kelas 12 terjadi banyak keributan di rumah. Ia kerap kali menjadi sasaran amarah sang ayah dan ibu jika mereka sedang penat dengan pekerjaan. Oleh karena itu, ia menjadi sulit fokus di sekolah. Malas terlalu lama mengingat hal-hal tidak menyenangkan itu, Haresh bangkit dari duduknya. Kemudian keluar dari kamar. Menuju ke kamar sang adik yang terletak tepat di seberang. Ia langsung masuk tanpa mengetuk, sambil menyunggingkan senyuman lebar menyebalkan. Decakan kencang menjadi sambutan yang Haresh terima. Sang adik menatap Haresh tajam. Acara membaca komik sedih di tengah hujannya harus terganggu akibat kedatangan sang kakak. “Lo bisa nggak, sih, sehari aja jangan ganggu gue? Gue pengen punya waktu sendiri tanpa gangguan lo. Gue pengen sehari aja, tenang, tanpa ulah lo yang nyebelin.” “Yah, gimana dong? Gue nggak bisa. Gue terlalu sayang sama adek gue yang tukang ngadu ini. Hehe.” Senyum di wajah Haresh makin lebar saja. Lantas ia melompat ke kasur Jeza, memeluk pemuda berotot itu dengan kencang hingga yang lebih muda memberontak. “Abang!” pekik Jeza keras. Haresh bukannya berhenti, malah makin mengeratkan pelukan pada Jeza. Semakin Jeza memberontak, maka makin senang Haresh dibuatnya. Mereka pun akhirnya berguling-guling hingga hampir jatuh dari ranjang. Komik yang Jeza pegang bahkan sampai kusut karena mereka tindih berulang kali. Otak Haresh mendadak mendapatkan rencana baru untuk membuat Jeza makin murka. Ia diam-diam mengambil komik yang sudah kusut itu. Jeza yang sadar kalau komiknya beralih ke tangan Haresh, kontan berteriak, “Abang, jangan komik gue!” Melihat sang adik murka memancing kejailan Haresh makin menjadi. Ia segera membuka pintu balkon. Bergerak secepat kilat dan membuang komik Jeza ke dari sana. Terjun bebas sampai ke kolam renang yang tepat berada di bawah balkon kamar Jeza. “b*****t lo, Bang!” Lalu terjadilah aksi kejar-kejaran di antara mereka yang tidak dapat terelakkan. Haresh berlari sekencang mungkin menghindari Jeza. Sampai harus melewati dua anak tangga sekaligus agar tidak tertangkap oleh sang adik. Kemudian pergi ke halaman belakang guna mendapat peluang yang lebih besar untuk menghindar dari Jeza. Tidak peduli di luar masih gerimis, mereka berlari mengelilingi pinggiran kolam renang yang licin. Haresh berhenti sejenak ketika langkah Jeza memelan. Namun, rupanya itu adalah siasat Jeza untuk menangkap Haresh. Ketika Haresh lengah, Jeza langsung berlari sekuat tenaga untuk menangkap sang kakak. Mereka pun berakhir bergulat di sana hingga salah satu dari mereka tercebur ke dalam kolam. Tawa Haresh menggelegar kencang. Ia berhasil membuat Jeza yang tubuhnya kekar itu masuk ke dalam kolam. Jeza menyumpah serapahi Haresh yang masih terbahak. Ia benar-benar kesal dengan Haresh. Rasanya ingin sekali ia menenggelamkan Haresh. Jeza buru-buru keluar dari dalam kolam, kembali mengejar Haresh. Haresh berlari ke dalam rumah, tidak tahan dengan udara dingin di luar. Namun, sayang sekali ketika hendak menyusul pergerakan gesit Haresh, Jeza malah terpeleset sampai membentur lantai disusul dengan suara debuman yang cukup kencang. Pemuda itu kontan memekik. Langkah Haresh terhenti karena mendengar suara Jeza. Ia kembali ke pintu belakang untuk melihat keadaan sang adik. Gelak tawanya kembali terdengar, tetapi tidak begitu lama karena wajah kesakitan Jeza membuat Haresh menjadi khawatir. Belum lagi tangan pemuda itu yang menjambaki rambutnya tanpa ampun. “Je? Heh! Jeza! Lo kenapa? Lo nggak pa-pa, ‘kan? Kepala lo tadi ngebentur lantai duluan?” Haresh mendadak panik. Ia mengguncangkan tubuh Jeza. Namun, Jeza masih terus menjambak rambutnya sambil meringis kesakitan. “Jeza, jawab! Sakit banget kepalanya?” “Sakiittt!” lirih Jeza. “Ya udah ayo gue bantuin ke kamar–– eh, Je! Jeza!” Mata Haresh membulat. Jeza tidak sadarkan diri di lantai. Mata pemuda itu tertutup sempurna. Haresh makin panik bukan main. Di tengah kepanikan Haresh, Ameera menghampiri mereka. Tampaknya wanita itu mendengar kegaduhan yang terjadi dan penasaran hingga sampai di sini. Ameera tentu saja terkejut melihat putra bungsunya terkapar di lantai dengan mata tertutup. Ia segera bersimpuh di sebelah Haresh. “Ini kenapa? Kamu apain lagi Jeza, hah?!” semprot Ameera. Wanitu itu marah besar, entah sudah berapa kali Haresh berbuat sembarangan seperti ini. Padahal sudah berulang kali diingatkan untuk bercanda sewajarnya saja, tetapi Haresh tidak pernah mendengarkan. Ini bukan kali pertama. Saat kecil dulu Haresh juga pernah hampir membuat Jeza mati tenggelam. Untung saja Jeza masih bisa diselamatkan. Sejak saat itulah Haresh menjadi kurang dipandang oleh orang tuanya. Ia dicap sebagai anak nakal yang tidak layak untuk diberi banyak kasih sayang. Tubuh Haresh makin gemetar karena takut. Beruntung beberapa detik kemudian mata Jeza kembali terbuka, meski sayu. Haresh buru-buru membantu Ameera untuk memapah Jeza kembali ke kamar. Di pertengahan jalan, Sadewa––Ayah mereka––memergoki mereka. Pria itu langsung membantu mereka. Menyingkirkan Haresh dari sisi Jeza dengan kasar. Haresh kemudian tidak dibiarkan masuk ke kamar Jeza oleh Ameera. Ia dipaksa menunggu di luar dengan kecemasan yang masih mengungkung kuat. Kurang lebih 10 menit Haresh berdiri di sana. Ameera dan Sadewa lantas keluar dengan raut wajah yang tidak menyenangkan. Mereka kompak menatap Haresh kesal. Mereka sama-sama sudah lelah menghadapi berbagai tingkah Haresh. Baik di rumah maupun di sekolah. “Kamu mikirin apa, sih? Kamu mau adik kamu beneran meninggal? Yang kamu lakuin barusan itu benar-benar bisa berakibat fatal. Kalau ada apa-apa sama Jeza kamu mau tanggung jawab? Kalau terjadi hal buruk sama Jeza kamu bisa bertanggung jawab?” cecar Ameera. Tidak bisa menahan emosinya yang membuncah. “Kalau orang tua sedang bicara itu tatap matanya!” Badan Haresh makin gemetar. Ia mendongak secara perlahan. Wajahnya sampai pucat karena ketakukan. Namun, Ameera dan Sadewa tidak peduli. Yang mereka pedulikan sekarang hanyalah keadaan Jeza. “Mama nggak tahu harus menasehati kamu bagaimana lagi, Resh. Dari kecil Mama sudah sering bilang kalau pernah jangan membahayakan Jeza. Kenapa kamu nggak pernah dengerin? Berapa kali sudah Jeza celaka karena kamu? Apa kamu belum puas juga? Kamu mau Jeza sampai meninggal?” Kepala pemuda kurus itu kontan menggeleng kencang. “Enggak, Ma.” Ameera mengembuskan napas kasar. Kepalanya pening melihat kelakuan si sulung. Lantas kemudian ia segera melenggang pergi. Malas berhadapan dengan Haresh lebih lama. Menyisakan Sadewa yang masih menyimpan banyak emosi. Sebelah tangan Sadewa terlulur menyentuh pundak lebar Haresh. Lalu mencengkeramnya kuat sampai Haresh meringis kecil. Ia berucap pelan, “Kalau kamu nggak bisa jadi kakak yang baik, setidaknya jangan selalu membuat adik kamu celaka. Papa punya batas sabar. Jangan bikin Papa melewati batas itu, oke?” Sebuah anggukan kecil mengakhiri percakapan mereka. Sadewa menyusul sang istri, meninggalkan Haresh seorang diri di depan kamar Jeza. Haresh kontan berjongkok sejenak. Ia mejamkan mata, meredam emosi yang terus bergejolak. Ia menarik napas dalam-dalam untuk mengendalikan diri. Kemudian kembali bangkit dan masuk ke dalam kamar Jeza. “Sialan!” Kepalan tangan Haresh mengepal kuat. Emosinya kembali tersulut. Bagaimana tidak? Kini Jeza malah tersenyum lebar di atas ranjangnya dengan wajah penuh kemenangan. Ia sama sekali tidak terlihat kesakitan. Itu artinya yang tadi adalah sandiwara belaka. “Kenapa? Kaget, ya?” ujar Jeza. Telunjuk Haresh menunjuk tepat ke wajah tanpa dosa Jeza. Ia benar-benar emosi saat ini. “Lo ... keterlaluan!” “Keterlaluan apa? Yang keterlaluan, tuh, lo! Lo duluan yang mulai semua ini. Kalau lo nggak iseng sama gue, gue nggak akan mungkin pura-pura kayak yang tadi. Ya, sekali-kali gue mau balas dendam lelah. Emang lo doang yang bisa? Gue juga bisa.” Benar. Yang Jeza katakan memang benar. Namun, Haresh tidak terima. “Yang lo lakuin keterlaluan! Lo denger ‘kan tadi Mama sama Papa marah beneran sama gue? Lo juga liat ‘kan gue gemeteran? Bahkan sampai sekarang tangan gue belum bisa berhenti gemeter. Lo ... sumpah, lo keterlaluan!” “Nggak usah playing victim!” teriak Jeza. “Lo yang playing victim di sini!” balas Haresh ikut berteriak. Napasnya memburu hebat. d**a pemuda itu sampai ikut sesak karena saking emosi. Haresh menunduk sejenak. Menekan emosinya sekuat tenaga. Mengamuk di saat seperti ini tidak akan menguntungkan. Ia lantas segera berbalik, keluar dari kamar Jeza dengan membanting pintu kencang. Setidaknya dengan begitu emosi yang ia tahan sedikit terlampiaskan. Ia benar-benar kesal. Hari ini adalah hari yang buruk.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

AKU TAHU INI CINTA!

read
9.0K
bc

Romantic Ghost

read
162.5K
bc

Time Travel Wedding

read
5.4K
bc

Legenda Kaisar Naga

read
90.5K
bc

Kembalinya Sang Legenda

read
21.8K
bc

Putri Zhou, Permaisuri Ajaib.

read
3.8K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook