Her Problem

1994 Words
Elena memandang nyalang di atas tempat tidurnya. Gadis itu dan bosnya baru sampai di hotel pukul 10.30 malam setelah makan malam dengan manager proyek Bandung. Gadis itu memejamkan mata saat memijat pelipisnya, merasakan pusing dikepalanya. Bukan karena lelah, melainkan karena kejadian sebelum itu.. Flashback on.. "Nicholas.." Mereka berdua menoleh. Wanita itu menatap mereka dengan tatapan tidak percaya dan terluka. Elena segera merapihkan kaosnya yang sedikit terangkat. Lalu berbalik menatap Nicholas yang menatap wanita itu dengan penuh amarah. Wanita itu berbalik pergi, tapi tidak lama kemudian Nicholas bergegas keluar menyusulnya, meninggalkan Elena yang bingung dengan tindakannya. Saat pergi untuk makan malam, atasannya itu tidak mengatakan apa-apa seolah tidak terjadi apa-apa di antara mereka. Wajahnya tetap datar, tapi sedikit muram. Elena tidak berani bertanya. Elena berusaha bersikap biasa sepanjang makan malam itu walau didalam hatinyamerasa kesal dengan tindakan bossnya yang sembarangan tanpa penjelasan. Flashback off.. "Sial! Seenaknya saja cium orang!" Elena marah pada dirinya sendiri karena terbuai dengan ciuman Nicholas. Dada gadis itu berdetak kencang mengingat kembali saat bibirnya bersentuhan dengan bibir pria itu, tapi berubah kesal saat tahu bahwa pria itu menciumnya untuk membuat wanita tadi cemburu. Elena mengenyahkan bayangan Nicholas dan bergegas tidur. ^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^* Saat sarapan pagi Elena tidak melihat batang hidung Nicholas. Tapi Elena tidak peduli. Gadis itu berusaha menelan makanannya walau perutnya tidak lapar. Tepat pukul sembilan pagi Elena menunggu atasannya itu di lobby. Tidak lama Nicholas keluar dari lift dan mereka langsung berjalan ke mobil menuju Park Company cabang Bandung. Elena membacakan jadwal atasannya hari ini. Dan kembali membuang pandangannya keluar kaca. Mereka sibuk sepanjang hari itu. Elena terus mengekori atasannya sepanjang waktu. Saat jam makan siang gadis itu memilih untuk makan di kantin kantor. Elena menolak ajakan atasannya untuk ikut makan diluar. Walau hari sabtu ada beberapan orang yang masih bekerja. Khusus hari ini para pegawai hadir karena kedatangan Nicholas. Sehingga kantor itu terlihat ramai. Elena sedang mencari tempat duduk sambil membawa makannya. Gadis itu memilih duduk disamping jendela sambil memandang kota Bandung di siang hari. Tiba-tiba kursi di depannya ditarik. Elena menengadah melihat siapa yang duduk didepannya. Gadis itu terkejut. "Hai..". Pria itu nyengir. "Samuel?!" Gadis itu meneliti wajah pria dihadapannya. "Akhirnya kamu ngenalin aku juga." Elena tidak menduga akan melihat itu setelah sekian lama. Samuel Alfred, teman sekolah saat SMA. Sang ketua kelas. Murid terpintar di angkatannya. "Kamu ngapain disini?" Elena masih melihat pria itu kaget. "I'm working here. Aku kaget lihat kamu tadi. Kamu sekertaris CEO kita? Wow!" Elena mengangguk. "Aku baru kerja 3 bulanan. Ini pertama kali aku kesini." "Pantes aku belum pernah liat kamu. Biasanya pak Nicholas sama mba Mery." "Iya. Mba mery lagi cuti melahirkan. Kamu udah lama kerja disini?" "Hampir 1 tahun." Mereka berbincang dan bertukar nomor handphone. Elena memang tidak lagi punya kontak teman-teman SMAnya saat handphonenya hilang beberapa waktu lalu. Elena bergegas kembali ke atas bersama Samuel setelah atasannya itu menghubunginya. Mereka tertawa saat memasuki ruang meeting. Elena menutup mulutnya saat melihat sang atasan menatapnya tajam. Lalu mereka kembali melanjutkan meeting. ^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^* Nicholas menatap gusar layar ponselnya. Kalimat yang tertera dilayar itu berulang kali ia baca seperti anak kecil pertama kali belajar membaca. 0813 xxx xxxx "Nick, i miss you so much.." Pria itu menghela napas kasar. Wanita itu, wanita yg dulu pernah di cintainya, sekaligus wanita yang telah meninggalkannya untuk menikah dengan pria lain. Suara ponselnya yang berbunyi membuyarkan lamunannya. "Halo.." "Nick, kamu lagi di Bandung?" "Ya, aku lagi survey kerjaan disini." "Mm..Nick, apakah kamu ketemu Catherine? Tadi dia telepon dan bilang kalau kalian bertemu." "Ya, kami udah bertemu." Suara di seberang sana terdiam beberapa saat. "I'm sorry brother. Aku ga tau dia akan berusaha cari kamu lagi. Aku ga pernah cerita apa-apa selama ini walau dia selalu tanya soal kamu." "It's okey Pat, i know." "Jangan buat dia berharap kalau emang kamu udah ga ada perasaan apapun." "Yeah, don't worry, Sis." "Coba untuk membuka hati buat perempuan lain Nick. Aku tau kamu suka Arline tapi dia udah jadi milik orang lain. Jadi coba kesempatan untuk perempuan lain. You deserve it brother." Nicholas mengangguk. "I will. Thankyou Pat." "I love you Nick" "Love you too." Nicholas mengakhiri panggilan dari kakaknya. Pria itu merebahkan tubuhnya diranjang sambil memejamkan mata. Catherine, wanita yang pernah mengambil hatinya, wanita yang pria itu anggap separuh jiwanya. Menjatuhkan Nicholas ke titik terbawah dalam hidupnya. Wanita itu membuat Nicholas gila, hingga sakit secara mental dan fisik selama satu tahun lamanya. Hingga akhirnya pria itu bisa kembali bangkit. Mulai membuka hati, melupakannya dengan perlahan. Tapi sekarang wanita itu kembali lagi. Mengorek luka yang sudah sembuh. Membuat Nicholas merasakan nyeri yang tak terlihat. Pria itu bangkit. Mengambil kunci mobil dan jaket kulitnya. Lalu turun ke bawah, pria itu harus melepaskan kepenatan dan mencari pengalihan untuk melupakan Catherine. ^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^* Elena melintasi lobby. Langkah kaki gadis itu sedikit tergesa ke arah luar hotel. Sudah pukul enam sore. Semakin malam ia berangkat maka semakin sedikit waktu untuk bisa bertemu dengan keluarganya. "Len!" Gadis itu menoleh, dan menghela napas saat melihat atasannya berjalan ke arahnya. Pasti bossnya perlu sesuatu yang dapat membuat Elena menunda kepulangannya kerumah. "Mau kemana?" "Hmm.. saya mau kerumah ibu saya Pak. Apa bapak perlu sesuatu?" Nicholas terdiam sesaat. "Saya antar kamu." Elena melongo, seolah tidak mengerti ucapan atasannya. Gadis itu bergegas menyusul Nicholas ke arah mobilnya. "Pak, ga usah pak terima kasih tapi..." Elena terdiam saat melihat atasannya itu melotot tanda tidak terima bantahan. Nicholas masuk ke bangku supir dan menyalakan mobilnya. Elena menghela napasnya dan mengikuti kemauan Nicholas. Sepanjang jalan mereka hanya diam. Sepertinya suasana hati atasannya itu sedang kurang baik. Elena hanya sesekali memberikan petunjuk jalan tanpa mendengar Nicholas membalas satu pun ucapannya. Elena merasa tidak nyaman dengan sikap Nicholas yang tidak dapat dimengerti. Setengah jam kemudian mereka tiba di depan sebuah rumah. Elena membuka pintu kemudian menunduk. "Terima kasih sudah antar saya pak. Nanti saya..." kalimat gadis itu terhenti saat mendengar suara teriakan dari arah dalam rumah. Elena segera berlari kedalam rumah. Gadis itu menyapu pandangannya disepanjang ruangan. Matanya terbelalak kaget saat melihat sang ibu tergeletak pingsan. "Mama!" Ethan, adik Elena bersyukur melihat wajah sang kakak. Elena langsung membantu Ethan mengangkat kepala ibunya. "Kenapa mama Than?" "Aku ga tau kak.." Elena mulai menangis sambil menepuk pipi Mamanya. Gadis itu mendongak saat melihat sepasang tangan terulur mengangkat tubuh Mamanya. Elene tidak menyadari bahwa Nicholas mengikutinya masuk. "Kita bawa ke rumah sakit sekarang!" Mereka berdua mengangguk. Ethan melesat kedalam kamar untuk mengambil tas dan mengunci pintu rumah. Elena membantu Nicholas menopang kepala Mamanya saat pria itu merebahkan tubuh lemah dikursi belakang. Pria itu bergegas melajukan kendaraannya ke arah rumah sakit. ^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^* Elena tercengang saat mendengar perkataan dokter. Mamanya sakit, sudah lama sakit. Terdapat sumbatan di jantungnya dan harus segera di operasi untuk pasang ring. Ethan hanya menunduk saat Elena menatapnya penuh tanya, adiknya tidak pernah memberitahu tentang apapun. Gadis itu limbung, dengan sigap Nicholas menopangnya dari belakang dan menuntunnya duduk. Gadis itu menangis, sambil memeluk dirinya sendiri. Tiba-tiba suara suster yang tergesa memanggil dokter membuat Elena bergidik ngeri. Terjadi sesuatu dengan mamanya. Elena menghentikan langkah dokter. "To..tolong dok, lakukan apapun untuk menyelamatkan Mama saya. Tolong operasi Mama saya." "Silahkan lakukan administrasi dahulu ya. Saya akan mengecek kondisi ibu anda." Dokter dan suster bergegas masuk kembali. Elena berjalan limbung didampingi Ethan ke arah loket administrasi. Gadis itu terisak saat mendengar biaya yang harus di keluarkan untuk operasi itu. Darimana dia akan mendapatkan uang 150 juta untuk operasi itu? "Tolong diproses segera!" Ucapan Nicholas menghentikan isakan Elena. Gadis itu tercengang melihat atasannya mau membayar biaya operasi Mamanya. Petugas admin langsung memproses segalanya ketika Nicholas menyerahkan kartu hitamnya. Mamanya akan dioperasi satu jam lagi. Elena dan Ethan bergegas menuju ruang UGD dan mengiring saat Mamanya dibawa masuk ke ruang operasi. Elena tidak berhenti berdoa sambil menangis. Nicholas duduk di samping gadis itu. "P..pak.. te..teri..ma..ka..kasih" Elena terbata tanpa bisa menahan isakannya. Tanpa sadar Nicholas meraih bahu gadis itu dan membenamkan tubuh Elena didadanya. Tangis gadis itu pecah. Nicholas tidak berhenti menepuk punggung Elena sampai gadis itu tenang. ^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^* Empat jam kemudian mereka beranjak dari duduknya dan berjalan ke arah dokter yang keluar dari ruang operasi. Elena menangis lega saat mendengar operasinya berjalan lancar. Dia dan Ethan saling berpelukan. Sebentar lagi Mamanya akan dipindahkan ke ruang rawat. Elena mendekati Nicholas. "Pak, terima kasih sudah bantu saya. Ini sudah larut malam. Bapak lebih baik kembali ke hotel. Saya akan disini dengan adik saya." "Apa tidak lebih baik kamu ikut saya kembali ke hotel? Kamu juga harus istirahat. Jadi besok adik kamu bisa gantian jagain Mama kamu." "Betul kak.." suara Ethan menyadarkan Elena. "Kakak lebih baik istirahat dulu. Biar besok bisa gantian sama aku." Elena mengangguk pasrah walau sebenarnya enggan. Mereka menunggu saat Mamanya sudah dipindahkan ke ruang rawat baru Elena kembali ke hotel bersama Nicholas. Dalam perjalanan Elena tertidur. Sudah pukul tiga dini hari. Nicholas membangunkan gadis itu saat mereka sampai di hotel. Tapi Elena tidak bergeming. Akhirnya Nicholas membopong gadis itu. Pria itu tidak tahu nomor kamar Elena, jadi Nicholas membawanya ke kamarnya. Pria itu memandang wajah Elena sesaat setelah merebahkan gadis itu di ranjang. Tampak gurat lelah dan sedih diraut wajah gadis itu. Nicholas tidak menduga dibalik wajah polos gadis itu, ada tanggungjawab besar yang dipikulnya. Ethan sempat bercerita padanya, selama ini Mamanya menutup rapat mengenai sakitnya karena dia tahu Elena akan merasa sedih. Selama ini Elena lah yang menjadi tulang punggung keluarga. Gadis itu menanggung seluruh keperluan keluarganya sejak Elena kuliah sambil bekerja sambilan, sampai merantau ke Jakarta demi memberikan kehidupan terbaik untuk mereka. Nicholas menyampirkan beberapa helai rambut didahi gadis itu. Sejak pertama kali melihat Elena, Nicholas sedikit tertarik pada gadis itu karena Elena memiliki mata polos seperti Arline. Gadis itu juga tidak seperti gadis lain yang menginginkan posisi sebagai sekertaris karena mengincar Nicholas atau hartanya. Pandangan mata Nicholas jatuh ke bibir Elena. Bibir yang kemarin diciumnya. Nicholas terpaksa mencium Elena, karena tahu Catherine akan datang beberapa menit lagi setelah sekertarisnya itu masuk ke kamarnya. Pria itu sengaja meminta Elena untuk tidak menutup pintu agar Catherine dapat melihatnya dengan jelas saat dia berciuman dengan gadis lain. Tapi yang tidak terduga adalah, Nicholas menikmati bibir Elena. Rasa cherry yang manis samar terasa di mulut pria itu saat memagut bibir mungil Elena. Sampai Nicholas menjilat bibir gadis itu dengan lidahnya untuk memastikan senikmat itu rasa Elena. Hingga pria itu menyusupkan tangannya kebalik kaos Elena, menyentuh kulit lembut disepanjang punggung gadis itu. Pasti aku terpengaruh rasa amarah karena bertemu Catherine. Nicholas bangkit menuju kamar mandi untuk membasuh tubuh dan memakai bajunya lalu tidur disamping Elena. ^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^* Elena menyernyit. Merasakan hantaman penat dikepalanya. Matahari sudah naik tinggi. Elena meraih nakas disamping ranjang dan mengambil ponselnya. Pukul sembilan pagi. Gadis itu terduduk tegak, dan melihat sekeliling ruangan. Terpekik kecil saat melihat seseorang tidur disamping ranjangnya dengan posisi membelakanginya. Elena memutar kembali ingatannya. Gadis itu mengetuk pelan kepalanya. Aku pulang sama Pak Nicholas. Oh my God.. kami tidur bersama!! Elena membuka selimut dan bernapas lega bahwa gadis itu masih menggunakan pakaian lengkap dengan sepatu kets masing terpasang dikakinya. Dengan perlahan gadis itu melangkah turun dan beranjak mengendap membuka pintu kamar. "Tunggu saya jam sepuluh dilobby. Kita sekalian check out dan ke rumah sakit bareng". Elena terlonjak mendengar suara atasannya. "Baik pak!" Gadis itu melesat keluar menuju kamarnya tanpa melihat wajah Nicholas. Elena malu. Elena mengatur napasnya yang menggebu, dan menelan salivanya. Tenggorokannya kering. Oh my God! Aku tidur sama Pak Nicholas! Satu ranjang! Oh my God!! Bisa diketok mba Mery kalau tau nih.. oh God!! Elena mencari air dan langsung meneguk habis cairan itu. Lalu gadis itu tersadar bahwa Mamanya dirumah sakit. Elena mengambil ponselnya dan menghubungi adiknya. Elena lega bahwa Mamanya sudah siuman dan mengatakan bahwa sebentar lagi akan datang kesana. ^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^* Elena duduk di sofa lobby menunggu atasannya. Gadis itu sudah menyerahkan kopernya pada Pak supir dan bersantai sejenak sambil membuka ponselnya. Tidak lama kemudian ada orang lain yang duduk di sofa depannya. Elena menengadah dan terkejut. Catherine duduk, menatap tajam ke arah Elena. "Apa hubungan kamu sama Nicholas?" *_*_*_*_*_*_*_*_*_*TBC*_*_*_*_*_*_*_*_*_* Siapa yang mulai bergemush ria sama Elena n Nick?? Klik ❤️ jangan lupa..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD