Her Curious

1592 Words
"Mba Mery.." Mery dan Elena mendongak. "Eh, mba Arline." Wanita cantik nan anggun itu tersenyum. "Pak Nick ada?" "Masuk aja mba. Beliau ada kok di dalem". Gadis itu mengangguk dan berjalan ke ruangan atasannya. Elena terus menatap saat Arline berlalu dan menghilang ke balik pintu. Mery tahu gadis itu penasaran. Tapi hal ini yang disukai dari Elena, gadis itu tidak bertanya sampai Mery yang berinisiatif untuk memberi tahu. "Itu mba Arline, asisten tim design. Tapi dia spesial buat CEO kita. Selalu ijinin mba Arline masuk ya kalau kemari." Elena mengangguk. Dan kembali meneruskan pekerjaannya. Sudah satu bulan sejak insiden kopi tumpah itu, atasannya tidak pernah memberi peringatan apapun pada Elena. Gadis itu merasa lega. Mery hanya memberi peringatan agar gadis itu tetap berhati-hati dalam bertindak. Saat pertama kali menyambangi apartemen pak Nicholas, Elena gugup. Tapi benar kata Mery, mereka hanya meletakkan berkas dan tidak melihat batang hidung sang CEO sedikit pun. Mery mempercepat ijin cutinya. Kehamilannya sedikit bermasalah, sehingga wanita itu harus bed rest total. Elena memegang penuh tugas sebagai sekertaris satu bulan lebih cepat. Elena mulai memperhatikan kebiasaan atasannya. Pak Nicholas orang yang tepat waktu, displin, tegas dan bersih. Semua sangat bertolak belakang dengan Elena. Tapi gadis itu berusaha merubah kebiasaan buruknya. Gadis itu tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Ditambah fasilitas yang di berikan kantor berupa tempat tinggal otomatis menguntungkan Elena, gadis itu tidak perlu membayar sewa kos. Sudah satu minggu Elena pindah ke apartemen. Untuk ukuran tempat tinggal sekertaris, apartemen itu sangat mewah dan besar. Terdiri dari 2 kamar tidur beserta kloset, 1 kamar mandi, dapur, dan ruang tamu. Elena tidak perlu mengisi semua perabotnya karena sudah lengkap. Gadis itu berpikir kapan-kapan akan mengajak ibu dan adiknya menginap disana. Setiap bulan gadis itu mengirimkan sebagian gajinya untuk keluarganya di Bandung. Hanya ada mama dan adiknya saja. Papa Elena meninggal 5 tahun lalu karena sakit. Sejak itu Mamanya berusaha menghidupi mereka berdua. Elena ingin membalas apa yang Mamanya lakukan, gadis itu bertekad menemukan pekerjaan yang baik. Tidak menyangka akan didapatkan secepat ini. Elena merasa sangat beruntung. Elena banyak belajar. Bosnya itu pun sangat menjunjung tinggi profesionalitas. Dan juga sedikit workaholic. Elena sering ikut lembur. Tapi bukan masalah baginya. Toh Elena tinggal sendiri dan belum punya kekasih yang menyita waktunya. Selain itu gadis itu tidak khawatir pulang larut karena selalu bareng dengan sang atasan. Jumat ini gadis itu akan ikut atasannya ke Bandung. Melihat proyek cabang kantor yang baru disana. Elena senang, gadis itu bisa meluangkan waktunya untuk menengok kelurganya walau sebentar. Selepas makan siang, Elena bersiap mengumpulkan file-file penting yang akan dibawanya ke Bandung. Tadi pagi gadis itu sudah menyiapkan pakaiannya di koper dan sudah diserahkan ke sopir atasannya, Pak Deni. "Elena, sudah siap?" Tanya atasannya di telepon. "Siap Pak!" Tidak lama Nicholas keluar dari ruangannya. Elena langsung mengambil tas kerja sang bos. Dan mengambil tasnya lalu mereka jalan bersama ke arah lift khusus yang langsung mengarah ke basement gedung. Sepanjang perjalanan Nicholas terus sibuk menelepon. Elena mengecek kembali jadwal mereka di buku catatan dan di ponselnya. "Pak, malam mau makan dimana? Biar saya siapkan" Elena bertanya saat bosnya itu menyudahi pembicaraan. "Hmm.. kamu sudah lama tinggal di Bandung? Ada tempat yang recommended?" Pria itu berbicara tanpa menatap ke arahnya. "Hmm, bapak mau makanan seperti apa?" Elena menerawang. Selama ini gadis itu belum pernah makan ditempat mahal. Gadis itu sedikit bingung. "Saya mau Japanese dish. Carikan tempat yang santai karena malam ini Pak Herman akan bergabung dengan kita." "Baik Pak." Elena langsung mencari tempat di google. Dan merasa beruntung ada tempat yang sepertinya sesuai dengan keinginan atasannya itu. Elena melakukan reservasi untuk malam itu. Setengah jam kemudian gadis itu merasa sedikit mengantuk. Elena melirik melihat atasannya juga memejamkan mata. "Aku juga merem sebentar deh..."gumamnya. Lima menit kemudian gadis itu terlelap. 40 menit kemudian gadis itu menggeliat. Elena merasakan sesuatu jatuh kepangkuannya. Gadis itu meraih jas sang atasan. Ini kan jas Pak Nicholas. Gadis itu celingukan, hanya ada dirinya di dalam mobil dengan mesin yang masih menyala. Elena memandang keluar, sepertinya mereka ada di rest area. Tidak lama Pak Deni membuka pintu. "Pak, Pak Nicholas kemana?" "Eh mba Elena sudah bangun. Tadi Bapak mau beli kopi tuh disana." Lelaki paruh baya itu menunjuk coffe shop di depan parkir mobil. "Tapi karena mba lagi tidur jadi bapak turun sendiri dan jangan bangunin mba katanya." "Astaga!" Elena menjadi tidak enak. Gadis iu segera turun. Menguncir rambutnya lalu melangkah ke arah coffe shop. Elena membuka pintu dan melihat bosnya sedang duduk sambil membuka layar Ipadnya. Gadis itu menunduk. "Pak, maaf saya ketiduran". Nicholas mengangkat wajahnya, dan tertegun sejenak melihat sekertarisnya. Kemudian menunduk sambil menujuk sofa di depannya, menyuruh Elena untuk duduk. Gadis itu duduk. Bingung ketika sang atasan tidak berbicara apa-apa. "Nicholas!" Mereka berdua menoleh ke arah suara. Elena kembali menatap atasannya. Gadis itu sedikit kaget saat melihat wajah Nicholas berubah kaku. "Oh my God.. Nicholas, aku ga sangka akan ketemu kamu disini. Apa kabar?" Wanita itu mengulurkan lengannya. Elena tertegun melihat jemari lentik dan putih wanita itu. Wait, sepertinya aku pernah liat dimana ya? Wajah wanita cantik dihadapannya ini membuat Elena minder. Langsing, tinggi semampai. Dengan pakaian yang terlihat mahal. Beberapa orang didalam ruangan tersebut pun banyak yang menoleh meliaht wanita itu. "Catherine, how are you?" Nicholas balas menggenggam tangannya dengan senyum yang sedikit dipaksakan. Lalu segera melepasnya. Elena dapat merasakan ketegangan antara kedua orang ini. "Bisakah kita bicara sebentar?" Wanita itu menatap Nicholas lekat. "I'm sorry I can't. Sampai jumpa Cath.." Nicholas bangkit berdiri dan menarik tangan Elena. Gadis itu setengah berlari saat menyamai langkah bosnya. Mereka masuk ke dalam mobil dan Pak Deni langsung melajukan kendaraan. Elena diam, menerka sebenarnya ada apa dengan atasannya dengan wanita tadi? Elena melirik Nicholas yang masih terlihat tegang. Dada pria itu naik turun seolah habis berlari marathon jarak jauh. matanya terpejam seperti menahan kesakitan menahan sesuatu, dan genggamannya pada tangan Elena justru semakin erat. "P..pak, ma..maaf tangan saya..." Nicholas menoleh ke tangannya yang tanpa sadar masih menggenggam tangan Elena. Pria itu menghela napas. "I'm sorry, Len" "I..iya gapapa pak." Elena meremas tangannya yang masih terasa dingin bekas genggaman tangan Nicholas. ^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^* Mereka tiba di Bandung pukul lima sore. Nicholas berkata pada Elena untuk beristirahat dahulu. Jam tujuh malam baru mereka bertemu di lobby untuk pergi makan malam. Elena merebahkan tubuhnya di kasur empuk hotel. Gadis itu meraih ponselnya lalu mengabari Mamanya. Elena besok akan meminta ijin untuk mengunjungi mereka saat urusan kerjaannya selesai. Lalu gadis itu penasaran dengan wanita tadi. Elena teringat, wanita itu runner up Puteri Indonesia sepuluh tahun lalu, Catherine Hilton. Ada apa antara wanita itu dengan atasannya. Elena mengetik layar pencarian di ponselnya. Wanita itu sepuluh tahun lebih tua darinya. Sudah menikah lima tahun lalu kemudian bercerai. Tidak memiliki anak. Wait.... Elena terduduk saat melihat foto Catherine dan Nicholas. Pria itu merangkul pinggang wanita itu. Keduanya saling menatap dan tersenyum, terlihat, saling mencintai? Elena membuka artikel itu. Sedetik kemudian gadis itu terlonjak saat ponselnya bergetar. Elena melihat layar, sang atasan meneleponnya. "Iya pak?" "Len, tolong siapkan berkas Bandung yang harus saya tandatangani sebelum diserahkan ke pak Herman nanti malam. Sepuluh menit lagi Elena. Saya mandi dulu." "Baik Pak." Elena beranjak, membuka tas file-file dan menaruhnya di atas meja. Gadis itu beranjak ke kamar mandi. Membasuh muka dan make upnya. Mengganti baju kantornya dengan kaos santai. Menggerai rambut dan menyisirnya asal. Elena mengambil kartu kamar milik atasannya di dalam tas. Berada diluar kota tetap sama seperti di Jakarta. Gadis itu memiliki akses kamar atasannya untuk tetap menyerahkan berkas tanpa harus bertemu sang atasan. Gadis itu beranjak ke kamar Nicholas yang hanya beda satu lantai dengannya. Elena tidak mendengar suara apapun saat membuka pintu. Dan terkejut saat mendengar suara atasannya yang entah berbicara darimana. "Jangan ditutup pintunya, Len." Elena mengangguk pada atasannya yang tidak terlihat dan menekuk keluar kait pintu kamar agar tidak tertutup rapat. Gadis itu membungkuk saat meletakan file-file di dalam map ke meja dekat sofa. Elena terkesiap saat menegakkan tubuhnya. Melihat sang atasan berjalan ke arahnya dengan kemeja yang sedikit terbuka. Elena dapat sedikit melihat dada atletis pria itu. Elena menelan salivanya. Elena tahu, bosnya itu sangat tampan. Bahkan Elena terpesona saat pertama kali bertemu atasannya itu. Selama ini Elena tidak berani untuk memandang sang atasan lebih dari 5 detik. Tapi sekarang tatapan gadis itu terkunci saat melihat Nicholas terus maju ke arahnya. Saat sudah tersisa selangkah lagi Nicholas berhenti. "Tolong bantu saya sebentar, Len" kemudian pria itu meraih kedua tangan Elena, meletakan di bahunya. Dan pria itu maju, tidak menyisakan jarak antara mereka kemudian melakukan sesuatu yang demi apapun tidak pernah Elena bayangkan akan dilakukan oleh bosnya. Nicholas mencium bibirnya. Kedua tangannya menangkup pipi Elena. Gadis itu mengerjap cepat. Pria itu melepaskan ciumannya. "What? Never been kissed before? You have to close your eyes, Len.." Nicholas berbisik. Elena seolah tersihir dengan tatapan dan perkataan pria itu. Gadis itu tetap bergeming dan dengan perlahan memejamkan matanya saat merasakan hembusan napas pria itu saat kembali mendekat. Kali ini Nicholas menurunkan tangannya ke pinggang Elena saat pria itu kembali menyatukan bibir mereka. Elena merasakan tenggorokannya kering saat pria lidah itu membelai bibirnya. Elena memang belum pernah berpacaran. Gadis itu hanya melihat orang berciuman di tv tapi belum pernah merasakannya secara langsung. Nicholas memeluknya, merapatkan tubuh mereka. Menelengkan kepalanya untuk memperdalam ciuman mereka. Lidahnya menerobos masuk saat mulut gadis itu terbuka, terengah dengan buaian bibir pria itu. Tanpa Elena sadari tangan pria itu menelusup ke balik kaosnya dan membelai punggungnya. Elena terkejut tapi tidak kuasa menolak. Gadis itu justru melingkarkan tangannya ke leher Nicholas. "Nicholas..." mereka berdua menoleh. Elena terkejut melihat siapa yang berdiri terpaku menatap mereka berdua. Si Puteri Indonesia!! ^*^*^*^*^*^*^*^*^TBC^*^*^*^*^*^*^*^*^* Bagaimana Readers? lanjut...???
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD