Bab 66 Aku Sangat Membencimu!

1387 Words
“Hei, apa kalian tidak keterlaluan balas dendam kepadanya? Dia sudah dipermalukan seperti itu, apa tidak bisa lembut sedikit? Aku tidak suka wanita diperlakukan kasar,” pria yang suaranya disamarkan itu terdengar tertawa pelan, renyah dan lembut meski suara disamarkan yang terdengar lucu. “Bagaimana? Kamu sudah lihat, barang yang akan aku tawarkan. Apa pendapatmu? Dia sangat patuh, bukan?” Seringai Arkan sangat lebar, menatap pria di layar laptop. Semua tamu akhirnya tahu bahwa pesta ini hanyalah kegiatan tidak bermoral dari awal sampai akhir, dan acara utama ini jelas adalah kegiatan ilegal melanggar hukum. Dalam hati, mereka sudah mulai ditumpuki dengan berbagai macam ketakutan. Semua kini terasa masuk akal dengan sodoran surat kepada mereka. Segila apa acara ini sampai pria itu menyiapkan semuanya dengan sangat hati-hati dan begitu rinci? Dikiranya, segala aturan pesta hanya untuk menutup mulut mereka agar tidak ada gosip yang keluar, tahunya ternyata lebih dari itu. Mereka akan terlibat perdangangan perempuan? Ini sungguh gila! Mereka memang ingin balas dendam kepada Casilda, tapi kalau harus mengotori tangan mereka seperti ini, siapa yang mau? Kalau ketahuan pihak yang berwajib, habis sudah karir mereka! Selamat pun, tetap saja nama baik mereka menjadi tercoreng! Tiba-tiba, beberapa orang mulai gelisah berada di pesta itu. “Dia memang tidak sesuai standar. Hanya laku untuk klub murahan. Tapi jika berdiet mungkin bisa lumayan. Wajahnya juga sudah cukup manis. Setidaknya, pria-pria umur 40 tahunan ke atas akan senang dengan tipe seperti dirinya. Untuk investasi jangka panjang, sepertinya dia lumayan jika dimasukkan ke progam khusus,” ujar pria itu, mengelus dagu sembari menatap Casilda secara saksama, matanya sibuk menilai penampilan barang yang dimaksud oleh Akan. Tubuh Casilda gemetar, wajahnya dipaksa terlihat tenang. Tawa dingin menggema dalam tubuhnya. Dia akan melayani para pria tua m***m-m***m dan busuk? Dalam hatinya, hawa dingin membekukan segalanya. Matanya melirik gelisah dan pucat ke arah sosok pria bertopeng iblis di sisinya, merasa sangat ngeri, dan hatinya perlahan panas dipenuhi oleh amarah dan kekecewaan lain. Dipikirnya, mana mungkin dia akan laku, tapi dia sepertinya masih meremehkan dendam pria itu kepadanya. Program khusus? Senyum lemas tercetak di salah satu bibir Casilda, sorot matanya sedih dan merasa bodoh. Rasa kasihan pada diri sendiri, perlahan mengaliri hatinya. Jangan menangis! Jangan menangis, bodoh! Memangnya kenapa kalau dia jual diri? Bukankah dia melakukannya demi adiknya? Dia tidak seperti tuduhan pria gila itu! Ini juga adalah pikirannya beberapa saat lalu di saat sedang terjepit, bukan? Kini, dia bisa mendapat uang lebih banyak daripada sebelumnya dengan bantuan mereka, meski dengan cara yang ajaib dan tidak masuk akal. Tidak apa-apa, toh, dia hanya perlu akting semata dalam menyelesaikan semua tugasnya kelak. Selama tidak bertemu Arkan si pria iblis itu, dia tidak akan merasakan derita lagi seperti sekarang, bukan? Mungkin saja, pekerjaan barunya yang kotor itu tidak begitu buruk? Mungkin saja, dia akan menikmatinya, kan? Jika dia lolos untuk program khusus itu, mungkin malah bisa menjadi peliharaan seorang pria. Hidupnya mungkin akan lebih baik dan makmur, lalu dia bisa dibeli olehnya dari klub malam sialan itu! Casilda tertawa bodoh dalam hati. Itu bagus! Ya! Dia akan melakukan rencana seperti itu! Tidak perlu kerja keras lagi seperti dulu, dan tidak perlu kurang tidur lagi. Akhirnya, dia bisa meluangkan waktunya sedikit lebih banyak bersama keluarganya. Benar! Dia belum tahu ke depannya, kan?! Hati Casilda semakin dingin, tapi emosi di wajahnya sangat tak bisa ditebak. Pikiran-pikiran menghibur itu belum bisa membuat dirinya benar-benar merelakan nasibnya yang berubah dalam semalam. Perang batin untuk menenangkan hatinya yang kacau masih saja terus terjadi sementara kedua pria yang sedang melakukan tatap muka daring itu membahas banyak hal. Casilda yanag sempat tenggelam dalam pikirannya, kemudian semakin terpuruk dan lemah kehilangan tenaga. Suara-suara para tamu mulai terdengar riuh kembali, membuat kesadaran Casilda ditarik paksa. Mereka tergelak keras seolah merasa sangat lucu akan sesuatu. Tiba-tiba, pendengarannya menurun drastis menjadi dengungan lebah. Apa yang sedang mereka bicarakan? Kenapa dia tidak bisa mendengarkan apa pun? Casilda membalikkan pandangannya ke kiri dan ke kanan, semuanya terlihat senang dan puas dengan suatu hal. Apa? Apa yang membuat mereka begitu senang? Kehancuran dirinya? Itu, kah? Fokus mata Casilda mulai berbayang parah, tubuhnya oleng ke belakang hingga mundur beberapa langkah, menghantam troli yang membawa dokumen kontrak neraka dari Arkan untuknya. 'Ibu? Ibu? Tolong aku, ibu!' pekik Casilda panik membatin. Pandangan matanya sangat berkunang-kunang, lalu perlahan menggelap, mengaburkan sosok Arkan yang berbalik menatap ke arahnya. Apakah dia akan pingsan? Casilda mengerjap-ngerjapkan bulu matanya, mencoba meraih kesadaran dari dasar kegelapan. Kenapa dengan dirinya ini? Arkan berjalan ke arahnya, sambil berkata sesuatu, tapi di telinga Casilda, kata-kata itu tidak ada yang masuk ke gendang telinganya. “Tunggu... aku tidak bisa mendengar apa pun! Apa yang kamu katakan?” Ucapan Casilda menjadi non-formal, panik dan ketakutan. Satu tangan menahan tubuhnya pada troli, satunya lagi diarahkan kepada sang pria. Mendengar gaya bicara Casilda yang sok akrab itu untuk kesekian kalinya, Arkan tampak menyeringai dingin, mendongak angkuh dengan kepala dimiringkan, bibir bergerak mengatakan sesuatu yang membuat hati Casilda kesal, karena sama sekali tak bisa mendengarnya dengan jelas. Apa yang dikatakan pria itu, sih? Di tengah perjuangannya menjaga kesadaran, Casilda menggeleng-gelengkan kepalan sekuat tenaga. Tidak sempat meminum obat, demam Casilda kembali menguasai dirinya, apalagi dengan perlakuan tidak manusiawi yang didapatnya dari semua orang. Gabungan itu membuatnya tidak hanya lelah mental, tapi juga lelah secara fisik, persis air kolam yang disedot habis hingga ke dasar. “Arkan... tunggu... aku...” kata-kata Casilda terputus, tersedak di tenggorokan. Suaranya terdengar lemah dan tidak bertenaga, ada nada histeris tertahan di dalamnya. Akhirnya dengan susah payah, Casilda menegakkan diri, dan maju sempoyongan ke arah pria yang masih terlihat marah itu. Kedua tangannya menggapai-gapai ke depan, seolah meminta tolong. “Aku... aku bisa jelaskan... Tuan Arkan.... aku hanya butuh istirahat sejenak. Kumohon... jangan mengambil kembali uang itu....” Casilda susah payah mencapai tubuh Arkan, mencengkeram bagian depan bajunya, dan menggelengkan kepalanya lagi, mencoba fokus mendengar apa yang dikatakan oleh sang pemilik pesta. Kedua mata dipejamkan kuat-kuat mengusir rasa sakit di kepalanya. “Lepaskan! Kamu pikir, aku akan termakan dengan akting burukmu ini?!” Kalimat itulah yang pertama kali didengar oleh Casilda saat kesadaraan menghampirinya selama beberapa detik. Wajah Casilda pucat dan suram, mendongakkan pandangan menatap pria itu. “Akting? Aku akting apa, Tuan Arkan? Aku sudah memenuhi semua permintaanmu? Sampai kapan kamu puas ingin menyiksaku?” Airmata Casilda akhirnya meluruh hebat, bibir gemetar. Dia sudah tidak tahan lagi dengan semua ini! Sudah cukup! Wajah pria di depannya mulai berganti-ganti menjadi 2 bayangan lalu menjadi satu kembali, begitu seterusnya, mata dipicingkan untuk tidak jatuh dalam buaian berat kelopak matanya. “Aku akting apa, Tuan Arkan?!” desis Casilda lemah, setengah berteriak kesal. “Aku sudah jual diri seperti yang kamu inginkan! Apa lagi maumu?!” Arkan mencoba melepas kedua tangan sang wanita di tubuhnya, tapi meski sudah berada di titik keruntuhannya, Casilda terus mencengkeramnya dengan kekuatan terakhirnya, menggeram marah dengan wajah penuh air mata. Kepanikan mengendalikan tubuh Casilda, masih tidak bisa mendengar apa yang dikatakan oleh pria itu. Ini membuatnya jatuh ke dalam serangan panik, dadanya naik-turun, napas pendek-pendek. “Kamu memang seorang b******n! Iblis seperti topeng yang kamu kenakan!” Hati Casilda membara perih dalam keadaan lemah, kedua cengkaramannya dilepas kasar. Emosi di wajah wanita ini sangat kacau, mendorong Arkan karena masih saja dipermainkan berkali-kali dengan teganya, langkah kakinya mundur menjauhi Arkan dengan sangat kasar. Casilda sangat linglung dengan kondisinya yang aneh, dan tidak ada satu pun dari mereka berinisiatif untuk menolongnya. Sungguh tega! Sungguh tega! Mereka semua adalah iblis! Dengingan di telinga Casilda menusuk otaknya, memaksanya memejamkan mata kuat-kuat diiringi jeritan frustasinya. “AKU BENCI DIRIMU, PRIA BAJINGAAAN! SAMA SEKALI TAK PUNYA HATI! KAMU LEBIH BURUK DARIPADA DIRIKU! AKU SANGAT MEMBENCIMU!!! BENAR-BENAR SANGAT MEMBENCIMU!!!” teriak Casilda dalam kemarahannya yang meledak tidak terkendali. Keadaan tidak bisa mendengar suara-suara di sekelilingnya, membuat mata Casilda berputar hebat, selanjutnya kegelapan pekat menjatuhi pandangannya. Akhirnya, tubuh wanita ini roboh begitu saja setelah mati-matian menahan diri sepanjang acara penuh siksaan itu. Semua ini hanya mimpi, kan? pikir Casilda dengan perasaan lemah, tidak ada keinginan sedikit pun untuk membuka mata mempertahankan kesadarannya. Mata Arkan membesar kaget. Sebelum tubuh Casilda jatuh ke lantai, dengan cepat pria ini langsung meraih satu tangannya, menyentak lengan wanita itu ke arahnya dengan wajah gelisah panik, lalu mendekapnya masuk ke dalam pelukannya. “...” Arkan terdiam kuat di balik topeng iblisnya. Kedua tangan sang aktor memeluk erat tubuh Casilda tanpa peduli banyak pasang mata memerhatikan tindakan heroiknya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD