bc

The Elicit of Immortal

book_age16+
185
FOLLOW
1K
READ
adventure
time-travel
others
kicking
straight
genius
loser
male lead
magical world
weak to strong
like
intro-logo
Blurb

Leonardo Mandela Lombogia adalah seorang remaja SMA yang terlahir dari keluarga miskin. Tak hanya miskin, Leonardo juga dikenal buruk rupa, dekil dan ringkih. Tapi, setidaknya Leonardo terlahir genius. Otaknya bahkan mampu digunakan untuk mencerna soal para mahasiswa di kampus. Serumit apa pun rumus pada pelajaran matematika, fisika mau pun kimia, ia pasti bisa mengerjakan semua soal itu dalam waktu beberapa detik saja.

Perkenalan Leonardo dengan seorang murid baru bernama Grace Harriet Cropper, membuat Leonardo menjadi akrab dengan seorang pemuda berusia dua puluh tujuh tahun, bernama Gerson Franky Cropper; yang bekerja sebagai pengembang IT di masa kini.

Kegeniusan Leonardo dalam memecahkan rumus rumit, membuat remaja laki-laki itu berhasil mendapatkan kode-kode di dalam mesin waktu yang diciptakan oleh Gerson.

Lantas, hal-hal tak terduga apa yang dialami oleh Leonardo ketika menjelajah waktu ke masa lalu? Akankah, ia dapat mengubah keadaan hidup yang nestapa di masa depan?

