Redamancy~01

2094 Words
Seorang wanita dengan gaun yang terlihat sangat kotor ditubuhnya itu menundukan kepalanya saat orang - orang disekeliling menatapnya. Baronet bahkan tidak sekotor dirinya yang sekarang, terlebih dengan penampilan yang sangat kacau itu. Tidak ada yang mengenali Lucia sama sekali dengan keadaannya bukan karena dirinya yang tidak menampilkan sosok sebagai seorang puteri bangsawan tetapi, karena beberapa kaum yang berada di bawah struktur kebangsawanan tidak pernah dinizinkan untuk menatap bangsawan yang berada di atasnya. Itulah kenapa seseorang sulit mengenali puteri bangsawan. Hanya beberapa orang yang diperkenankan untuk melihat wajah dari puteri bangsawan yaitu orang yang berstatus sama dengannya atau para pelayan dari bangsawan tersebut. Mata hitam gelap itu membulat saat melihat gerbang rumah dari orang yang menjadi musuhnya itu terbuka untuk kereta - kereta bangsawan yang datang bertamu pada tetua bangsawan Lorenzo. Ya. Pria tua yang membuat ayah dan ibunya itu dibunuh dengan tuduhan yang tidak benar, sebentar lagi akan menikah. Dan tepat hari ini adalah hari pernikahannya bersama seorang puteri bangsawan yang malang, tidak mampu menolak lamaran dari tetua Lorenzo untuk menjadi isteri ke-6 yang hampir saja di isi oleh Lucia. Kehancuran keluarga bangsawan Tralio telah tersebar yang dikatakan bahwa mereka berani menolak tetua dari Lorenzo membuat bangsawan Tralio hancur, meskipun tidak langsung dikatakan dengan jelas bahwa semua ini dilakukan oleh bangsawan Lorenzo tetapi semua orang tahu bahwa tetua Lorenzo sendiri yang mengendalikan tuduhan itu. Membuat para bangsawan yang lain mulai ketakutan dan mencoba untuk menyembunyikan puteri mereka dari mata keranjang sang tetua. Lucia berencana akan masuk kedalam dan membuat tetua dari Lorenzo itu yang bahkan tidak memiliki rasa bersalah atas kematian kedua orang tuanya menyesal dengan perbuatannya. Tetapi, pertama - tama dirinya harus memikirkan rencana agar dapt masuk kedalam kediaman bangsawan Lorenzo yang dijaga ketat dan tidak sembarang orang dapat masuk. Jadi, saat manik mata hitamnya menangkap seorang pelayan wanita paruh baya yang sepertinya kesulitan untuk membawa beberapa bahan makanan dari pasar, dirinya langsung bergegas mendekat berniat membantunya entah ini akan berhasil atau tidak. Lucia langsung saja mengambil satu kotak berukuran sedang yang dibawa oleh sang pelayan, membuat wanita paruh baya tersebut menatapnya bertanya - tanya dan menilai penampilan Lucia yang kacau. "Saya melihat anda kesusahan. Apa anda keberatan untuk saya bantu membawanya ?" Ucap Lucia dengan senyuman lembut yang diberikannya membuat wanita paruh baya tersebut menghilangkan kecurigaannya saat menatap senyuman polos yang diberikan oleh Lucia. "Sepertinya kau bukan dari sini. Darimana asalmu, nak ?" Tanyanya dengan ramah membuat Lucia terdiam sebentar sebelum kembali menjawab perempuan paruh baya tersebut yang menatapnya dengan sedih. "Aku berasal dari desa kecil bagian Utara bibi. Aku datang untuk mencari pekerjaan." "Pasti sulit bagimu. Apa sekarang kau susah punya pekerjaan ?" Lucia menggelengkan kepalanya sebagai jawaban membuat wanita yang berstatus sebagai pelayan dari bangsawan Lorenzo tersebut tersenyum menyemangatinya. "Aku tidak bisa membantumu mendapatkan pekerjaan tetap di ibukota ini. Tetapi, aku mungkin bisa membantumu mendapatkan makanan untuk seharian ini. Apa kau mau ?" Saat penawaran itu meluncur kearahnya langsung saja Lucia menganggukan kepala. Tidak menolaknya. "Baiklah nak. Ikuti aku." Ucapnya membuat Lucia mengikuti langkah pelayan bangsawan Lorenzo itu yang menuju pintu belakang kediaman sang bangsawan yang dikhususkan untuk para pekerja. "Siap dia ?" Salah satu penjaga yang menjaga pintu belakang kediaman bangsawan Lorenzo menghentikan mereka saat melihat Lucia yang mengikuti pelayan tersebut tanpa memakai pakaian pelayan seperti dirinya, yang menandakan bahwa dirinya bukanlah seorang pelayan disana. "Ah dia pekerja tambahan. Baru datang dari desa, dia datang untuk membantuku bekerja disini." Jelasnya berbohong membuat Lucia hanya diam berharap - harap cemas. "Apa dia tidak akan mengacau di dalam ?"tanya sang penjaga kembali meneliti Lucia yang hanya bisa diam menundukan kepalanya. "Jangan khawatir. Dia bukan seseorang yang begitu. Aku akan selalu mengawasinya. Bahan makanan ini harus kami antarkan dengan cepat." Ucapnya lagi membuat sang penjaga tersebut pada akhirnya menggeserkan tubuhnya memberi jalan. "Sebaiknya kau benar - benar menjaganya. Jangan sampai dia mengacau." Ucapan itu hanya di angguki oleh pelayan wanita tersebut sebelum segera bergegas masuk yang kembali di ikuti oleh Lucia dengan cepat.  Lucia menatap sekeliling dapur dari bangsawan Lorenzo yang besar dengan keadaan yang ramai dan seluruh para pelayan yang sibuk bekerja. "Kau bisa menaruhnya disini." Lucia segera berbalik menatap pelayan wanita tua yang telah membantunya sejauh ini untuk masuk kedalm kediaman bangsawan Lorenzo tersebut dan mulai merasa sedikit cemas saat memikirkan bahwa wanita tersebut akan ikut terkena imbasnya saat para pelayan mengetahui bahwa dirinya datang bersama. Lucia harus segera menjauh dari pelayan wanita tua tersebut, terlebih saat dirinya tahu bahwa dia tidak akan mempunyai cukup waktu untuk memikirkan rencana selanjutnya. "Kau pasti lapar. Aku akan mengambilkanmu beberapa makanan dan kau bisa menyantapnya di ujung sana, sementara aku menyelesaikan pekerjaanku." Ucapnya membuat Lucia tersenyum dan segera menggelengkan kepalanya. "Tidak perlu bibi. Aku akan segera pulang saja. Aku tidak ingin mengganggumu bekerja." Lucia beralasan membuat wanita tua tersebut menggelengkan kepalanya dan segera menarik tangan Lucia saat melihatnya akan beranjak pergi. "Kalau begitu tunggu disini. Aku akan mengambilkanmu beberapa roti untuk kau bawa pulang karena sudah membantuku." Terlihat pelayan wanita tersebut segera mengambilkannya beberapa roti berukuran sedang dengan berbagai macam varian yang telah di pisahkan dari makanan bangsawan lainnya untuk disajikan, lalu segera memasukannya pada sebuah kantong yang terbuat dari kertas dan memberikannya pada Lucia. Saat Lucia menerima kantungan berisi roti yang terdapat 5 buah itu dirinya langsung saja menatap pelayan wanita tersebut "Ini terlalu banyak bibi. Aku tidak memerlukan sebanyak ini." Ucap Lucia kembali menyodorkan kantongan tersebut. Wanita tua tersebut menepuk pundaknya dengan lembut sebelum kembali membuka suaranya."Ini bisa kau simpan untuk kau pakai makan sampai besok pagi sebelum kembali mencari pekerjaan. Bersemangatlah nak." Tak bisa mengatakan apa - apa lagi membuat Lucia hanya menganggukan kepala sebelum pamit dan berpura - pura pergi dari sana. Saat melihat pelayan wanita tersebut kini kembali bekerja, dengan cepat Lucia berbelok dan masuk kearah salah satu pintu cokelat yang daritadi di awasinya saat melihat seorang pelayan keluar dari sana dengan pakaian pelayan Lorenzo yang melekat di tubuhnya, membuat Lucia tahu bahwa dirinya harus masuk disana untuk melakukan penyamaran. Saat mengetahui bahwa dirinya datang pada tempt yang benar dengan segera mencari pakaian pelayan yang tersisa dan memakainya cepat, sementara gaun kotor miliknya langsung saja dibuangnya pada tempat sampah yang terdapat disana. Lalu kembali menata rambut orange miliknya seperti layaknya seorang pelayan. Di saat dirinya kembali memastikan penyamarannya telah tertata dengan baik dirinya langsung keluar dari sana, tidak ingin berdiam pada satu tempat dalam waktu yang lama saat kemungkinan orang dari pemilik pakaian pelayan ini akan datang. Melihat sebuah nampan yang dibagikan oleh pelayan kepada pelayan lainnya agar dibawa dan disajikan kepada para tamu bangsawan membuat Lucia berjalan mendekat lalu mulai menerima satu nampan makanan tersebut dan ikut membawanya untuk segera disajikan. Dirinya terus berjalan semakin jauh dalam kediaman bangsawan Lorenzo tanpa seorangpum yang menyadari siapa dirinya. Jadi saat dirinya selesai menyajikan semua makanan tersebut, secara diam - diam dirinya kembali menyelinap dan naik keatas tangga untuk mencari dimana tetua tersebut. Satu persatu pintu diceknya yang didalamnya hanya didapati sebuah ruangan kosong atau bahkan kamar dari para bangsawan Lorenzo hingga dirinya tiba pada sebuah pintu yang sedikit berbeda dengan lainnya, membuat Lucia segera masuk kedalam tanpa mengeceknya. Dirinya pikir akan menemui sosok pengantin pria tua yang menyukai gadis muda yang selayaknya seharusnya menjadi cucunya sendiri. Tetapi, yang ditemuinya hanya seorang pengantin perempuan yang sudah dihias dengan sangat cantik bersama gaun merah yang berkilau indah ditubuh cantiknya. Berbeda dengan ekspresi wajahnya yang tidak menunjukan kebahagiaan, justru menumpahkan air mata nya dan mulai menangis tetapi segera di bersihkannya saat melihat seorang pelayan berada dibelakangnya untuk menatapnya. "Ada keperluan apa kau disini ?" Tanya pengantin perempuan tersebut dengan suara seraknya yang menatapnya melalui pantulan cermin di depannya. Lucia tidak menjawabnya dirinya justru berjalan mendekat membuat perempuan tersebut mengerutkan keningnya dan segera berbalik menatap langsung pelayan perempuan yang cukup lancang masuk kedalam tempat peristrahatan majikannya sendiri. "Aku tidak tahu kau puteri dari bangsawan mana. Tetapi, kulihat kau tidak berbahagia selayaknya pengantin perempuan lainnya." Ucapnya menatap mata cokelat milik di depannya yang sepertinya menyadari bahwa perempuan yang dipikirnya awalnya sebagai sosok pelayan itu bukanlah seorang pelayan yang sebenarnya, dia adalah seorang bangsawan dari cara bicaranya yang terlatih dan menunjukan jati dirinya sebagai bangsawan. "Aku akan membantumu pergi dari sini dengan selamat, jika kau ingin." Ucap Lucia lagi menghentikan pertanyaan dari perempuan tersebut yang baru saja akn menanyakan siap dirinya yang sebenarnya. "Bagaimana caranya ?" Memasang senyum miringnya yang tidak menunjukan persahabatan itu membuat Lucia mendekat lalu mulai melepas hiasan kepala dari perempuan tersebut. "Aku akan menggantikanmu menjadi pengantin dari Duke Fhilip, tetua Lorenzo."  Seoranng pria terlihat berdiri sendirian diujung pilar bangunan , terlihat menyendiri dengan segelas minuman ditangannya yang menemani dirinya untuk menjauh dari keramaian. Bahkan saat pria bermata biru itu sudah menjauh dari keramaian dirinya tetap saja menarik perhatian dari para bangsawan yang menatapnya tetapi, dihiraukannya bahkan saat mata mereka saling bertemu. Pria tersebut terlihat dingin dan misterius tetapi, menggoda dalam saat yang sama. Terlebih saat seorang perempuan dengan gaun biru tua yang melekat pada tubuhnya yang indah dan berlekuk dengan baik itu mendekatinya, dirinya hanya bisa meliriknya sebentar. Tidak tertarik. "Kupikir kau tidak akan datang. Bukannya kau tidak menyukai keramaian ? Apa kau mempunyai sesuatu yang harus di bahas dengan kakek ?" Suara lembut itu mengalun dari bibir merah menggoda sang pemilik membuatnya menatap seluruh para bangsawan yang datang sebagai tamu, tengah berdiri di tengah - tengah aula dengan keadaan yang ramai. Persisi sesuai ucapan gadis di sampingnya. Pria yang diketahui oleh seluruh orang bahwa dirinya adalah satu - satunya cucu laki - laki dari bangsawan Lorenzo yang berarti penerus dari bangsawan Lorenzo sendiri itu mendengus saat mendengar ucapan dari Duchess Keila Lorenzo, sepupu dekatnya sendiri. "Bukan urusanmu." Bahkan saat Duke Adelio hanya menanggapinya dengan dingin, sepupu perempuannya itu hanya bisa tersenyum sebelum menatap kagun dirinya. Adelio tahu bahwa Duchess Keila menaruh perasaan padanya tetapi, dirinya tidak punya waktu untuk menanggapi perasaan yang tak berguna itu. Dalam kepalanya hanya tersusun satu rencana untuk menghancurkan bangsawan Lorenzo. Tepatnya Duke Fhilip, kakeknya sendiri sekaligus tetua dari Lorenzo. Pas saat pria tua yang dimaksudnya itu baru saja turun dari tangga dengan seorang pengantin perempuan bergaun merah yang berada dalam gandengan pria tua yang dibencinya. Duke Fhilip terus melempar senyumannya kepada seluruh para bangsawan yang hadir dengan sekali - kali mengelus tangan dari pengantin perempuan miliknya yang digandengnya. Dengan langkah yang pelan dan berhati - hati dirinya berjalan menuju tengah aula, berencana akan membuka kerudung sang mempelai perempuan disana dan menciumnya di depan tamu sebagai bentuk bahwa perempuan tersebut kini adalah miliknya. Seluruh tamu bersorak dan menatapnya. Bahkan beberap bangsawan wanita yang hadir mengernyit jijik saat mengetahui bahwa perempuan bangsawan yang malang itu akan menjadi isteris dari pria tua berumur 69 tahun dan beberapa bangsawan lainnya seolah menjadikan hal tersebut sebagai lelucon.  Hanya saja, mereka tidak dapat menunjukannya dengan terang - terangan melainkan hanya bisa secara diam - diam. Duke Fhilip yang kini berada di tengah aula bersiap akan mengangkat kain yang menutup wajah sang pengantin dengan perlahan, bahkan kedua tangan renta miliknya sudah bergetar karena faktor usia. Melihat hal tersebut membuat Adelio hanya tertawa sinis sebelum kembali menyesap minumannya tetapi, dengan tatapan yang tidak lepas dari kedua mempelai tersebut. Bibir merah itu menipis saat sang Duke Fhilip telah mengangkat cadarnya sampai setengah, membuatnya dengan perlahan menyelipkan sebelah tangannya kedalam gaun dan meraih sebuah belati yang telah disembunyikannya dengan hati - hati ahar tidak memunculkan kecurigaan. Tepat saat Duke Fhilip berhasil mengangkat seluruh cadar tersebut, yang didapatinya adalah sebuah wajah pengantin dari perempuan lainnya yang menatapnya dengan mata hitamnya yang berkobar. Membuat Duke Fhilip hanya mematung menatapnya, sedangkan beberapa orang yang tidak menyadari pertukaran dari pengantin perempuan hanya berbisik - bisik. "Sepertinya anda sangat berbahagia Duke Fhilip. Tapi kurasa itu akan menjadi senyuman terakhir anda." Ucap Lucia lalu segera menarik keluar belati miliknya dan mengangkatnya tinggi, bersiap menusuk pria tua didepannya yang kini seluruh tubuh rentanya bergematar saat melihat belati tersebut bersiap menancap kearahnya. "MATI." Teriak Lucia membuat keadaan langsung ricuh kaget tepat saat beberapa senti lagi bilah dari belati miliknya menusuk jantung dari pria tua tersebut. Sebelum seorang penjaga telah mendekatinya dan menghentikannya. Memelintir tangannya hingga belati tersebut terjatuh. Semua kejadian tersebut terekam dengan baik pada manik mata biru milik Adelio yang bersinar semakin terang saat perempuan yang mencoba membunuh kakeknya itu berteriak dengan marah saat diseret paksa oleh penjaga. "MATI KAU !. AKU AKAN MEMBUNUHMU FHILIP. PERSETAN !. KAU AKAN MATI DITANGANKU !." Teriak Lucia terus bahkan saat para penjaga menariknya paksa membuatnya tidak berhenti berteriak dan sesekali memberontak. Terus mengulangi hal yang sama. Dan Adelio tidak bisa menahan senyuman miringnya sebelum berjalan pergi dari sana dengan mata birunya yang bersinar terang dan otaknya yang telah tersusun sebuah rencana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD