3. Setelah Lulus Nanti

1118 Words
    Selin berjalan lemah menuju ke rumahnya. Pikirannya masih dipenuhi rasa kekecewaan. Kecewa? Hei, siapa yang tidak kecewa kalau tau idolanya tidak sesuai ekspektasi? Rupanya Jean tak sesempurna yang Selim harapkan. Memang sih tidak ada manusia yang sempurna. Tapi Jean bukan lagi tidak sempurna. Ia telah melanggar norma-norma yang ada.     Selin bukannya menutup mata terhadap pergaulan yang ada, tapi Jean adalah publik figur. Hanya saja jiwa fangirl-nya meronta-ronta.     "Selin! Kamu dari mana aja?" tanya Mama menyelidik saat Selin baru saja membuka pintu.     "Selin nginep di rumah temen, Ma. Tugasnya banyak banget jadi baru kelar jam 2 tadi," jawab Selin. Penuh kebohongan.     Semalam ia ijin pada Mamanya untuk mengerjakan tugas kelompok di rumah salah satu temannya. Bukannya tak tersirat rasa bersalah di hati Selin, ia merasa bersalah karena telah berbohong pada orang yang telah melahirkannya. Namun jika tidak berbohong maka Mamanya juga tak akan mengijinkan.     "Selin capek, Ma. Mau istirahat dulu." kata Selin langsung masuk kamarnya.     Selin menghempaskan tubuhnya kuat-kuat ke atas ranjang. Sekarang ia sudah kalah. Kalah dari Clara dan harus menerima konsekuensi yang ia buat yaitu mencium kaki Clara. Sudah jelas harga dirinya akan jatuh serendah-rendahnya. Sudah pasti kejadian ini akan menjadi yang terburuk dalam kehidupan Selin.     Drrt Drrt! Ponsel Selin bergetar menandakan telepon masuk dari kontak bernama 'Joooooooo'.     "Halo?"     "..."     "Gue ngalamin kejadian yang buruk banget, jadi nggak bisa jawab telepon lo."     "..."     "Kalau gue ceritain lo nggak bakal percaya."     "..."     "Iya, gue kalah. Ya udah lah, pokoknya gue capek. Gue mau istirahat dulu."     Selin memutuskan sambungan teleponnya. Ia menghela napasnya berat dan kembali mengingat suara menjijikkan yang semalam ia dengar.     "Gue harus bener-bener berhenti jadi Jeanlicious!"     Selin beranjak dari ranjangnya dan melepas poster Jean dari dinding, mengambil photocard serta album dari dalam lemarinya. Ia lalu mengambil korek. Langkah kecilnya menuju ke halaman belakang rumah.     Semua barang-barang yang semestinya bernilai bagi seorang fangirl itu dihempaskannya ke rerumputan yang ada di sana. Ia mulai memantik korek yang tadi ia ambil dari dapur..     "Goodbye, Asshole!"                                                                                                                         ...     "Ya itu kan normal, Lin? Dia kan cowok," ucap Joshua.     Selin tak mau dengar. Dia terus menggeleng-geleng, gigih dengan pendiriannya.     "Gue bisa maklum kalau misalnya cewek itu pacarnya. Gue masih paham gimana pergaulan Jakarta. Masalahnya, gue denger sendiri kalau cewek itu cewek bayaran."     Selin bergidik ngeri, mengingat setiap detik yang terjadi malam itu.     "Terus gimana? Lo mau berhenti ngidolain Jean-jean itu?" tanya Joshua.     Selin terkekeh.     "Pasti lah! Gue bahkan hampir bakar semua merchandise yang gue kumpulin. Tapi nggak bisa gara-gara gue beli itu semua pake duit. Hehe. Jadi gue ngambil keputusan yang lebih bijak buat jualin tuh barang-barang," papar Selin. "Lagian nih ya, gue sekarang udah mutusin jadi fangirl nya Bara. Kan lumayan buat nambahin beli merchandise."     Joshua mendengus.     "Ya ... apa sih yang bisa gue harepin dari seorang Selin? Dunia pasti udah mau kiamat kalau lo berhenti fangirling."     Selin tertawa.     "Jangan ketawa lo, lo tuh musti inget soal janji lo buat nyium kaki Clara."     "Idih! Belum lah, si Clara sendiri juga belum ada bukti kalau dia foto sama Jean!"                                                                                                             ...     "Sial," ucap Selin spontan ketika melihat kiriman ** Clara yang menunjukkan selfie berdua bersama Jean.     "Ngomong apa kamu, Sel?"     Saking spontannya, Selin sampai lupa kalau ia kini sedang ada di ruang makan. Bersama Mamanya.     "Eh? Enggak, Ma. Hehe."     Selin menangis dalam hati. Merutuki tantangan bodoh yang pernah ia ucapkan dengan mulutnya sendiri. Rasa sup di mangkuknya pun jadi hambar. Selin kehilangan nafsu makannya karena harus membayangkan dirinya sendiri mencium kaki Clara.     "Sel? Itu kenapa nggak dimakan sih? Makanya ah, makan jangan sambil main HP," tutur Mamanya.     Selin cuma nyengir sambil mengaduk-aduk supnya. Sedetik kemudian Mama berdiri dari tempat duduknya, berlari ke arah kamar mandi, dan terdengar suara orang muntah.     Buru-buru, Selin menghempaskan HP-nya ke meja dan langsung memeriksa Mamanya.     "Mual lagi, Ma?" tanya Selin.     Mama membersihkan mulutnya lalu mengangguk. Sering sudah terjadi. Bahkan pekan ini saja Selin melihat Mamanya muntah 3 kali.     "Nggak papa, Ma?"     "Nggak papa. Maag Mama ini lho kambuh gara-gara telat makan," jawab Mama.     "Ih Mama tuh jangan suka telat makan gitu lah."     Selin jadi merasa bersalah kalau Mama habis muntah begini. Pasalnya, Mama sering telat makan akibat harus bekerja serabutan di berbagai tempat untuk menghidupi Selin. Pekerjaan kasar yang membuat Selin sedih terkadang.     Mama tersenyum dan keluar dari kamar mandi. Lalu menepuk kepala Selin.     "Mama nggak papa kok," ucap Mama.     "Iya, Selin tau. Ma, apa jangan-jangan Mama hamil ya?" canda Selin.     "Hus ... Mulutmu, Sel!" seru Mama diiringi tawa dari Selin. Ya, setidaknya Selin bisa tertawa sebelum saat-saat yang menginjak harga dirinya menjemput.                                                                                                                 ...     Malunya Selin jadi berlipat ganda ketika Clara mengumpulkan nyaris satu sekolah di lapangan. Ia berteriak-teriak menggunakan toa dan mengumumkan bahwa akan ada pertunjukan menarik di lapangan.     Guru? Rata-rata sudah pulang karena sudah masuk jam sekolah. Lagipula Clara anak wakil walikota, jadi bebas bertindak seenaknya.     "Ayo-ayo, kumpul di lapangan! Jangan ketinggalan!" Clara mengumumkan.     Joshua hanya bisa menatap Selin iba tanpa bisa berbuat apa-apa. Mau bagaimana lagi? Toh ini semua salah Selin sendiri. Begitu merasa orang yang dikumpulkannya sudah cukup, Clara menyuruh Selin untuk segera menunaikan janjinya. Selin memutar bola matanya malas. Dia tak pernah membayangkan kalau satu bulan terakhir masa SMA-nya akan jadi masa-masa paling menjatuhkan harga diri seperti ini.     Selin berdiri tepat di hadapan Clara. Ia kemudian mulai berlutut. Menghapuskan semua gengsinya. Toh ia tak akan bertemu sebagian orang-orang yang ada di sini setelah lulus nanti. Selin mendekatkan wajahnya perlahan-lahan ke sepatu Clara. Mengundang keterkejutan dari banyak pihak yang melihatnya.                                                                                                                     ...     Bibir Selin memerah dan bengkak akibat ia menggosoknya dengan sabun berkali-kali. Mengundang tawa dari Joshua yang kini menyalurkan sekaleng soda kepadanya.     "Ketawa lo!" protes Selin.     "Gimana rasanya ciuman sama sepatu Clara?" tanya Joshua.     Selin hanya tersenyum masam.     "That's okay. Lagian lo nggak bakal ketemu orang-orang itu setelah lulus nanti."     Selin mengangguk.     "By the way, lo mau kemana setelah lulus?" lanjut Joshua.     "Gue? Ya nggak kemana-mana lah. Gue mau di Surabaya aja, bantuin Mama cari duit biar nggak terlalu capek," jawab Selin.     "Nggak kuliah?" tanya Joshua.     "Nggak. Gimana gue bisa kuliah dengan keadaan keluarga gue yang kayak gitu? Gue harus puas sama SMA. Lo sendiri?" Selin bertanya balik.     "Gue bakal berangkat ke London buat sekolah di sana," kata Joshua.     Selin sedikit terkejut. Pasalnya mereka sama sekali tak pernah membicarakan hal semacam ini sebelumnya.     "Wah! Selamat ya, Jo!" Selin menyalami tangan Joshua.     "Gue seneng. Tapi gue juga sedih karena nggak bisa tiap hari lihat lo lagi," kata Joshua.     Pletak! Selin memukul kepalanya.     "Apaan sih anjir. Lo tuh masih bisa ketemu gue tiap libur semester. Lagian gue tuh ya udah bosen lihat lo dari jaman masih pake sempak doang sampai sekarang. Ini tuh saatnya lo buat menjalin relasi lebih banyak lagi. Keluar dari zona nyaman lo dan belajar lebih banyak lagi."     Selin tersenyum. Senang karena sahabatnya mendapat kesempatan untuk mengalami apa yang tidak mungkin ia dapatkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD