Prosecution | Chapter 10

1481 Words
              “Aku yakin itu ‘dia’!” Chrissy spontan menutup mulutnya sendiri. Barusan sepertinya dia berbicara terlalu keras. Ia mengedarkan pandangan ke sekitarnya. Merasa tidak aman walaupun tidak ada siapa-siapa di dekatnya, Chrissy memutuskan untuk pindah ke perpustakaan, daripada terus melanjutkan pembicaraan via teleponnya dengan Hazel di ruang tengah.             “Jangan asal menuduh, Sy. Hanya karena dia tersenyum padamu? Ya, ampun... aku jadi kasihan pada pria bernama Ben itu. Bayangkan saja kalau dia sampai kehilangan pekerjaannya, hanya karena kau salah menaruh curiga padanya sementara dia sama sekali tidak bersalah.”             “Aku tidak mungkin salah! Aku kenal betul ‘rasanya’!”             “Rasa apa maksudmu? Oh... jangan bilang alih-alih merasa takut, sebenarnya diam-diam kau ketagihan diserang terus menerus oleh pria itu?”             Chrissy menekuk wajahnya kesal, mendengar ledekan Hazel padanya. Seandainya sepupunya itu berada di hadapannya, di saat yang sama ketika wanita itu melontarkan candaannya barusan, Chrissy bisa membayangkan apa-apa saja yang akan ia lakukan nanti.             “Kalau aku bisa memilih, aku rela menderita amnesia menDadak asalkan itu bisa membuatku melupakan semuanya.” Chrissy meraba satu per satu buku yang tersusun rapi di lemari. “Hmm, siapa tahu ada buku yang bisa menjelaskan cara melakukan self hypnosis? Aku sedang berada di perpustakaan, by the way.”             “Jangan coba-coba, Sy. Apa kau tahu ada berapa banyak orang yang menjadi gila karena hipnotis?”             “Masalahnya, aku benar-benar tidak tahan! Coba bayangkan rasanya menjadi aku; diikuti, diteror, dan—“             “Diserang.” Hazel melanjutkan kata-kata yang tidak sanggup dilanjutkan Chrissy.             “Terserah kau menyebutnya apa—tapi akan lebih baik jika ada kata lain selain yang kau gunakan barusan. Kapan kau ada waktu luang? Aku ingin bertemu.”             “Mungkin minggu depan. Aku akan mengabarimu nanti. Sebentar lagi pemotretan akan segera dimulai.”             “Aku mengerti—selamat bekerja kalau begitu.”             Tepat setelah Chrissy mematikan teleponnya, wanita itu segera menarik tangga untuk mengambil buku yang terletak di deretan atas lemari. Deretan paling atas adalah kumpulan buku yang dimiliki Daddy-nya. Chrissy berpikir, mungkin saja Daddy-nya memiliki beberapa buku yang berguna, yang membahas tentang hipnotis dan hal-hal yang berhubungan dengan itu. Chrissy tidak peduli meskipun nantinya Hazel akan mengomelinya habis-habisan kalau tahu dirinya melangar apa yang Hazel larang. Chrissy hanya tidak bisa menahan perasaan takut dan resah ini lebih lama lagi. Dia menginginkan kehidupannya yang tenang dahulu kembali, apa pun caranya.             Mungkin karena konsentrasinya benar-benar terpusat pada lamunannya sendiri, saat pintu perpustakaan tiba-tiba terbuka, Chrissy terkejut dan kehilangan keseimbangannya. Badannya sudah terlalu jauh limbung ke belakang, dan tangannya tidak bisa menggapai apa pun untuk di raih.             Chrissy memejamkan mata, bersiap untuk merasakan sakit. Namun, sesaat kemudian, ia merasakan seseorang menangkapnya.             Orang itu adalah Ben.             Pria itu merengkuh erat tubuh Chrissy. Lengannya begitu kokoh dan kuat, tubuh Chrissy terlihat sangat mungil ketika berada dalam rengkuhan pria itu.             Ben merengkuh tubuh Chrissy dari belakang. Tangan kanannya melintang menyerong dari perut ke pertengahan d**a, sementara tangan kirinya memeluk perut Chrissy. Kedua kaki Chrissy melayang cukup jauh dari lantai—menunjukkan betapa tinggi tubuh pria itu dibandingkan dirinya.             Memandangi Ben dari samping ke belakang, dugaan tentang Ben adalah stalker yang selama ini menganggunya kembali muncul. Tapi, di saat Chrissy hendak memandangi pria itu lebih lama untuk memastikan sekali lagi, Ben sudah menurunkan Chrissy, dan segera menjauh dari wanita itu. Keberadaannya digantikan oleh Aram-yang raut wajahnya terlihat seperti habis melihat hantu; takut, dan cemas.             “Apa yang kukatakan tentang ‘hati-hati menaiki tangga’, Cheesy?” katanya, setengah berteriak, tanpa terlihat menyeramkan sedikit pun.             “Aku terkejut saat ada suara pintu yang terbuka dengan keras. Salahkan dirimu, Dad. Bukan aku.”             Aram menepuk keningnya dengan telapak tangan, seraya menggelengkan kepala. “Kalau sudah seperti ini, kau benar-benar mirip dengan Mom-mu.”             Chrissy baru saja hendak menjawab pernyataan Aram padanya, saat Sebastian masuk sambil membawa nampan berisi teko dan dua cangkir kosong. Membuat Chrissy melupakan apa yang hendak dikatakannya.             “Apa tidak ada ruangan lain, Dad?” tanya Chrissy, yang menunjukkan ketidaksukaannya saat mengetahui Daddy-nya itu akan memakai ruangan ini untuk bekerja. “Ada apa dengan ruang kerjamu?”             “Aku menyimpan banyak berkas di dalam brankas itu,” jawab Aram, menunjuk brankas hitam metalik yang terletak di belakang lemari buku yang bisa digeser. “Aku bisa saja pindah ke ruang kerjaku, asal kau mau membantu membawa tumpukan-tumpukan dokumen yang ada di dalam sana.”             Chrissy menggeleng. “Tidak, terima kasih. Aku sedang tidak dalam mood yang bagus untuk membantumu dengan senang hati, Dad.” Chrissy melirik ke arah Ben, dan pria itu sedang fokus pada layar ponselnya sendiri. “Beritahu aku kalau kau sudah selesai dengan ruangan ini, Dad,” lanjutnya, berjalan perlahan menuju pintu, mengikuti Sebastian yang sudah lebih dulu keluar.             Ben yang berdiri di dekat pintu, membuka pintu untuk Chrissy. Dan saat Chrissy menatapnya terang-terangan, Ben terlihat tidak menunjukkan emosi apa pun, dan hanya berdiri diam saat membalas tatapan Chrissy padanya.             Chrissy nyaris kehilangan kecurigaannya pada Ben, kalau bukan karena pria itu tiba-tiba menatapnya balik dengan tatapan yang lebih intens, melalui celah pintu yang nyaris tertutup sempurna. Pria itu sendiri yang menutup pintunya. Dan saat pintu itu benar-benar tertutup rapat, Chrissy menetapkan hati, kalau pria itu adalah Mr. Stalker yang ia cari selama ini. ***             Chrissy baru saja bermaksud menelepon Hazel, saat Aram tiba-tiba keluar kamar dan menyapanya.             “Cheesy, kebetulan sekali kau ada di sini. Aku masih harus mencari beberapa berkas di laci mejaku di dalam kamar. Bisa tolong berikan ini kepada Ben? Paling tidak dia bisa memeriksanya dulu.” Aram menyodorkan setumpuk berkas pada Chrissy yang sedang duduk di lantai, di depan pintu kamarnya, yang dulu adalah kamar Helen.             “Uhm, okay....” Chrissy menerima berkas itu dengan perasaan tidak yakin. Tapi, dia pikir, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menyelesaikan semuanya. Ia ingin membuktikan pada Hazel kalau dia tidak asal menuduh orang lain karena sudah terlalu depresi.             Setelah Aram kembali masuk ke kamar, Chrissy pun berdiri—menepuk-nepuk pantatnya—membersihkan debu yang menempel di celana pendek katunnya. Kemudian, sambil mengatur napas dan berpikir apa yang harus ia katakan pada Ben, ia mulai melangkah menuju tangga, dan turun ke lantai satu.             Dari puncak tangga, Chrissy melihat pintu ruang kerja Aram yang tidak tertutup sempurna. Melalui celahnya, sosok Ben terlihat jelas sedang duduk di kursi yang berhadapan dengan kursi kerja Aram. Chrissy semakin gugup tatkala detak jantungnya tiba-tiba berbunyi selaras dengan langkah kakinya.             Apa dia benar-benar harus bertanya? Bukankah tidak ada pencuri yang mau mengaku kalau dirinya mencuri?             Chrissy menghentikan langkahnya di kosen pintu ruang kerja Aram, kemudian memandangi lekat-lekat punggung sosok pria yang terlihat sedang benar-benar sibuk di dalam ruangan itu. Ada beberapa tumpukan kertas yang ditumpuk tinggi di atas meja kerja Aram. Ben terlihat aktif mengambil satu per satu kertas dari tumpukan itu. Tangannya bergerak seperti menuliskan sesuatu, sebelum kemudian meletakkan kertas itu ke dalam kardus yang di taruh di dekat kakinya.             Merasakan kekuatan mulai berkumpul di dalam dirinya, Chrissy memantapkan hati memasuki ruang kerja Aram. Chrissy kira kekuatan itu akan semakin membesar saat jarak antara dirinya dan Ben mulai mengecil, tapi ternyata, kekuatan itu malah menguap sedikit demi sedikit.             Namun, ketidakinginan Chrissy terjebak dalam ketakutan sudah terlalu besar. Entah bagaimana akhirnya. Apakah kecurigaannya salah, atau benar sekalipun, Chrissy tidak boleh terikat dalam rasa takutnya sendiri.             Jadi, setelah menyodorkan berkas itu pada Ben, dan menaruhnya di atas tumpukan berkas yang sedang ia kerjakan—sebelum keberaniannya kembali ke angka nol—Chrissy menahan kakinya sendiri agar tidak beranjak dari ruangan itu. Usai Ben mengucapkan terima kasih tanpa menoleh ke arahnya, Chrissy meletakkan kedua tangannya di atas pundak pria itu. Lalu, dengan perlahan, ia mendekatkan wajahnya, berbisik di telinga Ben...             “I found you, Mr. Stalker...”             Chrissy merasakan kekuatan terakhirnya benar-benar meninggalkan dirinya, saat Ben menoleh ke arah Chrissy, tersenyum miring dan berkata...                                “So you found me?”             Mendengar Ben mengatakan itu, menDadak Chrissy merasa kedua tangannya tidak bisa digerakkan sama sekali. Rasanya beku, seperti ada es yang menjalari aliran darahnya, dan membuatnya bukan hanya tidak bisa menggerakkan tangan tapi juga hampir seluruh tubuhnya. Yang bisa ia lakukan hanya menelan ludah—cukup keras—sampai-sampai suaranya seperti terdengar keluar dari tenggorokannya.             Chrissy baru terbebas ketika Aram tiba-tiba masuk ke ruangan. Namun, wanita itu sedikit kesulitan mengendalikan reaksi terkejutnya, sementara Ben tampak lebih bisa menguasai diri.             “Cheesy, kenapa kau masih di sini?” tanya Aram. Pria itu memandang penuh selidik kepada Chrissy.             “Ah—aku baru saja mau keluar,” jawab Chrissy, lugas. Ia melirik ke belakang, ke arah Ben yang masih duduk tenang di kursinya, lalu mengembalikan perhatiannya pada Aram. “Selamat bekerja, Dad. Aku akan kembali ke kamarku.” Chrissy undur diri, melangkah dengan sedikit rasa gelisah karena memikirkan reaksi Ben yang terlihat sangat santai saat mengakui dengan berani kalau dia adalah Mr. Stalker.             Menutup pintu ruang kerja Aram, dan bersandar di sana sesaat setelah pintu itu tertutup, memunculkan pemikiran baru dalam bentuk pertanyaan yang terlewatkan oleh Chrissy.             Setelah ia menemukan sosok Mr. Stalker, lantas apa yang akan ia lakukan setelah ini? 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD