perjalanan jiwa

2030 Words
Peluru itu mengenaiku tepat di leher. Akupun merasakan cincinku bersinar terang dan akupun terpental jauh. Peluru itu juga terpental dan mengenai pohon di dekatku. Pohon itu tiba-tiba terbakar hebat dan terdengar suara tawa yang sangat mengerikan dari situ. Aku bangun dan melihat badanku sudah tergeletak tak berdaya serta basah oleh hujan deras yang datang tiba-tiba ini. Kulihat Amalia menangisi badanku dan mengenggam erat tangan itu seakan tak menginginkanku pergi begitu saja dengan cepat. 'Aldi, sayang. Bangun, sayangku'tangisnya sembari menempelkan wajahnya pada wajahku. Aku berusaha menjawabnya tapi dia tak mendengarku. Kulihat Ayah dan Pak Kyai masih saling menatap dengan pandangan tajam. "Kenapa kau lakukan itu?"ujar pak kyai pada ayah. "Aku ayahnya, dia anjingku. Anjing seperti dia sangat dibutuhkan untuk peliharaan di rumah. Kalau dia tidak mau, lebih baik dia mati saja. Mayatnya bisa buat pupuk."jawab Ayahku "Takkan kubiarkan kau lakukan tindakan sekeji itu. Cincin,kalung. Kalian bawa Aldi ke pondok. Aku akan mencegah Ayahnya ikut campur."tegas pak kyai. "Baik"jawab cincin dan tasbih,lalu badanku diselimuti cahaya dari kedua benda tersebut dan perlahan menghilang. Amalia yang masih memeluk badanku sedari tadi mengucapkan sesuatu, "Sayang, aku akan menunggumu~ Hati ini setia menantimu~ Aku hanya mencintaimu~ Langitpun menangisimu~ Aldi,kusayang padamu~ Tolong jangan pergi,sayangku~" senandungnya di tengah hujan deras ini. kulihat wajahnya yang begitu indah,diselimuti cahaya,menangis berlinang air mata.Aku usap air mata di pipinya namun tak bisa. Dia perlahan menghilang bersama badanku itu dan menyisakan hujan yang tinggal rintik-rintik ini. "Tapi, bagaimana kau bisa tahu ini semua?"tanya pak kyai pada Ayah. "Hahaha, anjing seperti dia harus diberi pelacak supaya tidak hilang. Sayang,ku masih ada urusan jadi baru hisa datamg sekarang. Lebih baik lagi kalau bisa kutembak mati dia ketika akad nikah biar calon istrinya batal nikah. Anjing kok dinikahi,hahahahahaha"tawanya begitu keras. Akupun terdiam dan melihat wajah pak kyai menahan amarahnya. Pak kyaipun menunjuk ayah dari kejauhan seraya berkata, "Semoga engkau diampuni"ujarnya lalu menunjuk baling-baling helikopter itu seraya bertakbir. Tiba-tiba baling-baling helikopter itu seperti terkena ikatan kuat dan berhenti bergerak. Helikopter itupun terjun bebas dari langit dan ayah yang terlihat kaget segera melompat dari tangga helikopter itu. Ayahpun memaki pak kyai, "Dasar kakek tua, apa yang telah kau lakukan ha?" "Aku hanya meminta Allah untuk menghentikan helikoptermu,itu saja"ujar pak kyai. "Dasar kakek tua bodoh, itu tidak mungkin. Kamu pasti punya sihir khusus melebihi sihirku. Tak akan kubiarkan kau hidup kakek tua." Ayah terlihat mengeluarkan pistolnya lagi dan menembak pak kyai. "itu bukanlah sihir,dan kamu takkan bisa melukaiku. Sudahi pertengkaran ini, aku ingin melihat anak menantuku untuk terakhir kali" ujar pak kyai sembari menitikkan air mata. Peluru itu terhenti tepat di antara kedua jari pak kyai dan dia membuangnya begitu saja. Aku tak mengerti apa yamg terjadi padaku sebenarnya. Kudengar adzan ashar berkumandang dan kulihat ada seorang kakek tua berbaju putih tampak menungguku di samping pohon yang terbakar habis tak bersisa itu. 'Nak, kemarilah' Panggil kakek bergelang putih itu padaku. Akupun menghampirinya dan kulihat wajahnya semakin jelas. Dia tampak seperti ayah tanpa aura kejamnya itu. 'Kakek siapa ya?tampak seperti ayahku.'tanyaku padanya. 'Akulah kakekmu nak aldi' jawabnya. Aku tak kuasa menahan air mata dan memeluknya, 'kakek,aldi rindu kakek.'sahutku pada kakek. 'Ayo sholat nak,sudah azan ashar. mari sholat.'ajaknya padaku. 'kek,kita sudah mati.apa masih sholat?bagaimana berwudhunya?'tanyaku keheranan. 'kamu belum mati,nak. Cucuku masih membutuhkanmu.Ya,kalau kau mencintai Allah,kita masih tetap sholat. Bersuci di alam ruh ini caranya dengan menyingkirkan apapun selain Allah.'jelas kakekku. 'Maksudnya, kek?'tanyaku lagi. 'Hilangkan segala sesuatu dalam hatimu selain Allah nak, termasuk ambisimu, dunia seisinya dan akhirat. Cukup Allah saja dalam hatimu.'ujar kakek. 'Baik, kakek' jawabku. Kusingkirkan semua ambisiku, kekhawatiran dan kegelisahanku, serta berbagai keinginan yang pernah kuinginkan. Segera setelah itu, aku lihat kakek mengimamiku sholat ashar ini. Seusai sholat, aku memperhatikan wajah kakek yang terus memandangiku. Terlihat matanya berkaca-kaca menyembunyikan kesedihannya. Kakekpun berucap, ' Iya,nak. Amalia adalah sepupumu. Itu juga berarti pak kyai adalah pamanmu' 'Jadi yang selama ini aku berguru padanya adalah pamanku sendiri,kek?'tanyaku. 'Ya,benar. Pernikahanmu kali ini juga sudah direncanakan bertahun-tahun yang lalu'jelasnya padaku. 'Seperti itu ya, Aldi rindu kakek. Kenapa aku tak bisa mengingat kakek sama sekali? Padahal kata paman, kakeklah yang membuka mata batinku.'Tanyaku. 'Susah tuk menjelaskannya,nak Aldi.Maukah kau menemani kakek sebentar saja?'Ujar kakek padaku. 'Baik,kek'jawabku. Diapun mengangkatku dan menggendongku di pundaknya. Kakekpun berjalan dan terus berjalan.Sekelilingku tampak bercahaya dan kamipun tiba di pondokku dulu. Kulihat Amalia dan paman bercengkerama. "Ayah,aku ingin menikahinya. Sudah bertahun-tahun aku menyukainya, kapan Ayah menepati janji pada kakek?"tanya Amalia. "Amalia, perjodohan ini memanglah sudah terlalu lama. Baiklah biar ayah urus ketika dia sudah masuk kuliah."janji paman pada Amalia. "Janji ya ,yah"ucap Amalia dengan wajah lembutnya itu. "Iya,nak" jawab paman dengan tersenyum pada Amalia. Akupun melihat kakek tersenyum dan memandangku seraya berkata, 'pejamkan matamu, nak. Kakek akan menuju masa lalu yang lebih jauh daripada sekarang' 'Baik,kek' Akupun memejamkan mataku dan terasa ada hawa sejuk menyelimutiku. 'Buka matamu,nak. Kita sudah sampai'ucap kakek. Kubuka mataku dan kulihat paman masih muda dan kakek menyeruput kopi di sore hari itu. "Nak,tolong ambil anak itu dari ayahnya. Ambil ketika dia sudah cukup matang untuk dipondokkan."ujar kakek. "Siap, Ayah." jawab paman. "Tolong berikan dia cincin dan tasbihku seusai keluar dari pondokmu,serta kalau anakmu suka jodohkan dia dengan anak itu."ujar kakek. "Ayah,bahkan jika satu pondok ini beserta isinya akan kuberikan untuknya,jika dia mau"jawab paman. "Hahaha,cukup nak. Biar dia berjuang dulu, tak perlu kau sampai seperti itu sekarang."canda kakek. 'Kek,kenapa aku diperlakukan sampai seperti itu oleh paman?'tanyaku pada kakek. 'Nak,janganlah kamu bertanya dahulu. Mari kita nikmati perjalanan waktu ini bersama dulu.'Ujar kakek sembari menutup mataku dengan tangannya. Dalam kegelapan mataku,tiba-tiba muncul cahaya menyilaukan. Lalu,kulihat ada seorang anak bayi yang sangat lucu. Dia menangis dan menangis hingga membangunkan bayi yang berada di sampingnya. "Kakek,aldi sudah menangis tanpa henti seminggu ini. Apa yang harus dilakukan,kek?"Ucap paman penuh kekhawatiran. "Akan kukembalikan dia ke ayahnya yang keji itu,mata batinnya terlalu kuat. Aku menyesal telah membangkitkan mata batin anak ini."jawab kakek. "Tapi kek, dia akan diperlakukan dengan keji seperti saudara-saudaranya yang lain."ujar paman. "Tak ada pilihan lain,nak. Energi negatif keluarganya akan menekan kekuatan batin anak ini hingga tak menjadi terlalu kuat seperti sekarang"jawab kakek yang sudah berlinang air mata. Kulihat di pojok ruangan ada seorang perempuan menimang bayinya yang juga ikut menangis karena tangisanku. 'Kek,itu siapa?rasanya aku mengenali bayi itu.'tanyaku pada kakek. 'Itu aliya,cucuku yang lain, dan ibunya ,nak. Kamu memang sudah melihat anak itu hari ini.'jelas pak kyai. 'Apakah dia kak alya,kek?'tebakku. 'Benar,ada tiga sepupumu yang sekampus denganmu. Dia salah satunya.'Jelas pak kyai membenarkanku. 'Lalu dua yang lain siapa,wahai kakek?'tanyaku penasaran. 'Sebentar lagi kamu akan tahu'jawab kakek penuh misteri. Kamipun berjalan dalam lautan cahaya ini dan sampai pada suatu tempat yang lain. Di sini ada dua orang bayi lagi yang sepertinya tersenyum melihatku.Mereka ditimang oleh kedua ibunya masing-masing.Aku terheran kenapa mereka bisa melihatku. 'Inilah kedua sepupumu yang lain,nak. Yang di kanan,jamila, dan yang di kiri mutiara'jelas kakek padaku. 'Lalu bagaimana aku bisa kembali ke badanku seperti semula,kek?'tanyaku dengan penuh kekhawatiran. 'Jangan bertanya lagi atau kamu takkan kembali ke alam nyata,nak. Hayati perjalanan jiwa ini sepenuh hatimu.'ujar kakek memperingatkanku. 'Baik,kek. Aku sepenuhnya percaya pada kakek.' Kakek berjalan dan terus berjalan lagi hingga akhirnya sampai ke rumah besar ayahku ini. Dia menunjukkan sebuah ruangan yang tak pernah aku ketahui sebelumnya. Di dalamnya terdapat enam lilin di atas simbol segi enam yang nampak digambar dengan cat merah. 'Nak, itu bukan cat merah. Itu darah ayah ibumu, mereka menjual jiwa mereka demi akal dan harta. Kamu harus bisa membawa mereka ke jalan yang benar jika kamu mampu.'ujar kakek. Kulihat di tengah simbol itu terdapat beberapa peluru yang direndam juga dengan darah. Aku merinding melihat semua itu dan kakek menenangkanku, 'tenang,nak. Peluru itu yang mengenai lehermu tak melukaimu. Namun apa yang terjadi saat ini karena badanmu mengalami mati suri. Ini bukanlah kematian sebenarnya, tapi akan kuajari cara dasar menggunakan cincin dan tasbih itu.' 'Baik,kek'jawabku penuh kesiapan. 'Dengarkan baik-baik,nak. Cincin itu perlambang ketegasan dan tasbih melambangkan kelembutan. Carilah cara di antar kedua unsur itu untuk menghadapi lawanmu,nak'ujar kakek. 'Baik,kakek'jawabku meski ku tak paham. 'Kelak kau akan memahaminya,nak'Senyum kakek padaku. Seketika itu juga , kami sudah berada di pondok paman. Kulihat badanku terkujur dibalut kain kafan, dan Amalia dengan matanya yang merah membengkak tampak begitu larut dalam kesedihannya. Paman berusaha menenangkannya namun Amalia masih tetap melihat wajah yang sudah pucat dan hidungnya sudah tersumpal kapas. Kakek melihatku dan menurunkanku dari pundaknya.Dia tampak mengangguk mengisyaratkanku untuk kembali ke badan ini. Aku mulai bimbang, rasa nyaman yang tadinya kurasakan menghilang perlahan dan ku mulai menangis. 'Kek,aku masih ingin bersama kakek. Aku tak ingin meninggalkan kakek'rengekku padanya. 'Belum waktunya,nak. Jika memang kau ingin berjumpa dengan kakek lagi... 'jawab kakek yang kemudian menutup mataku dengan tangannya lagi. Terlihat suatu pemakaman di dekat pondok yang seringkali paman kunjungi selama aku di pondok. 'Di situ Kakek menunggumu,nak'ujar kakek yang kemudian menarik tanganku dan memberikan gelang putihnya yang ternyata merupakan tasbih berwarna putih. Aku simpan tasbih itu dalam kantongku dan kucoba memasuki badanku lagi. Rasanya seperti di dalam kulkas. Badanku begitu dingin. Aku mencoba membuka mata namun tak ada daya untuk itu. Kurasakan Amalia masih setia menunggu di sampingku dan di belakangnya ada paman. Aku merasakan jantungku mulai berdetak dan Amalia yang sedari tadi melihat mukaku terperanjat. 'Ayah,Aldi belum mati! Lihat wajah pucatnya kembali cerah.'batin Amalia. Sepertinya paman tak percaya dan melihat wajahku lebih dekat lagi. 'Anakku,bangunlah nak'ucap paman sambil memegang kedua pipiku. Mataku yang menutup rapat itu perlahan kubuka sekuat tenaga, dan kulihat Amalia tersenyum bahagia meski masih berlinang air mata. Pamanku melihatku dan tersenyum."Nak, ini sudah mau maghrib. Ayo sholat, kami semua mengkhawatirkanmu"ucap pamanku. 'Sayang,jangan tinggalin aku lagi. Aku tak bisa hidup tanpamu sayangku.'bisik Amalia padaku. 'Baiklah, sayang'ucapku sambil mengenggam tangannya. Akupun berganti pakaian untuk segera sholat maghrib. Betapa aneh sore ini, aku harap besok tidak seaneh hari ini. 'Aldi sayang,aku buatin teh hangat ya. Air hangatnya habis ini sekalian kumasak buat kamu mandi sore ini' batin Amalia padaku. Akupun tersenyum dan mengangguk sambil menarik tangannya dan kukecup tangannya yang begitu putih nan lentik itu. Terlihat dia nampak begitu malu hingga wajahnya memerah padam karena itu. 'Senangnya sudah beristri,alhamdulillah. 'batinku. 'Sama, aku juga senang sayang'bisik Amalia menjawab batinku. Semalaman kami menikmati malam pertama kami sehabis sholat isha. Dia memang istri yang sangat cantik, aku heran kenapa dia bisa menyukaiku yang biasa-biasa saja ini. 'Karena kamu di pondok dulu sering kabur, Aldi. Aku tahu diberitahu Ayah.'batin Amalia di sampingku. 'Apa hanya itu saja yang bisa buat kamu suka?'tanyaku keheranan. 'Setiap kali aku lihat wajah kamu,aldi. Itu buat hatiku bergetar,apalagi ketika mataku menatap matamu.'batin Amalia menjawab keherananku. 'Sepertinya aku takkan paham kenapa perasaan sukamu bisa timbul padaku, sayang'candaku padanya. 'Ayo, bangun. Kita belum ospek jurusan sayang'batin Amalia mengingatkanku. 'Oh,iya. Bagaimana dengan ayah? Aku mengkhawatirkannya.'tanyaku pada Amalia. 'Dia sudah ditangkap,aku harap dia tak pernah mendekatimu lagi sayang'batin Amalia. 'Jangan begitu,walau bagaimanapun. Dia tetaplah ayahku.'bisikku padanya sambil mencubit pipinya dengan mesra. 'Iya,sayangku'jawabnya tak kalah mesra sambil mencium pipiku ini. Sarapan kali ini bukan lagi makanan sisa,melainkan sup sayur buatan istriku tercinta. Aku lihat wajahnya yang begitu bahagia melihatku memakan hidangan buatannya dengan lahap. 'Sayang,kalau kamu ingin menikah lagi. Jangan cari istri yang lebih cantik dariku ya'ujarnya padaku sehabis sarapan. 'Maksudnya,sayang?'batinku keheranan 'Ya ,jangan cari yang lebih tinggi dari aku yang cuma 173 cm ini. Jangan cari yang buah da*anya lebih dari ukuranku yaitu 42, dan juga jangan cari yang lebih langsing dariku yang segemuk 63 kg ini ya sayang'bisiknya padaku. 'hahaha,baiklah sayangku.banyak maunya nih istriku.'batinku. 'Harusnya aku yang bilang begitu, sayang' batinnya sambil tersenyum padaku. Kamipun berangkat ke kampus dengan motor tua kakek.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD