Amplop Coklat dan Kue Ulang Tahun

1974 Words
Pria bertubuh besar dan tegap itu memperhatikan Ben berjalan keluar dari tempat pemakaman di belakang lapas. Matanya menyipit mengamati dengan seksama. Setelah beberapa saat, barulah Inspektur Kepala Senior Reginald Ross menyadari bahwa lelaki itu bukanlah mantan suami Jacqueline Chase. “Tentu saja tidak mungkin,” gumamnya sendiri sambil berbalik kembali ke dalam, menyeringai dengan pesimis. Inspektur Ross ingat betul bagaimana lelaki itu berteriak-teriak menuntut hukuman lebih berat untuk istrinya karena menghilangkan nyawa anak-anaknya secara sengaja. Pengacaranya juga mengemukakan banyak tuduhan berbasis pasal-pasal hukum yang sulit diatasi oleh pengacara pembela. Jika bukan karena sikap sang mantan suami tepat setelah proses persidangan itu selesai, Inspektur Ross mungkin akan menerima pernyataannya mentah-mentah. Masih lekat di kepalanya gambaran ketika melangkahkan kaki keluar dari gedung pengadilan. Sang suami yang menangis tersedu-sedu, penuh amarah seorang ayah yang telah kehilangan anak, tiba-tiba berubah total. Roger Wright itu menelpon seorang wanita dengan panggilan sayang, dibarengi tawa yang terbahak-bahak tak jauh dari tempat Inspektur Ross memarkirkan mobilnya. Suaranya yang serak selama persidangan tadi tiba-tiba menjadi begitu lembut tanpa getaran kesedihan. Bahkan, mungkin saja ia tak pernah punya penyesalan atas kematian anak-anaknya yang sia-sia, seolah-olah persidangan barusan yang melibatkannya hanya sekedar pekerjaan belaka. Aktor amatiran yang luar biasa. Hanya karena hal kecil itulah, Ross sedikitnya bisa mengerti apa yang terjadi: seorang suami yang menyalahgunakan hukum untuk menghukumi istrinya, yang entah bagaimana caranya, Ross pun tak tahu. Jacqueline Chase berusaha mati-matian memberikan perlawanan terhadap semua poin yang dituduhkan padanya. Sayang, wanita itu tidak didampingi pengacara yang cukup layak –atau mungkin cukup tertarik untuk membelanya –sehingga kasus itu malah berujung tragis. Nah, apa mungkin lelaki yang sangat diragukan tingkah lakunya itu akan datang ke pemakaman sang mantan istri? Jelas tidak, batin Inspektur Ross seraya menapaki lorong yang membawanya kembali ke ruang kerja. Sebenarnya, tak cuma adegan sang suami yang acuh tak acuh itu yang membuat Inspektur Kepala Senior Reginald Ross mulai meragukan keseluruhan kasus. Ini adalah kasus kedua yang dia hadiri seratus persen sejak kasus terakhir yang menimpa almarhumah putrinya, Dana. Dana meninggal lima tahun yang lalu, mengakhiri nyawanya sendiri karena tidak tahan dengan kekerasan yang dilakukan suaminya. Meskipun memiliki ayah berpangkat di kepolisian, Dana tidak pernah bercerita sedikit pun pada Ross dan istrinya. Mereka baru mengetahui ini ketika sang anak sudah terhenti napasnya, dan autopsi dilakukan. Kasus kematian, kekerasan, dan pembunuhan bukan merupakan cakupan kerja Ross, sebab ia tidak ditugasi di Divisi Kriminal. Hasil pengusutan yang bagi Ross seadanya itu hanya berujung dengan si menantu dijatuhi hukuman beberapa tahun penjara, namun itu sama sekali belum cukup –sangat jauh dari cukup bahkan untuk mengobati rasa sakit yang diderita Ross dan istri karena kepergian sang putri. Baik sebagai ayah maupun sebagai polisi, Ross merasa gagal karena tidak bisa melindungi keluarganya. Jika Dana masih hidup, ia akan seumuran dengan Jacqueline Chase, sama-sama berusia tiga puluh tahun. Ditambah lagi Jacqueline memiliki kemiripan fitur wajah dengan Dana. Hal-hal inilah yang membuat Inspektur Kepala Ross mulai mengikuti kasus Jacqueline dengan seksama meskipun ini tidak terkait langsung dengan divisinya. Namun apa daya, kasus telah ditutup dan Jacqueline si terpidana telah dieksekusi. Bahkan, ia tidak sanggup menatap mata Jacqueline secara langsung saat wanita itu menitipkan pesan padanya tadi. Hatinya ikut sakit, napasnya sesak, sampai-sampai Ross merasa ia telah bersikap kasar pada Jacqueline di masa terakhir hidupnya. Gerak pelannya di sepanjang lorong secara otomatis membawanya ke depan pintu berplakat kuningan, bertuliskan “Superintenden James Kwan”. Inspektur Ross mengetuk pintu itu. “Masuk.” Inspektur Ross melangkah masuk ke dalam dan dengan penuh keyakinan duduk di depan meja Superintenden. Sementara itu sang Superintenden berada di seberangnya. “Ada apa, Reg?” tanya Superintenden Kwan. “Tidak biasanya kau datang menemuiku.” “Ya, Sir…. Maaf, apa saya mengganggu Anda?” “Tidak, jangan cemas,” jawab si atasan dengan wajah cerah. “Aku merasa kau datang bukan karena pekerjaan. Dugaanku apakah ini terkait dengan kasus divisi Kriminal? Yang kau ikuti sejak tiga bulan lalu?” Inspektur Ross mengangguk. “Saya minta izin untuk menyelidiki ulang kasus Jacqueline Chase, Sir. Jika diperbolehkan, saya juga hendak meminta izin untuk mendapatkan akses ke dokumen, bukti –segala hal terkait kasus tersebut.” “Hmm,” respon Superintenden sembari bersandar di kursi empuknya. “Apa karena ini mengingatkanmu pada Dana?” “Separuhnya, iya. Tapi saya juga merasa kasus ini perlu diusut lebih detil. Jika Anda mengizinkan saya, saya akan memastikan bahwa penyelidikan ini akan saya lakukan di akhir pekan saja, bukan di jam kerja.” Superintenden mencondongkan tubuhnya. “Bagiku tidak masalah, Reg. Aku mempercayai pertimbanganmu. Tapi tidakkah kau merasa pekerjaanmu di divisi sudah banyak? Divisi Inteligen dan Biro Informasi sangat melelahkan sampai-sampai kau dan timmu harus bekerja hingga larut malam. Jika kau juga bekerja di akhir pekan untuk kasus ini, apakah kau yakin mampu untuk itu?” Inspektur Ross tampak ragu sejenak, lalu mengangguk lagi dengan yakin. “Saya akan memastikan ini tidak akan mengganggu tugas-tugas saya di kepolisian, Sir.” “Dapatkah kau memegang janjimu?” “Ya, Sir. Saya berjanji. Jika saya sempat teledor dalam tugas saya dikarenakan penyelidikan kasus ini, Anda berhak menghukumi saya.” “Baiklah,” kata Superintenden Kwan setelah melihat keteguhan bawahannya itu. “Aku akan menulisimu surat keterangan sebagai izin tertulis dariku. Kau dapat membawanya ke seluruh tempat yang kau butuhkan untuk penyelidikanmu --Bagian Pengarsipan Kasus, Bagian Forensik, Divisi Pembunuhan, dan divisi-divisi terkait. Aku mengharapkan performamu tetap baik dalam mengerjakan tugas-tugas wajibmu.” “Terimakasih, Sir.” *** Leona mengendarai mobilnya dengan pelan. Bentley yang ia kendarai berupa Bentley mewah dengan transisi kecepatan mulus mencapai seratus kilometer per jam dalam tiga setengah detik, sehingga ia harus berhati-hati saat menginjak pedal untuk mengontrol angka kecepatan. Milik Leona adalah versi GT Convertible dengan bagian atap bisa dibuka -tutup, dan kali ini Leona memilih membukanya untuk merasakan udara segar mengaliri rambut panjangnya. Minimal semilir angin itu membantu setengah pikiran Leona untuk tetap fokus mengemudi. Setengah pikiran lagi melayang pada isi dokumen tadi. Yang ia tahu dari keterangan di sana adalah, Roger merupakan seorang duda yang baru menceraikan istrinya tahun ini, dengan aset-aset yang sepenuhnya menjadi milik Roger. Ia dan istrinya sempat memiliki rekening bersama yang karena perceraian tersebut, maka uang di dalamnya dibagi rata antara keduanya. Roger bukanlah pria melajang seperti yang ia akui pada Leona, dan parahnya lagi, meninjau dari informasi tanggal pernikahan di dokumen, maka Leona sebenarnya hanyalah selingkuhan dari pria yang telah berumah tangga. Pengganggu kehidupan pasangan lain. Mengingat fakta ini, Leona menghantam setir mobil dengan kepalan tangannya sembari menambah kecepatan mobil. Tidak biasanya ia kehilangan kendali seperti itu. Betapa tidak? Kehidupannya selama ini memang aman, makmur, lamban, dan tumpul, dan dia membutuhkan petualangan. Saat ia menerima Roger Wright sebagai pacarnya, dia tidak menginginkan petualangan yang seperti ini –petualangan yang menyakiti kedua pihak wanita, dan hanya menguntungkan laki-laki. Selain tentang fakta itu, dokumen setebal sebelas halaman itu juga menjelaskan tentang eksekusi mati Jacqueline Chase –mantan istri Roger –karena pembunuhan berencana terhadap anak-anak mereka. Roger sebagai pihak penuntut adalah pihak yang memenangkan persidangan dengan tuntutan hukuman seberat-beratnya bagi pelaku. Melihat jenis hukuman yang telah diterima wanita itu, jelas bahwa dia telah menerima apa yang diinginkan Roger. Berdasarkan informasi yang Leona peroleh dari hasil pencarian berita di internet, Chase diduga mengalami tekanan mental yang berat setelah perceraian, juga didukung oleh kesulitan ekonomi. Leona tidak bisa menghakimi wanita malang itu begitu saja berdasarkan dugaan media massa, terlebih setelah Leona lebih mengetahui apa yang dialami Chase. Berita internet hanya memberitahu tentang perceraian Chase dengan suaminya, namun tidak tahu apa-apa tentang prahara rumah tangga mereka (Leona yakin Chase telah lebih dulu mengetahui perselingkuhan Roger sebelum melayangkan gugatan perceraian) maupun tentang pengalihan seluruh aset kepada Roger. Bila ini memang tekanan mental, mana ada wanita yang berniat membunuh anak-anaknya karena masalahnya dengan mantan suaminya, batin Leona. Gadis anggun itu tidak menyadari bahwa ia telah membanting setirnya dengan kasar, membuat mobilnya menikung tajam di perempatan, seperti mobil ugal-ugalan. Tapi Leona tidak peduli semua itu. Air matanya perlahan mengalir di wajah, sebagian terbang, sisanya mengering di wajahnya. Leona tak tahu apa sebabnya menangis, entah karena rasa sedih karena malang yang dialami Chase atau karena sedih akan nasib sendiri yang hanya menjadi bagian tambahan tak penting dalam kehidupan utama orang lain. Atau mungkin, ia hanya penyedia finansial bagi si tokoh utama Roger Wright. Mobil Bentley itu membawa Leona ke jalan yang lebih kecil yang diapit banyak kompleks perumahan dan kawasan apartemen. Mobil bergerak memasuki gerbang Peak Sunset, yang akan membawanya ke kompleks apartemen bernama sama. Apartemen di Peak Sunset dikenal sebagai hunian kelas menengah atas pekerja korporat lajang dan acap dijadikan atelier pekerja seni. Kawasan yang cukup membuat minder karyawan dengan upah minimum rata-rata. Setelah memarkirkan mobilnya dan berjalan menuju pintu kaca lobi depan, barulah Leona menyadari sesuatu: dia tidak tahu nomor apartemen Roger. Ia bisa saja menanyai resepsionis tentang itu, tapi mungkin resepsionis akan menanyakan identitasnya. Tiba-tiba sebuah ide muncul di kepala Leona. “Selamat pagi,” sapa gadis itu dengan ramah pada resepsionis. Wanita di meja konter membalasnya dengan sama ramahnya pula. “Saya punya seorang teman yang tinggal di apartemen ini, namanya Roger Wright,” Leona memulai. “Saya hendak memberikan kejutan padanya karena ini hari ulang tahun Roger, sebentar lagi kuenya akan datang kemari. Dapatkah Anda membantu saya menunjukkan nomor apartemen Roger?” Resepsionis itu tampak sedikit curiga. Apartemen sekaliber itu memang sangat berdedikasi soal keamanan penghuninya. “Ah, tidak usah khawatir,” Leona menenangkan, “Anda bisa ikut menerima kurir yang membawa kuenya ke sini dan memeriksa jika memang ada sesuatu yang janggal… Nah, itu dia!” Leona memang benar-benar memesan kue ulang tahun, dan kue itu tidak sembarangan dipesan. Kue itu adalah kue mahal dari toko cake and pattisery langganan Leona, sehingga saat resepsionis menanyakan beberapa hal tentang Leona, si kurir menjawab dengan meyakinkan. “Nona Seymour dan seluruh keluarganya adalah langganan kelas atas kami selama bertahun-tahun, dan Anda bisa mempercayai beliau.” Mendengar itu, si resepsionis buru-buru mendekati Leona. “Maaf Nona, saya hanya perlu berjaga-jaga, karena banyak sekali orang yang mengaku kenalan penghuni tapi ternyata bukan dan berniat buruk.” Leona menjawab dengan enteng, “Tidak masalah.” Resepsionis itu lalu mengecek nama Roger di buku data penghuni dan bersama dengan pembawa kue dan Leona bersama-sama naik ke lantai tiga. Pengantar kue pamit setelah menyelesaikan tugasnya, namun Leona dan resepsionis masih berdiri di dekat pintu. “Ah, tunggu,” tukas Leona, “Saya perlu memberikan ini sebagai kejutan tambahan juga. Anda tahu, saya baru saja menerima lamarannya,” gadis itu bersikap pura-pura tersipu malu. “Wah, selamat Nona! Saya turut senang mendengar kabar baik ini.” “Nah, bukannya bagus kalau suart persetujuan pernikahan ini kusertakan dengan kue ulang tahun sebagai kejutan?” ujar Leona seraya mengeluarkan amplop coklat berisi dokumen tadi. Ia sudah memastikan amplop itu terekat lem kembali dengan sempurna, seolah-olah belum pernah dibuka. Resepsionis mengangguk-angguk semangat mendengar pertanyaan Leona. Keterbukaan gadis itu membuat resepsionis merasa nyaman, dan mulai memberikan komentar-komentar tak penting. “Satu lagi, dapatkah saya meminjam telepon lobi? Saya minta tolong agar Anda menelepon pada Roger Wright kalau ada barang untuknya yang diantarkan ke apartemen ini. Anda mau, ‘kan, membantu saya?” Leona berkata dengan wajah memohon sembari mengerucutkan bibir –sesuatu yang tidak akan pernah sama sekali ia lakukan sebagai seorang Seymour. “Soalnya kalau saya yang menelepon langsung, tentu bukan kejutan lagi. Dan tolong rahasiakan siapa pengirimnya, ya? Jangan bilang apa-apa tentang saya.” Resepsionis itu setuju. Bagian informasi memang memiliki data dan nomor pribadi para penghuni, dan begitu mendengar alasan yang begitu sentimentil dan mengharukan dari Leona serta dukungan resepsionis, mereka mau bekerjasama untuk menyukseskan kejutan itu. Hanya butuh waktu semenit bagi resepsionis menghubungi Roger dan menyampaikan pesan persis seperti yang Leona minta. Setelah sambungan telepon putus, Leona kembali berbasa-basi lagi sekedar meyakinkan resepsionis itu bahwa dia adalah gadis yang sangat mencintai Roger sang kekasih, lalu mengucapkan terimakasih berulang-ulang, dan pergi. Begitu keluar dari pintu depan, Leona menghembuskan napas lega. Senangnya bisa bersikap normal lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD