Bagian 0.1
Natasya Allura, gadis cantik yang kerap disapa Naya itu selain cantik juga cerdas. Sikapnya yang ramah juga menambah nilai plus pada diri gadis itu.
Kehidupan Naya yang awalnya baik-baik saja berubah seratus delapan puluh derajat dan alasan semua itu adalah Bintang Mandeville Edward.
Cowok itu tiba-tiba saja datang dan mengklaim Naya sebagai miliknya, tanpa bertanya apalagi meminta jawaban. Hanya keputusan sepihak, catat hal itu.
Mungkin jika gadis lain yang ada di posisi Naya akan menjerit histeris. Bagaimana tidak, selain tampan Bintang juga memiliki kekuasaan yang tinggi. Meski kadang hal seperti ini hanya ada dalam sebuah novel, namun ini nyata. Tokoh fiksi yang dulu selalu Naya impikan kini ada di kehidupan nyata, namun kenyatakan tentunya tidak seindah novel.
Flashback on
"Kamu!" seru seorang cowok dengan pakaian acak-acakan dan ada darah di sudut bibir cowok itu.
"Mulai sekarang kamu jadi pacar aku! You are MINE, only MINE!!!" ucap cowok itu tegas.
Gadis yang menjadi lawan bicara cowok itu menatap sekeliling, mencoba memastikan apakah benar cowok itu sedang berbicara dengannya atau dengan orang lain dan hasilnya nihil hanya ada dia dan cowok itu. Dan itu artinya, cowok itu memang berbicara dengannya.
"Aku?" tanya gadis itu memastikan sambil menunjuk dirinya sendiri.
Laki-laki itu berdecak. "Iya kamu, miliku!!!" ucap cowok itu lagi.
"Tapi aku..."
"Aku nggak nerima penolakan Natasya Allura," ucap laki-laki yang tidak lain tidak bukan adalah Bintang Mandeville Edward.
Bintang tersenyum setelah melihat Naya hanya diam, yang Bintang artikan jawaban gadis itu adalah 'Iya. Bintang lalu pergi meninggalkan Naya yang masih sibuk dengan pemikiran-pemikirannya.
Apa ini mimpi? Kurasa ini mimpi indah atau mungkin---Buruk(?) -Naya-
Flashback off
Dan mulai saat itu hidup Naya seperti ada di dalam sangkar emas milik Bintang.
Enak? Tentu, Naya tidak memungkiri hal itu. Bintang selalu menuruti semua kemauannya atau mungkin sebagian keinginan Naya.
Semua hal yang dilakukan Naya harus sesuai dengan keinginan Bintang, semua harus di bawah kendali Bintang. Semua hal yang berhubungan dengan Naya juga terhubung dengan Bintang.
Bukan hanya itu, Bintang juga memasang CCTV dan penyadap suara disetiap sudut ruangan yang ada di rumah Naya, kecuali toilet tentunya dan alasan itu hanyalah agar Naya tetap dalam kendalinya.
Gila? Mungkin.
Handphone Naya pun juga tak luput dari kendali Bintang, entah apa yang dilakukan Bintang pada handphone Naya yang pasti sebelum pesan atau pun telepon masuk ke handphone Naya semua itu sudah masuk ke handphone Bintang terlebih dahulu. Itulah penyebab, notif line Naya hanya dipenuhi oleh chat dari Bintang.
Semua itu hampir saja membuat Naya gila. Dengan segala kepossessive-an Bintang dan kegilaan Bintang. Membuat Naya bukan hanya dipaksa berpikir keras untuk memahami Bintang juga bersabar agar tidak menjadi pembunuh dengan membunuh cowok gila itu.
Mencoba kabur? hal itu sudah dilakukan Naya entah berapa ratus kali namun hasilnya nihil. Bintang selalu saja punya cara untuk membuat Naya kembali padanya.
Baik dengan ancaman dari mulutnya ataupun tindakan langsung yang diberikan cowok yang mampu membuat Naya kembali dengan kakinya sendiri kepelukan Bintang.
Naya juga pernah mencoba dekat dengan beberapa cowok yang menurut Naya bisa mengalahkan Bintang. Meski mungkin Naya harus mengakui tidak ada cowok yang lebih tampan dari Bintang di sekolahnya.
Kembali ke topik awal. Namun lagi dan lagi Naya salah besar, besok harinya entah apa yang terjadi pada cowok-cowok itu yang Naya tahu mereka pindah keluar negeri tanpa alasan yang jelas.
Tapi satu hal yang Naya tahu, Bintang lah penyebab semua itu. Meski tidak memiliki bukti yang menguatkan argumennya namun feeling Naya biasanya selalu benar. Siapa lagi kalau bukan Bintang yang melakukannya.
Bagi Naya semua yang dilakukan Bintang itu bukanlah cinta namun obsesi tapi bagi Bintang cinta atau obsesi itu tidak penting baginya yang terpenting hanyalah Naya miliknya, selamanya.
***
Bertahan dengan sikap possessivemu bukanlah pilihanku tapi kewajiban yang kamu berikan. -Naya-
***
"Kenapa lagi Nay?" tanya Dinda saat melihat wajah frustasi Naya. Fyi, Dinda adalah satu-satunya sahabat terdekat Naya di SMA, mungkin karena sikap possessive Bintang yang membuat teman-teman Naya lainnya menjadi tidak betah berteman dengan Naya, apalagi untuk bersahabat.
"Gue capek Din, capek!" lirih Naya, air matanya mulai mengalir saat mengingat ancaman Bintang tadi malam saat Naya mencoba meminta putus, lagi.
Selalu hal sama terulang kembali. Naya bosan!
"Duh kok nangis sih, Nay. Kalo Bintang liat bisa abis gue," ucap Dinda sambil mengelus punggung Naya. Dan saat ini mereka sudah menjadi pusat perhatian beberapa murid yang ada di kantin.
Dinda melihat sekeliling, memastikan tidak ada Bintang. Tentu saja, Dinda juga takut pada Kakak kelasnya itu.
"Gue capek diatur mulu, gue juga pengen bebas. Ngelakuin apa yang gue mau, bukannya menuruti semua kemauan Bintang. Gue bukan robot yang bisa dia atur semaunya, gue bukan manekin yang bisa dia gerakin sesukanya," ungkap Naya.
Naya memang bukan robot namun Naya adalah mainan Bintang, selalu harus menuruti kemauan pemiliknya yaitu Bintang.
"Gini aja gimana kalo kita cari cowok yang bisa ngelawan Bintang. Yang lebih segala-galanya dibanding Bintang!" ucap Dinda.
"Gue nggak mau ada korban-korban lainnya lagi Din, dan lo tau sendiri di sekolah ini mana ada yang lebih berkuasa di banding Bintang," sergah Naya kesal. Bukan hanya sekali dua kali, Naya mencoba mendekati cowok lain, namun hasilnya tetap sama, mereka mundur secara perlahan.
"Vano? Darrel?" tanya Dinda dengan alis terangkat. Setidaknya, Naya harus mencari cowok yang setara dengan Bintang jika tidak bisa mencari yang lebih.
"Lo kan tau Vano sama Darrel itu sahabatnya Bintang, mana mau mereka nolongin gue," ucap Naya kesal. Dinda menggaruk kepalanya pelan, benar juga yang Naya katakan. Mana mungkin Dua cowok itu mau membantu Naya.
"Gini aja, gue rasa ide gue kali ini bakalan berasil walaupun agak gila," bisik Dinda sambil tersenyum penuh makna lalu membisikan idrnya di telinga Naya.
"Gila!" tanda Naya saat Dinda sudah selesai membisikan idenya.
"Yang ada gue yang mati kalo gue nyewa pembunuh bayaran buat bunuh Bintang!" cetus Naya kesal.
Dinda menampilkan tampang watadosnya. "Ya terus gimana lagi, nggak ada cara lain lagi Naya," sahut Dinda lalu kembali memakan ciloknya.
"Ya tapi nggak kaya gitu juga!" balas Naya kesal, sebelum membayar pembunuh bayaran itu yang ada Naya duluan yang dibunuh Bintang.
"Naya!" panggil seseorang dengan suara khasnya yang dingin.
Naya menggigit bibir bawahnya saat mendengar derap langkah mendekat ke arahnya.
Mampus! Naya salah apa lagi?
"Eh gue ke kelas dulu deh," ucap Dinda saat menyadari siapa yang memanggil sahabatnya itu. Dinda sudah terlalu banyak memiliki masalah dengan Bintang dan Bintang sudah mengancamnya untuk tidak masuk terlalu dalam, dalam hubungan Bintang dan Naya.
"Kenapa?" tanya Naya dengan suara setenang mungkin, saat Bintang sudah berdiri di hadapannya.
Bintang menatap Naya tajam.
"Aku nggak mau lagi dengar kamu ngucapin kata putus. Kamu inget kan kata-kata aku kalo kamu berani minta putus lagi?" tanya Bintang tegas, sarat dengan nada ancaman.
Naya terdiam untuk sesaat membuat senyum kemenangan tersungging di bibir cowok berwajah blasteran Spanyol-Indo itu.
"Kamu egois Bin, egois!" bisik Naya lirih.
"Aku nggak peduli!" tandas Bintang lalu pergi meninggalkan Naya yang menatap kepergiannya dengan tatapan nanar.
Selalu saja berakhir dengan seperti ini. Bintang tidak pernah mencoba untuk mengerti atau mungkin ia memang tidak ingin mengerti.
"Bintang itu cinta sama lo," ucap seseorang yang tiba-tiba duduk di samping Naya.
"Kak Darrel." Naya menghapus air matanya yang sempat mengalir. Naya benci terlihat lemah di hadapan orang lain, cukup di depan Bintang, Naya terlihat lemah.
"Cinta? Cinta nggak gini Kak!" ucap Naya sambil mendengus.
Cinta. Cinta. Cinta. Naya bosan mendengarnya.
"Seperti yang gue bilang, setiap orang punya caranya sendiri untuk mencintai seseorang," jelas Darrel tenang sambil menatap lekat Naya.
"Dan seperti yang aku bilang, aku mengerti setiap orang memiliki caranya sendiri untuk mencintai tapi cinta Bintang---caranya mencintai itu semua di luar pemahaman aku," ucap Naya.
"Lo harus coba buat memahami dia Nay," pinta Darrel sambil mengelus tangan Naya sebelum berdiri dan pergi.
Dan tanpa mereka sadari seseorang menatap tajam penuh amarah saat miliknya disentuh.