bc

Air Mata Alena

book_age18+
33
FOLLOW
1K
READ
HE
boss
heir/heiress
drama
bxg
abuse
enimies to lovers
brutal
like
intro-logo
Blurb

Berawal dari kesalahpahaman, Alena diminta menikah dengan Marcel, lelaki arogan yang telah membuatnya harus kehilangan pekerjaan dan tempat tinggal.

Bagaimanakah perjalanan biduk rumah tangga Alena?

Akankah dia hidup bahagia?

Cover by Sumurni

Picture by picsArt, pixabay

chap-preview
Free preview
Menolong malah dituduh pelaku
"Apa!! Mama kecelakaan? Di mana? Bagaimana keadaannya?" Suara berat dan bergetar terdengar dari mulut seorang pemuda tampan yang tengah duduk di balik meja kerja sebuah ruangan yang begitu mewah. Marcel Adinata, itulah namanya, dengan tangan gemetar dan napas memburu, dia berdiri lalu menyambar jas yang tergantung di kursinya. Dengan setengah berlari, pemuda 28 Tahun itu keluar dari gedung perusahaanya. Bagai dikejar hantu, dia membawa mobilnya dengan kecepatan tinggi, hingga tidak butuh waktu lama untuk sampai di rumah sakit tempat mamanya dirawat. Dengan cepat dia keluar dari mobil lalu berlari menuju ruang operasi, di mana kakaknya kini tengah menunggu. Dengan napas masih memburu, dia langsung bertanya, "Kak, bagaimana keadaan Mama?" Kakaknya hanya bisa menatapnya sendu, "entahlah, sekarang masih ditangani dokter," Marcel semakin terlihat panik. "Siapa yang menabraknya Kak? Siapa yang bawa Mama ke sini?" Wajah cemas jelas tergambar dari wajahnya. Belum sempat pertanyannya terjawab, seorang gadis datang mendekat dengan kondisi tubuh agak lemah. "Bagaimana keadaan Bu Anita, apa sudah selesai operasinya?" Tanya gadis itu pada Kakaknya Marcel. Marcel yang masih cemas dan panik sontak menoleh menatap gadis itu, demi melihat gadis itu tampak cemas, dia lantas memastikan kalau gadis itulah penyebab kecelakaan mamanya. "Kau ... kau yang menabrak Mama 'kan? Dasar tidak punya mata kau ya, rasakan ini!" Tangan Marcel pun mengacung dan menampar pipi gadis itu, hingga ia menjerit tertahan. Kakak Marcel pun kaget dibuatnya. "Marcel, apa-apaan kamu, main gampar orang sembarang, tanya dulu kek ada apa?" Gadis itu hanya bisa mengusap-usap pipinya sembari menoleh menatap Marcel dengan tatapan kesal dan kening mengerut. "Pak, jangan sembarangan menu-" "Jangan banyak alasan, ayo ikut aku ke kantor polisi sekarang!" Marcel pun lantas mencengkeram tangan gadis itu tanpa memberi kesempatan padanya untuk memberi penjelasan dan menyeretnya keluar. Kakaknya berusaha mencegah. "Marcel tunggu! Heey tunggu dulu, jangan gegabah begitu dong, bisa kan ditanya baik-baik dulu!?" "Lepasin aku Pak, lepasin, bukan aku pelakunya!" Pinta gadis itu setengah berteriak. "Tidak ada alasan, jelaskan saja semuanya di kantor polisi, ayo jalan!" Marcel pun menarik tangan gadis itu dengan kuat membuat gadis itu terhuyung dan akhirnya pasrah diseret keluar. Kakaknya hanya bisa menarik napas berat menatap kepergian adiknya yang dipenuhi oleh amarah yang besar. Baru saja ia berniat untuk mengikuti Marcel, suster malah datang memanggil. "Keluarga Ibu Anita?" Sontak Meliana, kakak Marcel itu segera menoleh. "Iya, saya anaknya Sus!" Serunya sambil berjalan mendekat, wajahnya dipenuhi tanda tanya. "Bagaimana keadaan Mamaku Sus?" "Operasinya berhasil, silahkan ikut ke dalam, Ibu Anita akan segera dibawa ke ruang perawatan!" Jawab Suster sembari berbalik masuk ke dalam. "Baik Sus, terima kasih," Ujarnya sambil tersenyum lega lalu mengikuti suster masuk ke ruang pemulihan, dan tidak lama kemudian, mereka pun keluar sambil mendorong Bu Anita menuju ruang perawatan. Sesampainya di ruang perawatan, tidak lama berselang, dokter datang memeriksa keadaannya. Setelah puas memeriksa, dokter itu menoleh ke Meliana. "Ibu sudah lapor polisi?" Mata Meliana terbeliak kaget, "Haah? Lapor polisi? Oh iya adikku tadi sudah membawa pelakunya ke kantor polisi Dok." "Oh pelakunya sudah ditemukan ya? cepat sekali pelakunya ditemukan?" Ucap dokter itu sambil berbalik hendak keluar. Meliana yang merasa penasaran kembali bertanya. "Maksud Dokter apa ya? Memangnya pelakunya ke mana tadi?" Dokter itu menoleh menatap Meliana, "bukannya Bu Anita ini korban tabrak lari ya? Begitu laporan yang masuk tadi." Mata Meliana semakin melebar, "tabrak lari? Artinya ... " Meliana tidak sanggup melanjutkan ucapannya, hanya tangannya yang terus menunjuk keluar dengan mata terus terbelalak dan mulutnya menganga. Dokter hanya mengangguk kemudian keluar meninggalkan Meliana yang terus melongo. Setelah dokter itu keluar, barulah dia bisa menguasai diri. "Oh tidak, Marcel salah tangkap orang, gadis itu ... gadis itu bukan pelakunya!" Meliana menjadi panik dan berjalan kesana-kemari mencari sesuatu tapi tidak ketemu juga. "Haaah, mana ponselku, aku harus menelepon Marcel, dia tidak boleh membawa gadis itu ke kantor polisi, haahh manaaa?" Teriaknya tertahan sambil memegangi kepalanya karena ponselnya tidak juga ketemu. "Ah aduuh apa sih yang aku pikirkan, ponselku kan ada di tas, ngapain cari di kamar ini," Dia mengomeli dirinya sembari menepuk jidat. Dengan cepat diambilnya ponsel di dalam tas, lalu mencoba menghubungi Marcel. Di seberang sana, ponsel Marcel terus berdering, tapi karena sudah dekat dengan kantor polisi, dia tidak mempedulikan panggilan itu. Gadis di belakangnya terus memelas, "Pak, bukan aku pelakunya, aku cuma menolong Ibu itu Pak, tolonglah Pak jangan bawa aku ke kantor polisi, aku tidak bersalah!" Pintanya dengan suara memelas. Marcel menoleh sejenak sambil melotot tajam. "Sebaiknya kamu diam, atau aku lempar kamu keluar dari mobilku!" Mata gadis itu seketika berlinang mendapat bentakan demikian. Dalam hati dia menyesal telah memberikan pertolongan pada orang lain, yang akhirnya mendapat perlakuan tidak enak. Akhirnya Marcel tiba di kantor polisi, buru-buru dia turun dan membuka pintu belakang. Marcel segera menarik tangan gadis itu dengan kasar keluar dari mobil lalu masuk ke kantor polisi. Pak polisi yang berjaga saat itu langsung kaget melihatnya datang menyeret paksa seoarang gadis. "Selamat malam Pak, ada apa ini? Kenapa menyeret gadis malam-malam ke kantor polisi?" Marcel lantas mendorong tubuh gadis yang ditariknya ke depan Pak polisi dengan kuat. "Penjarakan dia Pak, dia sudah menabrak Mamaku tadi siang, sampai hampir kehilangan nyawa. Tolong beri hukuman yang setimpal atas perbuatannya!" Gadis itu pun mulai menangis menatap polisi di depannya."Pak, bukan aku pelakunya, hiks, ini salah paham Pak, bukan aku yang menabrak Mamanya Pak, aku bersumpah, aku cuma berniat menolong." Dia berusaha memberikan penjelasan. "Baik, mari silahkan duduk dulu!" Polisi itu mempersilakan Marcel dan gadis itu duduk di kursi. "Sekarang silakan ceritakan masalahnya!" Seraya bersiap menulis pengaduan di layar komputer. Marcel menoleh sejenak ke gadis di sampingnya dengan sinis, yang terus saja berurai air mata. Namun Marcel sama sekali tidak kasihan. Rasa marahnya benar-benar memuncak. Kemudian kembali menatap pak polisi di depannya. "Aku mau melaporkan gadis ini karena telah menabrak Mamaku, sampai terluka parah dan harus dioperasi!" Polisi di depannya segara mengetik di komputernya. Banyak hal yang ditanyakan oleh polisi, termasuk namanya, mamanya, tempat kejadian dan waktu kejadian dan lainnya. Dengan wajah berapi-api Macel memberikan keterangannya. Setelah selesai, Pak polisi beralih menatap gadis itu. " Siapa nama kamu?" "Alena Marissa Pak!" Ucap gadis itu gemetar. Apa benar kamu pelakunya?" Lanjut Pak polisi. Gadis itu menggeleng dengan cepat, "bukan Pak, bukan aku pelakunya!" "Lalu siapa pelakunya?" Kembali polisi itu bertanya. Mendengar pertanyaan itu, nyali gadis itu jadi ciut. "A-Aku juga tidak tahu Pak, so-soalnya waktu aku sampai di situ, Ibu itu sudah tergeletak pingsan Pak!" Jelas gadis itu sambil gemetar ketakutan. Mendengar penjelasan itu, Marcel mencebik kesal. Dia benar-benar tidak tahan untuk mendengar penjelasan gadis itu lebih lama. "Maaf Pak, laporanku sudah selesai, boleh aku pergi sekarang? Kalau ada pertanyaan lain, Bapak bisa menghubungiku nanti, Soalnya aku mau melihat kondisi Mama." "Baiklah, silakan!" Tatapan polisi itu kembali ke gadis yang kini semakin tampak ketakutan. "Kalau bukan kamu yang tabrak, lalu bagaimana bisa kamu yang diseret ke sini?" Gadis yang bernama Alena itu, sudah mulai geram. Sikap baik dan tulusnya dalam menolong seakan tidak dihargai. Dengan air mata terus berlinang, dia mengeratkan gigi untuk menguatkan dirinya lalu menarik napas berat. "Maaf Pak, bukannya saya membantah, tapi orang itu langsung menyeretku ke sini tanpa bertanya lebih dulu, aku bersumpah Pak, bukan aku pelakunya, kalau Bapak tidak percaya, silakan periksa CCTV di depan Afika Farma Pak, sekalian tanyakan sama para pegawai di sana Pak, mereka yang memesan ambulance untuk ibu itu, aku cuma kebetulan lewat, karena melihat ada keramaian, aku berhenti dan mendekat, ternyata ada korban kecelakaan yang mau dibawa ke rumah sakit, tapi tidak ada yang mau menemaninya naik ambulance, karena kasihan, aku menawarkan diri tadi Pak, begitu yang sebenarnya." Panjang penjelasan Alena, tapi polisi di depannya hanya mengangguk-angguk sambil mengetik dikomputernya. Begitu selesai, polisi itu menatapnya. "Baiklah, karena hari ini sudah malam, penyelidikan akan kami lakukan besok, jadi dengan berat hati, kami harus memasukkan kamu di dalam sel dulu, setelah kami menemukan bukti dan kamu memang tidak bersalah, maka kamu akan kami bebaskan." Polisi itu lantas berdiri dari kursinya. Alena menjadi panik dan cemas, lalu berusaha untuk protes "tapi Pak, aku tidak bersalah, kenapa harus dimasukkan ke sel Pak?!" Dia terus menatap polisi yang kini telah mendekati dirinya. "Karena kamu sebagai terlapor, jadi untuk sementara harus menginap di dalam sel sampai bukti ditemukan, mari silakan ikut ke dalam!" Jelas polisi sembari membimbing tangan Alena untuk berdiri dari duduknya menuju ke dalam, di mana ruang sel berada.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
13.3K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.8K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.2K
bc

My Secret Little Wife

read
97.9K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook