Prolog
“Lo nggak diapa-apain sama cowok tadi?” tanya Daryl ketika Ofelia baru saja mendaratkan bokongnya di sofa.
“Konteksnya?” tanya Ofelia tak acuh.
“Perlu gue jabarin detailnya? Sementara lo sendiri paham maksud dari hal yang lagi gue tanyakan!” balas Daryl dengan nada bicara yang tidak biasanya.
“Belum diapa-apain gara-gara lo.”
“Jadi lo ngarep banget diapa-apain sama cowok tadi?”
Ofelia tersenyum sinis lalu melipat kedua tangan di depan dadanya. “Ya emang itu tujuan gue. Coba aja lo datang lebih terlambat…rencana gue pasti udah jalan.”
“Rencana lo?” tanya Daryl sembari mengernyitkan dahinya.
“Yap, salah satu upaya gue buat move on dari Shayne. Minum wine paling mahal dan make out dengan random guy.”
“Are you kidding?” Kali ini Daryl membelalakkan kedua matanya.
“Ngapain? Nggak lah,” jawab Ofelia santai. “Serius gue. Tapi kayaknya malam ini belum waktunya gue menjalankan rencana itu. Nggak apalah, masih ada hari esok.”
Daryl menatap kosong ke arah Ofelia. Wajahnya dipenuhi kebingungan mendengar celotehan gadis itu. Mungkin kalau minum wine paling mahal masih masuk akal baginya. Menurut cerita orang-orang yang pernah mengalami patah hati seperti Ofelia, alkohol bisa sedikit membantu untuk mengurangi rasa sakit di hati mereka. Namun make out with random guy, sepertinya masih tidak masuk di kepala Daryl. Apalagi rencana konyol itu akan dilakukan oleh seorang Ofelia yang tidak banyak tingkah seperti perempuan-perempuan yang pernah berakhir di ranjang hangat Daryl, ditambah lagi latar belakang keluarga Ofelia yang terkenal konservatif. Lebih dari patah hati, menurut Daryl sahabatnya ini sudah mendekati setengah gila kalau sampai nekat melakukannya.
“Mabok lo?” tanya Daryl.
“Sedikit,” jawab Ofelia sembari menjetikkan ujung kelingkingnya lalu menyeringai. “Lo kayaknya masih sober. Wine satu sloki nggak ngaruh sih, buat lo,” sambungnya sambil tertawa sumbang.
“Yes, gue cuma ngantuk aja,” jawab Daryl kemudian tersenyum penuh arti.
“Oke, let’s sleep…” balas Ofelia lalu bangkit dari sofa. Langkahnya tertahan ketika Daryl berhasil menggapai tangannya lebih dulu. “What?”
“Apa gue bisa melakukannya?” Daryl melangkah mendekati Ofelia. Perbuatannya itu membuat Ofelia mundur selangkah dan terhimpit di salah satu sisi dinding.
“Melakukan apa, Ryl?” tanya Ofelia sembari tertawa kikuk.
“Hal yang mau lo lakukan buat move on dari Shayne.”
Awalnya Ofelia terdiam. Tapi kemudian dia justru terkekeh setelah berhasil mencerna kata-kata yang disampaikan oleh Daryl. “Bukan gitu maksud gue. Yang gue butuhkan itu dengan random guy, nggak kenal sama sekali gitu. Sementara lo… gue kenal sama lo, Daryl.”
“Anggap aja lo nggak kenal sama gue.”
“Mana bisa? Selain nggak kenal, yang gue butuhin juga nggak akan pernah ketemu lagi sama orang itu setelah kami make out,” jelas Ofelia sembari menggeleng heran. Padahal jantungnya saat ini kejut-kejut dan dia sedang menahan napas saat berdiri sedekat ini dengan Daryl. Baru dia sadari sahabatnya itu bukan hanya tampan tapi juga seksi.
“Bisa-bisa aja, kok. Setelah kita make out, gue nggak akan pernah membahas hal itu lagi selamanya. Lo pegang kata-kata gue,” ucap Daryl dengan suaranya yang tiba-tiba terdengar lebih berat dari biasanya.
Tatapan Daryl berhasil membuat Ofelia belingsatan. Napasnya naik turun tidak beraturan. Dia memikirkan cara untuk membebaskan diri dari penyiksaan yang dilakukan oleh Daryl meski hanya lewat tatapan mata laki-laki itu.
“Jadi gini cara buaya mendapatkan mangsanya? Step pertama menunjukkan kemarahan saat mangsanya mau diembat buaya lain. Selanjutnya step kedua meluncurkan janji-janji manis. Dan terakhir step ketiga membawa mangsanya ke sarang,” ucap Ofelia lalu tersenyum mencemooh.
“Tauan banget lo?”
“Gue nggak tahu. Gue justru lagi tanya sama lo.”
“Anggap aja seperti itu. Gimana? Lo mau melakukannya dengan gue? Gue janji akan hati-hati dan nggak akan meninggalkan trauma buat lo....Atau kalau misalnya lo mau nganggep gue Shayne juga nggak masalah. I'm yours tonight.”
Hening. Yang tersisa di antara mereka berdua hanyalah desingan suara mesin pendingin udara dalam sebuah kamar hotel tipe suite room. Bahkan keduanya seolah bisa merasakan degup jantung satu sama lain ketika jarak mereka semakin terkikis hingga tidak ada jarak sama sekali.
~~~
^vee^