bc

Tertikam Asmara Hot Dokter

book_age18+
64
FOLLOW
1K
READ
HE
age gap
heir/heiress
drama
like
intro-logo
Blurb

“Mengapa ayah mencium tante Feby? Dia kan pacar aku?”

Suara itu membuat Rayyan dan Feby terkejut. Rayyan yang saat itu berada di atas tubuh Feby pun segera bangun dan berdiri. Begitu juga dengan Feby, ia langsung bangkit dan berdiri.

“Tidak sayang. Tadi ayah terjatuh, dan tanpa sengaja menabrak tante Feby.”

“Lalu ngapain ayah di kamar Rasya?”

“Ayah hanya mau mengecek apakah kamu baik-baik saja bersama tante Feby.”

“Alasan. Sekarang ayah keluar dari kamar Rasya. Rasya mau bermain cuman sama tante Feby saja.” ucap Rasya sambil mendorong Rayyan keluar kamar, lalu menutup pintunya.

Feby Amalia Darmawangsa, yang jatuh cinta kepada seorang duda beranak satu. Hampir setiap hari ia harus sabar menghadapi kecemburuan antara anak dan ayahnya. Meskipun begitu, ia merasa senang dan bahagia.

Namun kisah cinta mereka tak berjalan dengan mulus tanpa hambatan. Feby harus terjebak cinta yang ia pikir bukan hanya cinta segitiga, tetapi sudah bersegi-segi. Belum lagi kehidupan masa lalu yang tiba-tiba datang yang membuat semua semakin sulit.

Akan bagaimanakah cerita kisah cinta Feby yang penuh lika-liku? Akankah ia bisa mempertahankan dan berjuang untuk cintanya? Atau ia memilih untuk menyerah dan merelakannya?

chap-preview
Free preview
1. Panik
Senja mulai datang. Matahari sore sudah mulai redup, diikuti dengan pepohonan dan rumput-rumput menari dengan indah tertiup oleh angin. Sebagian besar orang menyukai dan menantikan senja. Selain karena pemandangannya yang sangat indah, waktu senja juga berarti untuk saatnya beristirahat dari penatnya aktifitas yang telah dilakukan sepanjang hari.  Namun senja juga mengajarkan kita bahwa sesuatu yang terlihat indah sebagian besar hanya bersifat sementara. ‘Braaaakkk’ Sebuah tas berwarna coklat muda terjatuh di lantai saat sang pemilik melihat orang yang paling ia cintai jatuh tergeletak tepat di depan kedua matanya. “PAPAAAAA!!!!!!” Teriaknya sambil berlari menghampiri laki-laki yang sudah paruh baya itu. Feby Amalia Darmawangsa, seorang gadis cantik yang berkulit putih, yang memiliki tubuh tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah, sekitar 155 cm, berusia 22 tahun. Saat ini ia sedang menempuh pendidikan di Universitas Merpati Putih, semester akhir mengambil fakultas seni, yaitu jurusan S1 seni musik. Karena sedari kecil ia sangat suka memainkan piano dan juga memiliki suara yang merdu. Pada awalnya kedua orang tuanya tidak menyetujui keinginan Feby itu mengambil fakultas seni, terutama sang ayah yang memiliki nama Ferdi Darmawangsa yang bekerja sebagai seorang direktur sekaligus pendiri Firma hukum yang sudah cukup dikenal banyak kalangan masyarakat yaitu ‘Ferdi Darmawangsa & Co’ atau lebih dikenal FDC. Pak Ferdi menginginkan anak semata wayangnya itu kuliah mengambil fakultas hukum. Agar kelak ada yang meneruskan perjuangannya mempertahankan Firma yang telah ia bangun dengan susah payah dan kerja keras. Sedangkan ibunya Feby yang bernama Dian Maheswari bekerja sebagai seorang guru matematika di sebuah SMA. Ibu Dian awalnya juga tak menyetujui keinginan Feby sama seperti sang suami. Karena mereka pikir mengambil fakultas seni itu masa depannya tidak begitu jelas dan masih samar-samar. Setelah melalui perdebatan antara mereka, pada akhirnya kedua orang tua Feby menyetujui keinginannya untuk mengambil fakultas seni musik. Pada dasarnya Feby pun memiliki watak yang keras kepala, karena sedari kecil yang selalu diperlakukan dengan sangat manja. “Papa!!! Papa kenapa? Papa tolong bangunlah! Tolong buka matamu!” Feby sangat panik saat mengetahui ayahnya tak sadarkan diri. Febi menepuk pipi ayahnya dengan pelan, mencoba untuk membangunkannya. Ibu Dian yang tadi sedang berada di dapur pun berlari karena mendengar teriakan Feby. Ia pun terkejut saat melihat suaminya tergeletak tak sadarkan diri. “Feby, papamu kenapa?” tanya Mama Dian sambil memeluk tubuh suaminya. “Feby juga tidak tahu ma. Feby baru saja pulang kuliah, dan saat memasuki rumah. Feby melihat papa terjatuh.” Feby mencoba mengecek denyut nadi yang ada ditangan Pak Ferdi, yang ternyata masih berdenyut. Feby pun segera menghubungi rumah sakit. Tak lama kemudian sebuah ambulan datang. Dua orang perawat memeriksa dan melakukan pertolongan pertama pada pak Ferdi. Lalu mereka segera membawa pak Ferdi ke rumah sakit menggunakan ambulan. Pak Ferdi masih belum sadarkan diri. Selama perjalanan pun Feby dan Mama Dian terus saja menangis. Sesampainya di rumah sakit, mereka langsung membawa pak Ferdi ke ruang IGD. Dokter yang bertugas segera memeriksa, mengambil darah, dan hal lain yang diperlukan. Sedangkan Feby dan Mama Dian menunggu di luar ruangan. Saat dokter selesai melakukan pemeriksaan, Feby dan Mama Dian berjalan menghampiri dokter tersebut. “Bagaimana keadaan suami saya dok?” tanya Mama Dian. “Saat ini kami belum tahu kondisi yang sebenarnya dengan pasien. Untuk saat ini kami sedang melakukan cek darah dan kita tunggu hasil uji laboratoriumnya dulu.” “Baik dok.” *** Pak Ferdi sudah di pindahkan ke sebuah kamar rawat inap. Setelah menunggu hampir 2 jam, akhirnya Pak Ferdi pun sadar dan membuka kedua matanya. “Ma….?” Panggil Pak Ferdi lirih namun masih terdengar. Feby dan Mama Dian yang sedari tadi duduk menunggu di sebuah sofa segera berlari menghampiri pak Ferdi. “Syukurlah, papa sudah sadar.” ucap Mama Dian sambil memeluk tubuh suaminya itu. Feby pun juga ikut memeluk papanya. “Apa yang terjadi?” tanya Pak Ferdi. “Tadi saat Feby masuk rumah dari pulang kuliah, tiba-tiba Feby melihat papa terjatuh dan pingsan. Feby benar-benar terkejut dan panik.” Feby kembali meneteskan air mata saat menjelaskan kepada papanya. “Uluh… uluuhh… Sudah jangan nangis. Papa tidak apa-apa. Mungkin papa hanya kecapekan dan kurang istirahat aja.” ucap Pak Ferdi sambil mengusap air mata yang membasahi pipi Feby. “Papa membuat Feby takut. Kenapa papa lama sekali bangunnya?” “Mungkin tadi papa sedang bermimpi indah. Sudah tenangkan dirimu. Papa tidak apa-apa. Kamu lihat sendiri kan sekarang?” Pak Ferdi mencoba menenangkan Feby. “Kalau begitu mama mau panggil dokter atau perawat dulu ya?” “Tunggu ma, biar Feby aja.” “Tidak apa-apa. Biar mama saja.” “Baiklah ma.” Saat Mama Dian sedang berjalan kebetulan berpapasan dengan dokter yang tadi memeriksa pak Ferdi. Dan ternyata dokter itu juga hendak ke ruang pak Ferdi. “Dokter…” sapa Mama Dian. “Baru saja saya mau menemui dokter. Suami saya sudah sadar dok.” “Syukurlah. Kebetulan saya juga ingin menemui ibu. Hasil tes lab milik pak Ferdi sudah keluar.” “Benarkah? Bagaimana hasilnya dok?” “Lebih baik kita bicarakan di ruangan saya.” “Lalu bagaimana dengan suami saya dok?” “Biarkan suster-suster ini memeriksanya. Ibu silahkan ikut dengan saya.” Dokter menunjuk kedua suster yang berada di belakangnya. “Baiklah dok.” Mama Dian mengikuti langkah kaki Dokter Brian, yaitu dokter yang tadi menangani Pak Ferdi menuju ke ruangannya. Sedangkan kedua suster yang tadi bersama Dokter Brian pergi menuju ke ruangan pak Ferdi untuk memeriksanya. Dokter Brian mengambil secarik kertas yang berada di laci mejanya. Lalu menatap ke arah Mama Dian. Dengan berat hati Dokter Brian harus memberitahukan apa yang tertulis dalam secarik kertas tersebut. “Bagaimana dengan suami saya dok? Apa hasil lab tersebut?” tanya Mama Dian dengan perasaan yang sangat penasaran dan juga gelisah. “Suami saya baik-baik saja kan dok? Dia hanya kelelahan saja kan dok? Tidak ada penyakit yang berbahaya kan? Lanjut Mama Dian yang semakin merasa takut karena melihat tatapan dari Dokter Brian. Dokter Brian menghela nafas lembut. “Baiklah, saya akan menjelaskannya. Dari hasil lab yang saya pegang ini menunjukkan hasil bahwa pak Ferdi terkena penyakit gagal ginjal.” Mendengar kalimat yang diucapkan Dokter Brian Mama Dian seketika terdiam mematung. “Apa? Gagal ginjal dok?” Mama Dian mencoba untuk memastikan lagi, berharap yang ia dengar itu salah. “Iya bu. Tapi ibu tenang saja, penyakit gagal ginjal pak Ferdi ini kemungkinan masih bisa disembuhkan. Asalkan melakukan pemeriksaan dan perawatan dengan benar-benar.” “Benarkah dok?” “Iya bu. Kami sebagai dokter juga akan tetap terus berusaha.” “Kalau begitu saya mohon lakukan yang terbaik buat suami saya agar bisa sembuh dok.” “Tentu saja kami akan berusaha melakukan yang terbaik bu. Tapi keluarga juga harus terus mendukung dan memberi semangat kepada pasien. Dan tidak lupa berdoa kepada Tuhan.”  “Iya dok.” “Jadi untuk sementara pak Ferdi harus dirawat dulu di rumah sakit sampai kondisinya membaik.” “Baik dok.” “Oh ya, besok ibu akan saya pertemukan dengan dokter khusus yang selanjutnya akan menangani pak Ferdi. Jadi ibu bisa konsultasi dengan beliau tentang bagaimana dan apa yang sebaiknya dilakukan. Karena untuk saat ini beliau sedang ada tugas di luar.” “Oh iya baik dok. Terima kasih banyak dok.” “Sama-sama bu.” TBC ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.2K
bc

My Secret Little Wife

read
98.7K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook