Feby telah selesai mengganti pakaiannya. Ia langsung pergi menuju ke kampus, karena waktunya tak cukup jika harus mampir ke rumah sakit terlebih dahulu.
Saat Feby telah sampai di kampus dan melepas helmnya. Ponselnya berdering. Mama Dian menelponnya.
“Halo ma.”
“Halo Feby. Kamu dimana? Kenapa belum sampai?”
“Oh iya, maaf Feby lupa mau ngabarin mama. Tadi sebenarnya Feby sudah sampai di rumah sakit. Namun tadi ada insiden kecil. Jadi Feby harus balik lagi ke rumah. Terus Feby langsung pergi ke kampus. Feby takut waktunya nggak keburu kalau Feby harus pergi ke rumah sakit lagi.”
“Insiden? Ada apa? Kamu tidak apa-apa kan?”
“Iya ma. Feby baik-baik saja kok.”
“Lalu ada insiden apa yang kamu maksud?”
“Nanti aja kalau ketemu Feby ceritain ma. Feby mau ke kelas dulu.”
“Oh iya.”
“Bye ma.”
Feby mematikan panggilannya.
“Duooorrrr….” Seseorang datang mengagetkan Feby.
“Sialan kamu. Ngagetin orang aja.”
“Ciee… Habis telponan sama siapa tuh?”
“Nyokap gue.”
“Oh ya gimana kabar bokap lo?”
“Sudah jauh membaik.”
“Emang sakit apa?”
“Katanya sih kecapekan. Kurang istirahat.”
“Kalau gitu nanti selesai kuliah, gue ikut lo ke rumah sakit. Mau jenguk Pak Ferdi.”
Feby tak menanggapi ucapan temannya, ia terdiam dan melamun. Teringat dengan ucapan laki-laki yang menabraknya waktu di rumah sakit.
“Buah kelengkeng??? Emang punya gue sekecil itu? Dasar cowok mesum.” Gumam Feby dalam hati sambil melihat ke bagian dadanya.
“WOYYY!!!!”
“Kelengkeng eh kelengkeng.” Latah Feby.
“Malah ngalamun… Lo pengen buah kelengkeng?”
“Emang sialan lo ya. Bisa-bisa gue sakit jantung beneran.”
“Lagian lo diajak ngomong tiba-tiba diam. Ngalamunin apaan?”
“Nggak ada kok. Ya udah ke kelas yuk.”
Feby dan Audy pun pergi berjalan menuju ke kelas. Audy adalah satu-satunya sahabat yang sangat dekat dengan Feby. Mereka berteman semenjak SMA. Karena memiliki hoby dan kesukaan yang sama, dan juga sama-sama menyukai seni musik, membuat mereka semakin dekat. Mereka pun juga sudah saling dekat dengan keluarga satu sama lain.
Dosen telah memasuki kelas dan pembelajaran pun dimulai. Namun entah kenapa sesekali Feby masih terngiang-ngiang dengan ucapan laki-laki yang ia temui tadi pagi. Sehingga membuatnya tidak bisa berkonsentrasi mendengarkan penjelasan dosen yang sedang menjelaskan materi kuliah dengan seksama.
Hingga akhirnya perkuliahan hari ini pun selesai. Namun Feby masih ada jadwal untuk latihan bersama anggota lainnya yang juga akan mengikuti lomba di acara ‘Festival Seni Musik Nasional’ antar kampus. Ada beberapa jenis lomba, diantaranya vokal, gitar, piano, biola, dan lain sebagainya yang mencakup tentang seni musik. Feby mewakili kampus mengikuti lomba piano.
Saat sedang fokus berlatih piano, seseorang datang dengan diam-diam menghampiri Feby dan menikmati permainan piano Feby yang sangat merdu, tanpa diketahui oleh Feby.
‘Prok…Prook… Prookk…’ Seseorang bertepuk tangan setelah Feby selesai memainkan pianonya.
Feby menoleh ke arah orang tersebut.
“Kak Dafa?”
“Hai Feby. Permainan pianomu sangat luar biasa, bisa menyentuh sampai ke hati.”
“Ah kak Dafa terlalu berlebihan. Padahal masih banyak kekurangan dan masih harus banyak belajar lagi.”
“Aku bersungguh-sungguh. Aku yakin kamu pasti akan juara.”
“Jangan terlalu memuji kak. Nanti aku jadi malas berlatih.”
“Eh dibilangin kok. Kalau begitu bagaimnan kalau kita taruhan?”
“Taruhan?”
“Iya. Kita taruhan, kalau kamu beneran juara seperti yang aku bilang, aku akan traktir atau kasih apapun yang kamu inginkan. Sebaliknya, kalau ucapanku salah, kamu harus traktir aku. Bagaimana?”
“Lah kok kalah malah suruh traktir sih kak?”
“Iya dong. Atau kalau kamu nggak mau traktir, bagaimana kalau kamu nanti kalah kamu harus mau jadi pacar aku. Hehehe. Pilih mana?” goda Dafa.
“Kenapa harus nunggu aku kalah? Hehehe.” Feby pun balik menggoda.
“Hah? Jadi sekarang kita resmi pacaran nih?”
“Udah ah bercandanya.” Feby beranjak dari tempat duduknya dan mengambil tasnya. Sedangkan Dafa hanya bisa menghela nafas panjang.
Dafa adalah kakak senior Feby di kampus. mereka beda satu angkatan. Feby dan Dafa memang cukup dekat, karena mereka sering tampil bareng dalam beberapa acara. Feby tak pernah menganggap serius ucapan Dafa, karena Dafa sangat sering menggodanya. Selain itu Dafa juga terkenal playboy yang sering mempermainkan cewek. Dafa memang salah satu mahasiswa yang populer di fakultas seni.
Memiliki wajah tampan dan juga suara yang sangat bagus, tentu saja sangat mudah untuk Dafa mendapatkan cewek yang dia inginkan. Bahkan tak sedikit yang mengejar-ngejar Dafa dan ingin menjadi kekasihnya. Dari yang paling biasa hingga yang paling cantik. Namun belum ada yang diseriusin oleh Dafa.
Kali ini Dafa juga akan mengikuti lomba seperti Feby, tetapi Dafa akan mewakili kampusnya mengikuti lomba Solo vocal.
“Kamu mau pulang sekarang?” tanya Dafa.
“Iya kak.”
“Kenapa buru-buru sekali?”
“Habis ini ada acara kak.”
“Feby!!!” panggil Audy diambang pintu.
“Oh iya sebentar.” jawab Feby.
“Aku pergi duluan ya kak?” pamit Feby pada Dafa.
“Oh ya sudah. Hati-hati kalau begitu.”
“Iya kak.”
Feby pun pergi menghampiri Audy dan meninggalkan Dafa. Sedangkan Dafa hanya bisa menatap kepergian Feby dengan perasaan kecewa, karena ucapannya tak pernah dianggap serius oleh Feby.
Sesuai dengan rencana mereka tadi, bahwa mereka akan pergi ke rumah sakit bersama. Mereka pergi dengan mengendarai sepeda mereka masing-masing. Mereka mampir di sebuah toko buah terlebih dahulu. Dan akhirnya mereka pun telah sampai di rumah sakit.
“Selamat sore om, tante.” Sapa Audy saat memasuki ruang rawat pak Ferdi.
“Sore nak Audy. Wah kenapa repot-repot.” ucap mama Dian saat menerima parcel buah dari Audy.
“Nggak repot kok tante.”
“Terima kasih ya.” ucap pak Ferdi.
“Sama-sama om. Bagaimana kabarnya om?”
“Sudah membaik kok.”
“Syukurlah om.”
“Bagaimana kabar mama papa kamu?”
“Mama Papa sehat om. Tapi maaf mereka belum bisa jenguk om kesini. Karena mereka sedang berada di luar kota.”
“Oh iya tidak apa-apa. Doakan saja supaya om cepat sembuh dan bisa pulang.”
“Iya om.”
“Apa papa sudah diperiksa dokter lagi ma?” tanya Feby.
“Sudah tadi pagi. Tapi untuk sore ini belum.”
“Terus apa kata dokter ma?”
“Dokter bilang untuk saat ini kondisi papa sudah mulai stabil.”
“Terus kapan papa boleh pulang?”
“Belum tahu. Nunggu perintah dari dokter dulu.”
“Kamu kapan kompetisinya?” tanya Pak Ferdi.
“5 hari lagi pa.”
Tok… Tok… Tok…
Suara ketukan pintu.
“Permisi… Kami akan memeriksa pak Ferdi.” ucap seorang perawatan ketika membuka pintu.
“Oh iya sus. Silahkan.” ucap Mama Dian.
Namun betapa terkejutnya Feby saat melihat seseorang yang berjalan dibelakang perawat juga ikut masuk dengan mengenakan jas putih. Siapa lagi kalau bukan laki-laki yang membuatnya selalu terngiang-ngiang sedari tadi.
“Kamu?” kaget Feby.
Laki-laki itu tak menanggapi dan hanya mengerutkan keningnya. Lalu menghampiri pak Ferdi untuk memeriksanya.
“Kamu kenal dengan dokter Rayyan?” tanya mama Dian.
“Dokter?”
“Iya. Dokter Rayyan adalah dokter papa kamu.”
“Hah?”
“Bukankah kemarin dokter papa adalah dokter Brian.”
“Iya, tapi mulai pagi tadi, Dokter Rayyan adalah dokter papa kamu.”
Dokter Rayyan telah selesai memeriksa pak Ferdi.
“Bagaimana keadaan suami saya dok?”
“Tekanan darahnya sudah normal. Semua sudah membaik. Besok pagi pak Ferdi sudah boleh pulang. Tapi harus tetap menjalani kontrol selama seminggu sekali.”
“Kontrol? Kenapa harus kontrol? Bukankah papa hanya kecapekan aja?” tanya Feby.
“Oh iya dok baik. Terima kasih banyak.” Sahut mama Dian, sebelum Dokter Rayyan sempat menjawab.
“Ya sudah kalau begitu saya permisi dulu. Sampai bertemu lagi minggu depan pak Ferdi. Jika ada sesuatu yang mau ditanyakan atau dikonsultasikan, bisa menghubungi saya di nomer yang sudah saya kasih tadi. Cepat sembuh dan tetap semangat.”
“Baik dok. Sekali lagi terima kasih banyak.”
Dokter Rayyan pun keluar dari ruangan pak Ferdi, sedangkan Feby hanya bisa menatap kepergian Dokter Rayyan dengan perasaan yang masih kesal.
“Kamu kenal Dokter Rayyan?” Mama Dian mengulangi pertanyaannya yang belum terjawab tadi.
“Nggak sih ma.”
“Terus?”
“Mama ingat nggak tadi Feby bilang kalau Feby mengalami insiden kecil saat datang ke rumah sakit?”
“Iya mama ingat? Memangnya ada apa?”
Feby pun menceritakan tentang kejadian yang dialaminya saat a bertabrakan dengan Dokter Rayyan. Namun ia tak menceritakan tentang Dokter Rayyan yang menyebut miliknya seperti buah kelengkeng.
TBC
*****