Bab 15 Pertanyaan Berbahaya 2

1588 Words
Internet tiba-tiba heboh setelah mengetahui identitas Arkan sebagai penerus Grup Yamazaki yang luar biasa akhirnya terekspos ke publik. Arkan tetap mengendalikan ekspresi wajahnya, meski orang-orang di meja panjang itu mulai semakin terlihat gelisah dan panik. Baik orang-orang di dalam tenda dan di luar tenda juga semakin heboh, takut sendiri. Ketegangan mendengar pertanyaan itu membuat semuanya menahan napas beberapa saat. Tidak ada yang menyangka bawah acara promosi drama itu akan menjadi sesi tanya jawab pribadi yang begitu sensitif, dan membongkar rahasia besar sang aktor. “Wuah, berani sekali dia bertanya seperti itu di acara besar ini. Apa dia tidak takut masuk daftar hitam dunia hiburan? Bukankah statusnya sebagai calon pewaris perusahaan itu adalah rahasia umum di kalangan dunia entertainment? Tidak ada yang berani membahasnya di publik. Dia nekat sekali menanyakannya langsung seperti ini. Itu sama saja cari gara-gara dengan raja dunia hiburan kita,” bisik salah seorang tamu wanita di sana pada teman duduknya. “Benar, tapi kita, kan, juga penasaran jadinya. Walaupun Arkan itu memiliki karisma playboy yang membuat wanita mana saja terpesona dengan segala bakat dan latar belakangnya yang luar biasa, tapi sekarang, kan, dia sebentar lagi akan menikah. Mau sampai kapan terus main-mainnya?” “Iya, sih. Masih single dan jadi playboy mungkin masih bisa dimaklumi siapa pun, apalagi ditunjang oleh wajah tampan, kaya, dan sangat berbakat. Semua wanita masih bisa bermimpi dan berharap bisa menaklukkannya, tapi setelah tunangan, rasanya itu sudah tidak pantas, deh.” “Ya, kan? Tapi, kalau aku diliriknya juga, aku mau, sih, jadi simpanannya, atau jadi istri keduanya.” “Hihihi! Kamu benar, aku juga pasti mau! Arkan itu seperti seorang pangeran impian dengan kerajaan bisnis keluarganya yang bertebaran di seluruh dunia. Ditambah lagi, tahu, tidak, kalau dia itu adalah seorang dokter muda, loh!” “Gilaaa!!! Benarkah? Dia benar-benar sempurna kalau begitu! Tidak heran, ya, banyak wanita yang mengelilinginya dan berserah diri kepadanya tanpa protes?” “Tentu saja. Semua yang mendekatinya juga punya kualitas yang tidak bisa dianggap remeh.” “Ya. Ya. Bersama pria seberuntung dan sehebat itu, gosip apa yang bisa menumbangkannya, sih? Wartawan bodoh itu tidak sadar sedang cari mati, ya?” “Si supermodel Lisa itu pasti sangat hebat karena sudah berhasil menggaetnya sampai pada tahap tunangan. Aku tidak tahu apa ada kaitannya dengan drama terbaru mereka, tapi yang jelas, keluarga Arkan yang sangat masyur itu pasti tidak akan sembarangan memilih calon menantunya, kan? Apalagi sampai pernah diliput oleh TV milik Grup Yamazaki sendiri.” “Betul sekali. Wuaaaah~ ada rahasia apa di balik semua ini? Aku jadi semakin penasaran!” “Aku juga! Aku juga!” Kedua tamu wanita itu berbisik malu-malu dan terkikik geli satu sama lain dengan perbincangan penuh debaran mereka. Di lain tempat, Casilda dan Ryan yang sibuk mengatur makanan bersama beberapa kru di bagian terdalam panti, hanya bisa mendengar suara samar-samar dari pembesar suara di luar. Mereka berdua menyusun kotak-kotak pesanan itu berdampingan dengan tumpukan bingkisan yang telah disiapkan di sebuah meja besar di ruangan serba guna. Katanya yang ditampilkan di luar hanya sebagai pajangan formalitas saja, dan sisanya disimpan di dalam ruangan. Selain itu, mereka juga telah menyediakan makanan lainnya untuk tamu-tamu undangan penting. Pesanan kotak ayam krispi dari kedai mereka katanya bertujuan hanya untuk menghibur anak-anak panti yang suka dengan ayam goreng krispi sebagai makanan mewah mereka, bukan sebagai hidangan utama. Saking fokusnya bekerja, keduanya baru sadar ada masalah setelah seorang kru tampak panik dan mulai berbisik-bisik heboh pada yang lainnya. Melihat hal tidak beres itu, Ryan berusaha mendekatinya dengan ramah, dan kru wanita yang terlihat jatuh dalam pesona palsu Ryan akhirnya membeberkan ketegangan di luar. Casilda yang sudah selesai dengan pekerjaannya, mengangkat sebelah alisnya menatap Ryan yang datang kepadanya dengan wajah penuh kerutan. “Ada apa? Apa ada masalah dengan acaranya?” “Ah... sepertinya ada wartawan yang sedang membuat masalah di luar,” Ryan melipat tangannya dan mengedikkan kepala ke arah pintu utama. Casilda menatap melalui lorong panjang panti. Walau terlihat kecil dari luar, ternyata panti asuhan itu memanjang jauh ke belakang hingga apa yang ada di luar nyaris tidak bisa didengar dengan baik. *** “Pekerjaan kita sudah selesai untuk saat ini, bagaimana kalau kita lihat apa yang terjadi di sana?” ajak Ryan dengan wajah datarnya. Casilda terpana dengan ekspresi baru yang tidak pernah dilihatnya pada pemuda itu, lebih dewasa dan bijak. “Ok. Kita sekalian istirahat juga kalau begitu,” balas Casilda pelan. Keduanya pun permisi sejenak kepada beberapa kru yang masih terlihat saling bisik-bisik di dekat meja, dan ketika berjalan menyusuri lorong menuju pintu keluar, suara Arkan perlahan terdengar mantap dan bijak bergaung di mikrofon. “... dengan kata lain, berita yang mengatakan saya adalah seorang playboy selama ini, itu tidak akan saya sangkal atau pun berusaha saya tutupi. Namun, sekarang saya hanya melihat Lisa seorang. Dia adalah tunangan berharga saya. Selama mengenalnya, dia adalah wanita yang membuat hidup saya menjadi lebih berarti dan banyak belajar darinya.” Casilda yang mendengar hal itu saat mencapai pintu masuk, tercengang luar biasa hingga mematung. 'Playboy?' batinnya dengan isi kepala kacau, sorot matanya linglung dengan keterkejutan yang tidak bisa disembunyikannya. Perempuan berkacamata tebal dan bertopi hitam itu sama sekali tidak menyangka bahwa pria yang sudah memiliki tunangan bak boneka porselen itu adalah seorang playboy, padahal berdasarkan dari gosip-gosip ibu-ibu tetangga rumahnya, dia adalah idaman banyak wanita di negeri ini. Apa itu masuk akal? “Rupanya, alasan dia ramah kepadaku karena dia adalah seorang playboy, ya? Pasti sangat terlatih. Aku baru tahu,” ucap Casilda tanda sadar. “Loh? Memangnya kamu tidak baca berita tentang dia selama ini?” Sebelah kening Ryan terangkat heran. “Hah! Mana aku punya waktu untuk hal seperti itu?” Lelaki itu tersenyum geli, “benar juga. Kamu ini, kan, sukanya kerja dan kerja saja cari uang. Mana sempat untuk bersantai.” Seperti yang dikatakannya kepada sang aktor sekaligus model itu bahwa dia bukan orang yang suka menonton tv. Bahkan untuk membaca gosip berita di internet pun rasanya sangat sayang jika waktu itu dihabiskan untuk hal-hal yang tidak menghasilkan uang baginya. “Tapi, kamu pasti tahu, kan, kalau dia itu aktor yang sangat terkenal?” “Umm... ya dan tidak.” “Hah?” Casilda melirik Ryan di sampingnya, “Aku baru tahu kalau dia itu orang terkenal saat bertemu kemarin. Selama ini, aku hanya mendengar namanya dari gosip ibu-ibu dekat rumahku beberapa kali. Sama sekali tidak tahu bentuknya seperti apa.” “Pantas saja kamu tidak tertarik kepadanya,” gumam Ryan dengan sedikit raut wajah kecewa yang rumit di wajahnya. Kecewa karena salah mengira Casilda tidak tertarik kepada Arkan sebagai pria yang bukan tipenya, tapi melainkan karena perempuan itu belum mengenalnya saja. 'Umm? Tidak mungkin, deh, aktor tampan dan playboy itu melirik Casilda? Dia, kan, gendut begini. Tahu bulat jelek. Sama sekali tidak tahu jika dia ini aslinya sangat cantik kalau bertubuh langsing,' batin Ryan dengan perasaan takut yang aneh di hatinya. “Kenapa melihatku dengan tatapan seperti itu?” Casilda menyipitkan matanya kesal. “Um?” sebelah kening Ryan terangkat kaget, kemudian salah tingkah, “Eh? Eng, bukan apa-apa.” “Dasar aneh,” ledek Casilda lalu kembali menatap ke arah tenda di depannya. Perempuan ini kembali tenggelam dalam dunia lamunannya, tidak mendengar penjelasan Arkan yang bergaung keras dan tegas. Saat dia ditodong dengan pertanyaan apakah dirinya mengenalnya atau tidak di kamar pribadi pria itu, Casilda hanya asal tebak untung-untungan saja, mencocokkannya dengan apa yang selama ini didengarnya dengan kondisi yang dialaminya saat itu. Ternyata memang benar dia adalah orang yang suka digosipkan oleh ibu-ibu di kompleksnya. 'Oh, iya... kalau kuingat-ingat lagi, dia memang adalah seorang model dan aktor, dan aku sempat mengatakan hal itu sendiri. Kenapa aku baru ingat, ya?' batin Casilda dengan kepala dimiringkan bingung. Tidak memahami otaknya yang kadang pelupa parah. Dia meyakinkan dan mengonfirmasi hal itu sendiri kepada sang pria kalau dia benar-benar sang Top Star itu sendiri. Tapi, Casilda merasa ada yang kurang dalam ingatannya. 'Apa, ya, yang dulu kami bahas lagi sewaktu di kamar mansion itu? Kenapa aku sekarang jadi suka lupa dengan hal-hal yang aku ucapkan sendiri, sih?' lanjutnya membatin bingung. Casilda akhir-akhir ini suka menyalahkan otaknya yang mulai sering tidak fokus, dan ditambah lagi dengan masalah adiknya, semua itu semakin membuat isi kepalanya tampak seperti telur kocok yang kacau. Seketika dalam hati Casilda tertawa miris dengan perkataan adiknya yang menyuruhnya kembali berkuliah. Dengan kemampuan otaknya seperti sekarang ini, bagaimana mungkin hal itu dilakukannya meski ada kesempatan? Hal tepat dia telah menolak keinginan terdalamnya itu. Ratu Casilda Wijaya menghela napas panjang. Hanya uang yang menjadi prioritasnya saat ini, dan kini harus mengumpulkan 500 juta dalam 2 bulan. Rasanya kepalanya ingin meledak saja. Ryan yang memerhatikannya melalui sudut matanya mulai cemas dengan pikiran egoisnya, takut jika Casilda mulai penasaran dan juga menjadi fans Arkan sang aktor mempesona. “Ada apa? Kamu penasaran dengan pria itu? Kamu tidak kecewa, kan, saat dia bersikap akrab denganmu sebelumnya?” Casilda tiba-tiba menoleh ke arahnya dengan wajah galak bak anak kucing yang diinjak ekornya. “Jangan bicara sembarangan, ya! Aku tidak suka pria seperti dia! Pria tidak setia semacam itu, mana bisa membuat hatiku bergetar? Aku sangat jijik dengan pria yang tidak bisa menghargai kesetiaan!” “Ca-casilda, kamu tidak usah marah begitu padaku, dong,” cicit Ryan yang salah tingkah dengan reaksi murka perempuan itu di matanya. “Sudahlah, aku mau istirahat di mobil saja,” ujarnya dengan nada lelah, memijat-mijat batang hidungnya seraya meninggalkan Ryan yang memajukan mulutnya dengan perasaan bersalah. “Sepertinya aku sudah menyinggung hal yang sangat sensitif tentangnya. Dasar mulut bodoh!” maki Ryan berbisik kecil, memukul-mukul mulutnya sendiri dengan tangan kanan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD