Segelung Bukti

1110 Words
Setelah pancake keduanya habis tak bersisa, Ben dan Inspektur Ross masih melanjutkan pembahasan. “Nah, soal catatan Jacqueline kita lewatkan dulu. Anggaplah asumsimu benar bahwa penyebab kasus ini bukan karena finansial maupun perpisahan mereka sebagai suami-istri. Kira-kira apalagi faktor lain?” Ben menggeleng bingung. “Satu-satunya yang terpikir bagi saya adalah kelalaian, seperti yang acap diumbar-umbar media sebagai bumbu cerita. Kelalaian karena kelelahan, misalnya.” “Bisa jadi,” sambut Ross. “Jacqueline kelelahan karena dia harus mengikuti banyak persidangan, pengurusan pembagian harta. Mengurusi ini itu dalam waktu singkat ditambah pekerjaan rumah dan mengasuh anak-anak adalah hal tak mudah.” “Tapi, seingat saya… Jackie punya seorang asisten rumah tangga,” ujar Ben mengingat-ingat. Keningnya berkerut beberapa lapis. “Seharusnya Jackie bukanlah orang yang mengurusi anaknya saat itu. Seharusnya Robbie dan Rossie diurusi asisten rumah tangga, begitu juga soal pekerjaan rumah. Apa mengurusi perceraian dan pembagian harta bisa memang begitu memenatkan?” “Tentu bisa,” kata Ross. Ia menyesap tehnya, lalu meneruskan, “Kau harus beberapa kali menghadiri persidangan, bolak- balik ke pengacara, ke bank, mengurusi dokumen di pengadilan kota. Itu sama sekali tidak mudah.” Penyataan itu terasa kurang pas bagi Ben. “Saya tahu persis bagaimana pekerjaan Jackie sebelumnya. Tekanannya lebih besar, menguras emosi dan tenaga. Apalagi Jackie mengepalai tim, harus berurusan dengan anggota tim di bawahnya sembari mendengarkan kritikan dan saran dari atasan. Seperti yang Anda tahu, posisi middle manager tidak mudah, dan Jackie bisa menjalaninya dengan baik.” “Jadi menurutmu Jackie tidak mungkin kelelahan, dan tidak mungkin menjadi lalai?” “Entahlah, Sir. Memang pekerjaannya lebih butuh tenaga dan emosi besar, tapi tetap saja pekerjaan kantor tidak bisa disamakan dengan pengurusan perceraian.” ”Benar.” Inspektur Senior Ross mengiyakan, lantas mengeluarkan lagi dokumen dari amplop yang dibawanya.” “Jadi kesimpulan sementara kita, untuk menjadikan Jackie seorang pelaku, setidaknya penyebab finansialnya hampir 0%, hubungan dengan Roger, juga 0%, sedangkan kelelahan dan tekanan yang berakibat kelalaian adalah 50%. Nah, mari kuperlihatkan padamu beberapa bukti yang aku peroleh dari Divisi Pengarsipan Kasus.” Ross memisahkan satu kertas kopian berwarna foto-foto bukti. “Pertama, kau perhatikan foto makanan pendamping ASI ini. Kau lihat foto close-up-nya, bahwa semuanya kadaluarsa.” Ben mengangguk. “Nah, tidakkah kau merasa itu aneh?” tanya Ross. “Yah… agak aneh. Semuanya kadaluarsa, kan? Seluruhnya menunjukkan produk dapat digunakan hanya sampai akhir 2024. Kebetulan sekali bila itu terjadi pada seluruh produk yang disimpan Jackie. Jika hanya pada satu atau dua, baru normal.” “Bagus sekali. Kau berpikir di jalan yang benar,” puji Ross, sehingga tanpa sadar wajah Ben tersipu.” “Tapi… saya cenderung menganggap bahwa mungkin Jackie hanya kebetulan membeli stok sekaligus, makanya tanggal kadaluwarsanya sama.” “Masuk akal,” Ross menyemangati. “Sebenarnya masih banyak keanehan soal ini, tapi untuk sekarang aku hanya akan menunjukkan beberapa di antaranya padamu supaya kau tahu.” “Oke, Sir.” “Nah, sekarang amati laporan sidik jari ini. Apa ada yang aneh?” Ben menerima kertas yang dilambaikan oleh Ross, mengamati laporan forensik tersebut. “Hmm, sepertinya tidak. Apa seharusnya ada yang aneh, Sir?” “Begitulah,” kata Ross. “Nah, sekarang lihatlah foto tempat keberadaan anak-anak itu ditemukan dalam kondisi kritis mereka.” Kali ini Ross menyodorkan foto asli berukuran sebesar notebook, memperlihatkan garis-garis kapur dalam ruangan yang nampaknya kamar Robbie dan Rossie. “Ada yang aneh?” Ben memperhatikan foto itu dengan saksama, lalu menyengir b**o. “Maaf, Sir, saya tidak berbakat sebagai polisi dan saya tidak setajam Sir Ross. Rasanya sama saja bagi saya, semuanya normal.” Ross tampaknya tidak kecewa, melainkan hanya mengumpulkan kembali semua dokumen yang ia punya. “Tidak masalah. Kau adalah kau, Nak. Kita di sini hanya akan menyelidiki bersama-sama. Jika kau merasa aku cukup tajam dalam menganalisis, kau akan membantuku mengumpulkan informasi.” Lelaki muda berambut keriting kecil-kecil itu penasaran. “Bagaimana caranya, Sir?” “Percayakan saja padaku. Nah, kurasa pertemuan kita sekarang disudahi dulu.” Ben begumam ‘yaaah’ dengan kecewa. Semangatnya baru saja bangkit ketika mendapati bahwa polisi di depannya itu menemukan banyak keanehan. “Untuk sekarang, kurasa penting bagi kita untuk menemukan faktor-faktor yang mungkin menjadikan Jacqueline sebagai pelaku. Ada finansial, hubungan dengan Roger, dan kelalaian karena kelelahan. Sebelum kita lanjut turun lapangan, ada baiknya kau membaca catatan Jacqueline padamu itu dulu, Ben, karena bisa jadi kita akan menemukan titik-titik terang di situ. Aku sudah membuat daftar tempat-tempat yang akan kita kunjungi, namun bila kita punya waktu memperdalam catatan itu, kita mungkin bisa menemukan kemungkinan tempat lain untuk ditambahkan dalam daftar ini. Jadi kita bisa menyelidiki kasus sekaligus mengecek kebenaran sudut pandang Jackie dalam satu kali dayung.” “…langsung dua-tiga pulau terlampaui ya,” angguk Ben. “Baik, Sir.” *** Dokter itu menghenyakkan tubuhnya di kursi empuk di belakang meja kerja, lantas membuka map berisi riwayat pengobatan Leoan Seymour. Berulang kali ia membolak-balik riwayat lama dan kembali ke data terbaru. Di depannya Tom duduk mengamati dokter dengan saksama. “Dari hasil scanning CT dan MRI, diagnosa saya sudah terkonfirmasi, bahwa benturan pada kepala tidak mempengaruhi tengkorak dan otak, sehingga seharusnya penyebab hilang ingatan ini bukan karena cedera fisik. Juga tidak ada hal lain pada rincian laporan yang menyatakan bahwa ini disebabkan shock pasca kecelakaan.” Dokter itu menghembuskan napasnya, sepertinya laporan pasien kali ini cukup menyulitkannya. “Hasil terapi kognisi juga nihil. Anda tentu sudah melihat selama interaksi dengan Miss Seymour bahwa kekacauan identitasnya hanya terjadi pada hari pertama sejak siuman, tapi tidak lagi sejak saat itu. Ahli terapi juga tidak mendapati pasien mampu mengembalikan ingatannya setitik pun. Kosong sama sekali.” Tom mengangguk membenarkan. Memang begitulah kondisi Nona Leona yang ia dapati. “Memang, Dok. Hanya hari itu saja Nona mengaku sebagai orang lain. Tapi hari-hari berikutnya, Nona hanya diam dan mengatakan tidak tahu apa-apa.” Dokter menyimak perkataan Tom dengan wajah pengertian, lalu melanjutkan, “Jadi, untuk sekarang kita lihat dulu perkembangannya. Jika memang tidak ada dampak buruk, ya seharusnya tidak masalah.” “Baiklah, Dok.” “Nah, sekian dulu dari saya, ya.” “Terimakasih banyak, Dokter.” *** Setelah pertemuannya dengan Inspektur Senior Ross, Ben langsung mencari catatan Jackie dan membacanya. Pandangannya pada kertas-kertas itu yang nampak seperti pandangan santai seseorang yang tengah membaca berita, tiba-tiba berubah. Ben mendekatkan catatan itu ke wajahnya hingga hanya berjarak sepuluh senti, pupilnya membesar, bergulir cepat namun kadang berpindah kembali ke awal paragraf. Setelah melahap setengah dari keseluruhan catatan selama beberapa waktu, Ben akhirnya mengangkat kepala. Dia sekarang paham apa yang terjadi –setidaknya berdasarkan setengah dari yang dialami Jackie dari sudut pandang Jackie wanita itu. Esok adalah hari Minggu. Ini harus segera kubahas dengan Sir Ross besok, ucap Ben dalam hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD