Di kantor...
Rayn membolak-balikkan kumpulan potret dari kecelakaan yang menimpa Leyra 7 bulan yang lalu. Kecelakaan mobil yang dicuragai dengan sengaja itu, tak kunjung terpecahkan.
Pasalnya, tak ada 1 pun yang ditemukan untuk dijadikan bukti.
"Tuan, kalau boleh berpendapat sepertinya sebelum kecelakaan, saat itu nyonya memang sengaja dibuat mabuk. Dan sebaiknya potongan kuku yang terdapat di dalam mobil, ada baiknya dites terlebih dahulu. Bisa saja itu bukan milik nyonya." Theo, sang asisten menjelaskan pendapatnya dengan sedikit berbisik.
Sejenak, Rayn berpikir, "kau benar, bukankah saat itu adalah perencanaan perayaan penobatan atas keberhasilan perusahaan ini menduduki petingkat kedua? Sepertinya ada tim sakit hati."
"Theo, kau pernah bilang ada sesuatu yang mencurigakan dari grup Kaia. Bagaimana kelanjutannya?"
"Grup Kaia, tuan Darshan tetap mencarikan jodoh untuk putrinya, setelah Tuan menolak lamarannya, dia tak pernah mundur. Kudengar kemarin dia menghubungi pangeran Dubai hanya saja ditolak."
"Hmmm, terus selidiki."
"Baik, Tuan." Theo pun beranjak ke luar.
Rayn mengambil ponselnya, lalu menghubungi kontak Leyra yang kemungkinan sedang istirahat siang.
"Sedang apa?"
"Apa lagi, kalau bukan karena rindu."
Rayn terkekeh, ia lalu melanjutkan aktifitasnya. Kembali pada tumpukan dokumen yang melelahkan.
***
Leyra memperhatikan ponselnya, lalu diam-diam tersenyum mengingat perkataan Rayn barusan.
Aku juga merindukanmu.
"Cie cie...Siapa tuh yang menelepon? Wajahmu memerah tu," ujar Sally, teman 1 jurusan dengan Leyra. Sebenarnya, Sally tidak mengetahui bahwa Leyra mengalami koma yang saat ini tengah amnesia. Yang dia tahu, Leyra mengambil cuti karena merawat kerabatnya.
Ya, Rayn meminta bantuan dosen yang bernama Joseph untuk menyembunyikan fakta itu, agar tidak dimanfaatkan orang-orang jail.
"Lapar nih, ke kantin yuk!" Leyra memegangi perutnya.
Sally mengangguk mengiyakan. "Eh, Beb tunggu dulu sebenarnya Niel si anak seni nyariin kamu lho setiap hari dia terus bertanya tentangmu."
Leyra tertawa, "padahal Niel hanya mencari perhatianmu."
"Hah? Apa?"
"Sudahlah, ayo ke kantin." Leyra menarik tangan Sally beranjak pergi dari perpustakaan.
Di kantin, Leyra sangat menikmati makanannya, dia benar-benar merindukan suasana kantin. Matanya tak sengaja melirik wanita yang berada di pojokan yang ternyata sedang memasang tatapan tidak mengenakkan.
Dia lah Jessica, wanita yang menyapa Rayn tadi pagi si kecantikan kampus. Wanita itu terang-terangan menunjukkan ketidak-sukaannya pada Leyra.
"Dari tadi kamu melihat ke arah sana! Lihat apaan sih?" tanya Sally hendak menoleh ke belakang, namun pipinya langsung dicekal oleh tangan Leyra.
Leyra tersenyum, "makan yang banyak, ayo nikmati hidup ini!" seru Leyra membuat Sally terkesima.
Sally berpikir, Leyra hari ini sangat berbeda dengan 2 tahun yang lalu. Pendiam dan canggung, Sally sangat senang dengan perubahan temannya itu.
*****
Rayn menoleh jam tangannya, yang saat itu menunjukkan pukul 16.30 ia lalu bersiap-siap pergi dari ruangannya.
Tiba-tiba, Theo sang asisten masuk. "Permisi Tuan, sepertinya Tuan lupa kalau hari ini adalah anniversary tuan Albert dan nyonya Melisa."
Rayn langsung menepuk jidatnya, "shittt, aku benar-benar lupa. Apa ada kabar dari mereka?" tanyanya.
"Ya, Tuan harus datang. Dan bilang akan menunggu. Acaranya kali ini hanya acara keluarga saja," jelas Theo lagi.
Sepertinya mereka sengaja memanfaatkan amnesia yang dialami Leyra. Karena selama kami menikah, aku selalu datang sendiri.
"Apa kita perlu mencari alasan, Tuan?" tanya Theo.
Rayn mengangkat tangannya, "kali ini, aku memang harus membawa Leyra. Biar bagaimanapun mereka adalah mertuanya." Pergi beranjak keluar meninggalkan Theo di sana.
Pria itu pun menyetir mobilnya menjemput sang istri di kampus yang terletak tidak terlalu jauh dari perusahaan milik Rayn.
Saat hendak memarkirkan mobil, Rayn melihat dari kejauhan tampak Leyra yang tengah berjalan sambil tertawa riang dengan temannya.
Bagaimana bisa kamu punya sisi lain yang ceria begitu? Bahkan sebelum, aku menikahimu pun aku tidak pernah melihatmu tertawa begitu. Yang kuingat hanya senyum tipis yang membuat jantungku berdegup saat pandangan pertama.
Padahal senyuman itu terlihat canggung yang susah payah kamu tunjukkan namun mampu melululantahkan hatiku hingga memutuskan memilih dirimu.
Setelah lamunan itu, tiba-tiba Rayn tersadar akan tatapan para mahasiswa di sekitar Leyra yang mencuri-curi pandang pada istrinya itu..
"Sial, aku lupa kalau istriku sangat cantik." Mengumpat kesal. "Haruskah aku ke luar?"
Rayn pun membuka mobilnya setelah melihat teman istrinya itu telah pergi dahulu. Rayn memang sengaja menunggu momen itu karena masih menikmati pemandangan wajah istrinya yang ceria.
"Eh, oh Anda kenapa datang?" tanya Leyra, seraya memasang wajah terkejut.
Rayn tersenyum licik, "apa aku dilarang menemui istriku sendiri?"
"Tidak, bukan begitu. Maksud saya, Anda kan pasti sibuk di kantor jadi saya merasa terlalu membebani Anda," jelas Leyra.
Dan, tanpa mereka sadari lagi-lagi mereka jadi perhatian para mahasiswa-mahasiswi kampus. Leyra yang merasa tidak nyaman langsung menarik Rayn berlari hingga ke depan mobil.
Rayn tersenyum melihat tangan lembut yang tengah menggenggamnya itu.
"Ah, maaf saya--"
"Masuklah, kita bicara di mobil. Hari ini kita harus pergi menghadiri acara keluarga," ucap Rayn sembari membuka pintu mobil.
Leyra memasang wajah bingung seolah bertanya acara keluarga yang bagaimana maksud Rayn. Wanita itu pun menuruti untuk masuk ke dalam mobil.
Rayn melirik ke sekeliling jalan mencari toko bunga serta butik. Leyra memilih diam, agar tidak mengganggu suaminya yang tengah fokus mengemudi mobil.
Mobil pun berhenti tepat di depan sebuah toko bunga. Setelah membeli bunga itu, Rayn kembali mengemudi mobilnya.
Di dalam mobil hanya keheningan, dari mereka tak ada yang membuka suara. Rayn pun berhenti di depan sebuah butik mewah yang cukup terkenal di kota itu.
Rayn pun membukakan pintu mobil, Leyra keluar dari sana. Wanita itu terpana melihat interior butik tersebut.
Rayn menggandeng tangan Leyra masuk,menuntun wanita itu masuk ke dalam butik tersebut.
Keluarlah seorang pria yang setengah melambai serta ditemani 4 asistennya.
"Selamat sore, Tuan Rayn. Ada yang bisa kami bantu?" tanyanya ramah.
"Perintahkan asistenmu untuk memilih gaun serta mendandani istriku. Dan, kau ikut aku," jawab Rayn.
"Biasanya saya ikut membantu merias dan memilihkan gaun pelanggan, Tuan. Dan untuk para pria ada yang melayaninya khusus," jawab pemilik butik.
Rayn tersenyum menyeringai, "biar bagaimanapun kau tetap seorang pria. Aku tidak suka pria lain menyentuh istriku."
Leyra tertunduk, berusaha menyembunyikan wajahnya yang memerah karena malu.
Si pemilik butik tersenyum mengerti, ia lalu memerintahkan para asistennya mengerjakan sesuai permintaan Rayn. Leyra lalu dibawa ke lantai 2, Rayn lalu duduk menunggu setelan jas yang akan ditunjukkan oleh pemilik butik.
Baru kali ini, tubuhku disentuh seperti ini. Aku tidak memakai apapun!
Leyra terus bergumam pasrah akan dirinya yang dimandikan 2 orang wanita di dalam bathub.
Sebenarnya acara apa itu? Aku bahkan tidak sempat menanyakannya. Aku takut membuat kesalahan.
"Nona beruntung ya jadi istri Tuan Rayn." Salah satu dari pekerja itu berceletuk.
"Iya kau benar, kalimat yang dia ucapkan tadi membuatku salah tingkah. Apalagi Nona," sahut yang satunya lagi.
Leyra hanya tersenyum , menanggapi kedua asisten itu.
"Seperti yang diberitaka ya, Tuan Rayn Agastra memang sangat tampan dan maskulin." Pemilik butik menatap takjub pada Rayn yang telah memakai setelan jas hitam serta rambutnya yang biasanya memiliki poni kali ini menunjukkan jidat paripurna.
Rayn hanya memasang wajah datar, tak menanggapi pujian si pemilik butik. Sebenarnya dia sangat bosan mendengar kalimat pujian itu. Karena dimana pun dia berada orang-orang selalu melemparkan pujian untuk wajah tampannya.
Kecuali, hanya 1 orang yang tak pernah mengucapkan itu, Leyra. Selama pernikahan mereka, alih-alih pujian, wanita itu hanya memberi respon datar, diam seolah-olah Rayn tidak ada di sana.
"Apa kau punya tas Channel terbaru?" tanya Rayn.
"Iya, tentu saja. Apa Tuan ingin membawanya, Tuan?"
Rayn mengangguk, "bungkus itu. Dan sematkan kata-kata manis. Aku ingin menghadiahkannya pada ibuku," jawab Rayn lalu kembali duduk.
"Wah wah, selain jadi suami yang sayang istri ternyata Tuan Rayn ini sosok anak yang manis ternyata. Baiklah, saya permisi dulu," ucap pemilik butik, lalu bergegas pergi dari sana.
Rumah tangga kelam itu, apakah aku bisa mengubahnya? Leyra, sampai kapanpun aku tidak bisa melepaskanmu. Maafkan keegoisanku.
2 jam berlalu, sore yang cerah tadi pun hilang ditelan malam. Rayn sibuk mengotak-atik ponselnya bertukar pesan pada Theo asistennya.
"Permisi Tuan, sebentar lagi Nona Leyra akan turun." Salah satu asisten menghampiri Rayn.
Rayn berdiri, ia mendengar suara langkah dari sepatu yang Leyra pakai. Langkah demi langkah menuruni anak tangga. Rayn terpaku, bibirnya kelu, "cantik," ucapnya.
Rayn berjalan menghampiri istrinya itu, jantungnya berdetak sangat kencang. Begitu juga dengan Leyra yang tengah menahan getaran hebat dari tubuhnya.
Gaun yang berwarna hitam senada menunjukkan lekuk pinggul serta leher jenjangnya, putih mulus.
Rayn mengulurkan tangannya yang langsung disambut oleh Leyra. Mereka pun beranjak pergi dari sana. menuju mobil.
Setelah membukakan pintu mobil untuk Leyra, Rayn pun duduk di kursi pengemudi.
"Rambut Anda terlihat berbeda," ujar Leyra, membuat Rayn menoleh ke arahnya.
"Anda terlihat semakin tampan," lanjut Leyra sambil tersenyum.
Rayn menatap lama pada Leyra, "kurasa kita tidak usah pergi," ujarnya tanpa sadar.
Ia lalu meletakkan kepalanya di kemudi mobil. "Aku tidak mau orang lain melihatmu," lanjutnya sambil menyentuh jemari Leyra.
Pria itu seperti anak-anak yang merayu untuk dibelikan mainan.
"Sayang, kita harus pergi." Jawaban tak terduga dari Leyra, membuat Rayn terkejut.
Pria itu mengangkat kepalanya, "katakan sekali lagi. Panggilan itu, aku ingin mendengarnya."
Leyra terdiam sejenak, lalu tersenyum. "Sayang, ayo kita pergi," ucapnya lagi.
Rayn mendekatkan wajahnya pada wajah Leyra membuat wanita itu terkesiap hingga kepalanya menyentuh pintu mobil.
Wajah mereka kini sangat dekat, "saat ini, aku ingin menciummu. Tetapi, aku ingin mendengarkan pendapatmu. Kalau kamu mengangguk aku akan melakukannya tetapi, kalau kamu tidak merespon apapun aku tidak akan melakukannya," ucap Rayn sembari berbisik.
Leyra menelan ludah, tubuhnya kaku, tersudut dan terkunci. Sementara itu, Rayn yang berada di hadapannya menatapnya tanpa berkedip.
Dan lagi-lagi respon tidak terduga dari Leyra pun muncul. Wanita itu mengangkat kedua tangannya lalu melingkarkannya ke punggung Rayn.
Ia lalu mendekatkan bibirnya pada bibir Rayn yang terbuka, respon pada perlakuan Leyra yang tiba-tiba memeluknya.
Rayn hanya diam, saat Leyra mengecup bibirnya. Matanya menatap mata Leyra yang terpejam.
Leyra menghentikan dan segera menjauhkan wajahnya. Rayn masih menatap seolah tidak percaya dengan perlakuan Leyra yang mengejutkannya.
"M-maaf aku---"
Belum selesai Leyra berbicara, Rayn malah mencium bibirnya. Kedua tangan pria itu memegangi kedua pipi Leyra. Terasa dingin dan panas secara bersamaan.
Lidah Rayn memaksa Leyra membuka bibirnya. Dan saat bibir yang sedikit tebal itu terbuka, pria itu langsung menghisapnya dan sesekali memainkan lidah Leyra.
Leyra lagi-lagi tersender ke pintu mobil, napasnya tersengal-sengal. Berbeda dengan Leyra, Rayn tetap biasa saja. Pria itu segera mengambil minuman mineral lalu diberikannya pada Leyra.
Apa ciuman itu memang harus memakai lidah? Aku terlalu malu karena tidak bisa melakukannya. Tetapi, tidak kusangka Rayn sangat mahir dalam hal ini.
Leyra melirik Rayn yang ternyata tengah menatapnya. Tatapan lurus namun seperti menyimpan makna tertentu.
"Apa ini ciuman pertamamu?" tanya Rayn.
Wajah Leyra memerah ia terlalu malu untuk mengakuinya tetapi bagaimana lagi tidak bisa dipungkuri bahwa itu ciuman pertamanya.
Wanita itu mengangguk, "bagaimana dengan Anda?" tanya Leyra.
Rayn terdiam, ia bingung untuk menjawabnya.
"Pasti sudah sering, karena sebelum saya hilang ingatan kita sering melakukannya." Perkataan Leyra membuat Rayn tak bisa menjawab dia hanya memberi respon senyuman tipis.
"Mungkin saat itu saya sudah bisa melakukannya. Tapi sayangnya, saya justru mengalami amnesia jadi, kembali seperti semula." Tersenyum lirih.
Rayn terdiam, ia membuang pandangan ke seberang, menyembunyikan ekspresi wajah bersalahnya.
Bersambung....