chap-preview
Free preview
BEGINNING
PROLOGUE Tak ada yang abadi di dunia ini. Semua makhluk hidup pada akhirnya akan mati. Hewan dan tumbuhan akan punah. Semua roda akan berputar. Dan, perihal kecantikan dan ketampanan. Hhm, paras elok di wajah sudah pasti akan memudar seiring berjalannya usia. Nahasnya, nasib buruk seakan merutuki garis keturunan marga Lombogia. Sedari lahir, pemuda bernama Leonardo Mandela Lombogia itu seolah tak diberkati dengan hal-hal baik. Terlahir dengan tampang buruk rupa, hidup melarat karena kemiskinan yang menimpa keluarga. Leonardo terus bertumbuh dengan bual-bualan para remaja seusianya. Apakah dewi fortuna tak pernah berpihak padanya sedari awal? “Hei, Leonardo! Tak bisakah kau mengganti wajah burukmu itu? Setidaknya, itu yang perlu kau lakukan jika tak bisa terlahir kaya,” seorang remaja laki-laki memekikkan suara. Leonardo hanya bisa menunduk pasrah. Ia tak pernah bisa berbuat apa-apa. Meski, luka sering tertoreh di dalam hati. Namun, ia tak miliki kemampuan untuk membela diri. Dia hanya seorang remaja laki-laki yang lemah. Jika ia menyanggah bualan teman-teman di sekolah, sudah pasti baku hantam akan menghujam tubuh ringkih miliknya. *** BAB 1 BEGINNING Sebelum Leonardo berjalan ke depan kelas, murid laki-laki itu menghela napas. Ketika guru matematika meminta ia untuk mengerjakan soal, Leonardo harus memikirkan banyak hal. Yakni, haruskah ia menjawab dengan benar ataukah menjawab dengan asal-asalan? “Awas kau! Jangan pernah cari muka di depan guru matematika. Jika tidak, aku akan menghajarmu lagi. Dan, kau tahu sendiri wajah buruk rupamu itu akan terlihat semakin buruk saat lebam nanti,” Alexander menekankan kalimat. Memandang tajam ke arah Leonardo. “Leonardo, kau tunggu apa lagi?” Suara guru matematika kembali memekik. Meminta murid terpintar di kelas segera bangkit dari duduk. Leonardo meninggalkan bangku yang sedari dulu ia tempati seorang diri. Berjalan dengan langkah gontai ke depan kelas. Meraih spidol berwarna hitam. Mulai menggerakkan jemari untuk menulis beragam rumus matematika di depan papan. Tak butuh waktu lama, Leonardo berhasil memecahkan soal. Jawaban terpampang dengan benar di depan papan berukuran lebar. Leonardo mendapat tepukan tangan dari guru matematika. Namun, sayangnya hanya sang guru yang mengapresiasi jawaban Leonardo. Sementara itu teman-teman di kelas lebih memilih untuk diam. Mereka tak kaget saat melihat Leonardo berhasil mengerjakan soal. Namun, tak begitu tanggapan dari seorang murid di sana. Yah, Alexander bereaksi berlebihan. Remaja SMA itu geram karena Leonardo tak mau menuruti perintah. Gara-gara Leonardo selalu meraih peringkat satu di kelas, ia menjadi bahan amuk sang ayah. Bagaimana bisa kau masuk universitas terkemuka? Jika kau saja tak pernah menduduki peringkat satu di kelas. Itulah kalimat berisi amarah yang sering Alexander dengar. “Sialan!” Alexander mengumpat. Menutup bibir rapat-rapat. Lalu, berniat menghukum teman laki-laki yang selalu menghalangi jalannya dalam mendapat peringkat satu di kelas. “Lihat saja sepulang sekolah nanti!” geram Alexander mengancam. Leonardo terdiam. Ia memang miskin, buruk rupa, dekil dan tak punya apa-apa. Tapi, setidaknya ia terlahir genius. Otaknya bahkan mampu digunakan untuk mencerna soal para mahasiswa di kampus. Serumit apa pun rumus pada pelajaran matematika, fisika mau pun kimia, ia pasti bisa mengerjakan semua soal itu dalam waktu beberapa detik saja. ****** Tring! Satu setengah jam berlalu. Guru matematika berjalan keluar kelas. Meninggalkan ruang agar dapat digantikan oleh wali kelas. Benar saja, seorang guru wanita berbalut pakaian formal baru berganti memasuki kelas. Berjalan bersama seorang murid perempuan. Tampaknya, murid perempuan itu adalah murid pindahan. “Baiklah, pagi ini Ibu akan memperkenalkan murid baru di kelas kita,” guru itu berucap. Mengisyaratkan mata pada murid perempuan yang cantik nan elok rupanya. Meminta agar murid perempuan itu segera menyebutkan nama. “Perkenalkan, namaku Grace Harriet Cropper. Mulai hari ini aku akan bersekolah di sini. Aku akan satu kelas bersama kalian semua,” Grace berucap. Memperkenalkan diri dengan lantang di kelas. Semua murid terperangah. Belum ada murid perempuan secantik Grace di sekolah mereka. Tampaknya, Grace berasal dari keluarga kaya raya. Jika tak salah, Cropper adalah nama marga dari keluarga besar terkaya nomor dua di dunia. “Grace kau duduklah di samping Leonardo,” wali kelas itu berkata. Grace mengikuti arah pandang sang guru. Melihat bangku kosong yang hanya tersisa satu. Grace menunduk hormat pada wali kelas itu. Berjalan menuju salah satu sudut. Lalu, menarik sebuah bangku yang terletak di pojok kanan kelas. Grace mendecap bibir. Murid laki-laki di sampingnya tak berinisiatif mengajak berkenalan. Mungkin karena ia terlalu pemalu? Grace Menerka. Memberi pengertian, sesaat usai memperhatikan gerak gerik Leonardo yang salah tingkah. Lalu, murid perempuan itu mendahului perkenalan. “Hai, perkenalkan namaku Grace Harriet Cropper,” Grace melayangkan tangan kanan. Mengajak bersalaman. Leonardo menyahut singkat, “Yah, aku tahu. Tadi, kau sudah menyebutkan namamu di depan kelas.” Ck! Grace mendecik. Mengurungkan tangan kanan yang semula mengajak bersalaman. Murid laki-laki di sampingnya terlampau dingin bagi remaja seusia mereka. Dia bukan seorang CEO perusahaan yang selalu berlaga dingin, kan? Dia hanya seorang murid di sekolah. Lantas, mengapa harus sekaku itu? Grace berdecak sedikit kesal. Namun, tanggapan murid laki-laki itu berhasil menggugah rasa penasaran. Membuat adrenalin Grace terpacu, saat ia tahu jika ada seorang pemuda yang tak tertarik pada rupa, sosok dan latar belakangnya. ****** Jam pelajaran terus berlangsung. Hingga tak terasa, dering bel sekolah kembali berbunyi. Tanda jam istirahat telah tiba. Grace beranjak dari duduk. Melangkahkan tungkai keluar kelas. Namun, langkah itu terhambat. Beberapa murid pria mencegat. Mereka melayangkan tangan. Berniat mengajak Grace berkenalan. Grace menanggapi seperlunya. Sungguh, ia malas berbasa-basi dengan mereka. Namun, bagaimana pun hal itu merupakan hal wajib saat ia harus berpindah sekolah. Dua orang murid laki-laki berucap. Menyebut nama Alexander Raynnor Douglas dan Nicholas Arbie Leerant. Grace meratakan bibir. Remaja perempuan itu hafal betul dengan gelagat lelaki yang tertarik padanya. Yah! Salah satu dari murid laki-laki; bernama Alexander, baru saja menempatkan cinta pada pandangan pertama. “Tunggu, Grace!” Alexander memekik. Memperhatikan gerak langkah Grace yang semula berlalu pergi usai berkenalan dengan dirinya. “Ada apa lagi?” “Sebaiknya kau pindah tempat duduk saja. Kau bisa duduk sebangku denganku,” Alexander berucap. Melirik sekilas ke arah Nicholas. “Apa-apaan kau itu?” Nicholas berdecak. Menatap tajam ke arah Alexander. Mengisyaratkan sebuah protesan. Grace memandang dua murid laki-laki di hadapannya bergantian. Lalu, mengulum senyum tanpa memberi jawaban. Berlalu meninggalkan Alexander dan Nicholas yang sedang bertengkar. “Lalu, jika kau duduk dengan Grace. Tandanya aku harus duduk dengan Leonardo. Begitu egoiskah kau itu, Lex?” Alexander tersenyum jahil. Tak menggubris protesan Nicholas kepadanya. Tiba-tiba, Seorang murid laki-laki keluar dari dalam kelas. Seusai seluruh murid pergi lebih dahulu, barulah Leonardo berani melangkah pergi. Namun nahas, Leonardo tak memperhatikan sosok Alexander dan Nicholas yang masih berdiri di depan kelas. Plok! Plok! Plok! Alexander bertepuk tangan. Menujukan tepukan itu untuk sosok Leonardo. Lalu, menarik lengan Leonardo tanpa permisi. Membawa murid laki-laki itu menuju lorong kosong di sisi samping sekolah. Sesampainya di sana, sebuah bogeman melayang. Menghantam bagian perut Leonardo. Murid ringkih itu terbatuk kemudian. Sementara itu, Alexander terbahak senang. “Aku kan sudah bilang kepadamu, jangan berlaga di depan kelas dan para guru. Tapi, kau tak mendengarkan aku. Jadi, inilah balasannya. Masih beruntung, aku tak meninju wajah jelekmu itu,” Alexander menghujam celaan. Kembali melayangkan pukulan. Melampiaskan rasa kesal. BRUK! Leonardo terjatuh dari posisi berdiri. Tersungkur di lantai usai terkulai tak berdaya. Di saat Alexander hendak menendang kaki Leonardo, seorang murid perempuan berteriak keras. Menyerukan nama guru BK di sekolah. Sontak, Alexander dan murid laki-laki lain itu membisu. Membuyarkan kerumunan. Berlari kencang karena takut ketahuan. Grace melangkah mendekati Leonardo. Lalu, mengulurkan tangan. Memberi bantuan. “Berdirilah,” seru Grace setelahnya. Leonardo mengerjap mata. Salah satu manik di wajah, berhasil dibuat lebam oleh para gerombolan tengil di sekolah. Grace mendudukkan Leonardo pada sebuah bangku panjang. Lalu, menghela napas dengan berat. Hhh! “Mengapa aku harus bertemu dengan murid lemah sepertimu lagi?” Grace bergumam pelan. Leonardo menatap heran. Tak mengerti akan ucapan Grace barusan. “Sudahlah, yang terpenting kau baik-baik saja. Jika, kau sudah membaik, pergilah ke ruang UKS. Jangan biarkan bagian tubuhmu terlalu lama mengalami lebam,” Grace berpesan. Beralih meninggalkan Leonardo seorang diri. Namun, di saat Grace hendak melangkah pergi. Leonardo memekikkan suara dengan lantang. “Grace?” Leonardo berseru. Suara dari pemuda ringkih itu terdengar menggema di lorong sekolah. Grace menoleh. “Ada apa?” Murid perempuan itu mengajukan kalimat tanya setelahnya. “Maukah kau berteman denganku?” Grace terdiam. Menenggelamkan pikiran. Lalu, mengangguk mengiyakan. Pada detik itu juga, Leonardo seakan menjumpai secerca harapan bagi hidupnya. Selama tujuh belas tahun, ia selalu dijauhi oleh teman-teman di sekolah, para tetangga bahkan orang yang melintas di hadapannya; selalu enggan untuk dekat-dekat dengan dirinya. Bagi mereka, Leonardo terlalu menjijikkan. Lusuh, dekil dan tentu buruk rupa. Namun, takdir yang mempertemukan Leonardo dengan salah satu keturunan Cropper, membuat Leonardo merasa jika dewi fortuna mulai berpihak kepadanya. Bagaimana tidak, Cropper adalah sebuah marga terkaya nomor dua di dunia berkat keberhasilan mereka di dalam dunia teknologi. Beruntung, Leonardo sedari dulu amat menyukai kecanggihan pada setiap teknologi itu. Hanya saja, garis keturunan miskin membuat pemuda itu tak dapat menggunakan kemampuan yang ia punya secara maksimal. Lantas, bukankah berteman dengan Grace, mampu membuka jalan Leonardo dalam menempuh kesuksesan; di bidang teknologi pada jaman sekarang ini? Yah, itulah yang Leonardo pertimbangkan saat memberanikan diri untuk berteman dengan Grace.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Di Balik Topeng Pria Miskin

read
861.1K
bc

Scandal Para Ipar

read
694.6K
bc

Marriage Aggreement

read
81.3K
bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
625.5K
bc

Menantu Dewa Naga

read
177.4K
bc

TERPERANGKAP DENDAM MASA LALU

read
5.6K
bc

Aku Pewaris Harta Melimpah

read
153.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook