Bab. 1 - Kejadian Tak Terduga

2124 Words
Kalau ada kembang di taman Boleh kita memetik sebagian Kalau ada yang mengaku ingin berteman Boleh jadi ujungnya jadian *** Pria itu berhenti, menoleh ke arah sumber suara yang lumayan berisik menurutnya. Kemudian mengamati dengan seksama tanpa sadar. "Apa?" "Lo sengaja nggak denger, apa pura-pura budeg?!" "Lhah? Kamu sendiri punya tangan, apa pura-pura nggak punya tangan?" "Heh! Ngomong yang bener! Jangan melawan sama senior!" "Oh merasa paling senior ya? Perasaan juga lamaan saya di sini. Di sana kamu senior, di sini kamu junior." "Lo tuh ya, makin hari makin jadi ngebangkangnya. Tinggal nurut apa susahnya sih?" "Nurut? Perlu kamu tau nih ya, saya bisa membedakan mana menurut dan mana diperbudak. Dan saya menolak keduanya." "Makin berani lo ya?! Cuma disuruh fotokopi aja malah ngajak ribut!" "Di sini kita semua sama. Kerjakan tugas masing-masing. Kalau masih bisa dilakukan sendiri, kenapa musti merepotkan orang lain? Ini kantor, bukan rumah pribadimu." Gadis berambut ikal kecokelatan itu mendelik kesal. Mulutnya komat-kamit tak karuan. Entah sumpah serapah atau makian yang tertahan di bibirnya. Ingin sekali ia melempar tumpukan kertas di tangan ke muka gadis yang masih tampak santai duduk di kursinya. Bahkan tak sedikit pun melirik ke arahnya. Tetap fokus pada kegiatannya dengan laptop di depannya. "Awas lo ya!" Akhirnya ia berlalu pergi membawa setumpuk kedongkolan di hati. Tentu saja masih sambil merutuk tak jelas. Sementara yang dirutuki tak peduli sedikit pun. Malah sesekali mengunyah camilan buah melon yang selalu jadi bekal andalan favoritnya. Teman di sebelah kubikelnya mendekat. Menyeret kursi tepat di sebelah sang gadis. "Kamu kok berani banget sih sama dia?" "Kenapa harus takut? Kita sama-sama kerja di sini, sama-sama cari rezeki." "Eh tapi, apa kamu nggak denger gosipnya?" "Penting banget ya?" balasnya tak acuh. "Penting nggak penting sih. Kabarnya, dia itu mantan tunangannya pak Melon Sagara tau. Pernah ada kasus orang yang bermasalah sama dia sampai di boikot dari perusahaan Lakadewa, katanya sih. Kalau kamu diaduin ke bos gimana? Nanti kamu dipecat, terus mau kerja di mana lagi? Susah tau cari kerjaan di zaman sekarang. Apalagi yang sesuai sama kenyamanan kita. Kalaupun dapat apa nggak males berasa ngulang penyesuaian diri lagi dari awal? Kejar target jadi karyawan tetap lagi? Duh, ribet kayaknya." Gadis itu menghela nafas pendek dan mengembuskannya perlahan. "Rezeki manusia itu sudah diatur sama Yang Kuasa. Ya bodo amat kalau dia mau berusaha nendang aku dari sini. Intinya kan yang penting pekerjaanku beres, dan aku nggak bermasalah dengan kantor. Mana bisa perusahaan seenak jidat mecat karyawan cuma karena ada pengaduan nggak jelas dari orang dalam. Ada undang-undangnya tau." Temannya garuk kepala. Kemudian kembali membenarkan kursi ke kubikelnya sendiri. Hanya bisa mengangguk setuju sekaligus tak habis pikir. Hampir semua orang di divisi mereka merasa kuwalahan sejak kedatangan Santi, yang katanya mantan tunangan bos mereka ini. Gaya bicaranya yang kental dengan logat anak metropolitan mungkin masih bisa dimaklumi. Tapi, sikapnya yang sering suka menyuruh dan semena-mena sendiri itulah masalahnya. Dengan embel-embel bermuka sok manis tapi kalimat menusuk sanubari, ia selalu berhasil mengelabui tiap sasaran. Kecuali Rana tentunya. Satu-satunya gadis yang paling enggan menjadi b***k suruhan Santi. Ia selalu punya jawaban lebih masuk akal untuk melawan si sok otoriter seperti Santi. Herannya, yang jadi target Santi semuanya perempuan, dan kebanyakan yang terlihat pendiam atau lebih tepatnya penakut. Tapi, kenapa Rana jadi targetnya sekarang? Padahal, ia termasuk tipikal paling cuek bebek seantero kantor. Dan ia juga terkenal paling anti ribet. Tapi jelas sekali Rana bukan tipe orang penakut atau terlalu pendiam yang berlebihan. "Pak Saga, ruangan untuk meeting sudah siap. Semua juga sudah menunggu." Seseorang menyadarkan lamunan pria itu. Entah sadar atau tidak pria tersebut sedikit menyunggingkan senyum penuh misteri. Kemudian berlalu begitu saja diikuti si pembawa berita barusan. Sepulang kerja, Rana mampir dulu ke angkringan depan kantor yang baru buka. Ia sudah langganan di situ. Menu kesukaannya adalah dua bungkus nasi kucing kering tempe, risol ragout, dan es cincau hitam. Baru makan sesendok, mendadak ia menghentikan kegiatan. Memfokuskan diri dengan sosok di sekitaran parkiran depan bank. Ia merasa kenal dengan pria itu. "Wah, mantanmu punya gebetan baru lagi kayaknya tuh, perasaan belum genap sebulan pisah sama istrinya kan?" celoteh Irma. Kawan satu divisi yang baru datang dan duduk lesehan di sebelah Rana. "Mana kutau. Bersyukur aku cepat putus dari dia. Heran, kenapa dulu aku bisa suka ya sama orang macam begitu?" Rana bingung sendiri. "Ya namanya orang cinta kadang suka lupa daratan. Begitu sadar, baru kerasa bodohnya kan?" Keduanya sibuk menyantap hidangan. Sampai terdengar teriakan kaget bu Yani, pemilik angkringan yang mendadak histeris setelah melihat sesuatu di depan sana. Sontak semua pelanggannya menoleh hampir bersamaan ke sumber tujuan. "Astaghfirullah. Kenapa itu?!" seru Irma langsung berdiri. "Berantem," timpal Rana santai. "Kamu kok santai banget sih. Ayo ke sana bantuin pak Saga. Kasihan itu dipukulin orang!" "Ngapain repot-repot, kan sudah ada pak satpam tuh." "Haduh, kamu ini. Ayo buruan ke sana! Aku kepo juga ada apaan!" "Nah kan, jujur juga kamu ya. Sok-sok bilang kasihan segala, padahal kepo urusan orang." Irma tak menyahut lagi, hanya meringis sebentar. Kemudian memaksa temannya ikut menuju lokasi tempat kejadian perkara. "Ada apa, Pak?" tanya Irma ke pak satpam yang berhasil melerai perkelahian sepihak. Jelas saja, karena bos mereka bahkan tidak melawan sedikit pun. Malah ia tampak bingung kenapa sampai dipukul orang tak dikenal. Rana mendekati bosnya yang duduk di depan pos keamanan. Mengusap pipi sendiri hasil dari bogem mentah orang asing. Ia agak merinding ngilu. "Pak Melon kenal sama orang itu?" tanyanya. Bosnya langsung melotot sarkastis. Ia paling sebal dipanggil dengan nama depannya ini. Tapi sudah jadi kebiasaan Rana memanggil seperti itu. "Lama-lama kamu saya asingkan ke hutan kalau terus memanggil saya begitu!" "Ngapain ke hutan? Kurang kerjaan banget. Lagian nama Melon kan bagus-" "Nggak sopan kamu." "Oh iya maaf, Pak Melon maksudnya loh." "Panggil saya Pak Saga!" "Saya sukanya Pak Melon, kok protes? Nggak mau yasudah, jangan didengar." Saga menahan emosinya. Berhadapan dan berargumen dengan Rana hanya akan menghabiskan energinya saja. Gadis di sampingnya memang aneh sekali. Seolah tak ada hal yang ditakutinya di dunia pekerjaan. Bahkan sekelas bosnya pun dia berani bersikap demikian. Walau begitu, Rana termasuk pegawai yang cakap, dan bertanggung jawab. Ia tak suka melawan kecuali benar. "Lepasin saya! Saya mau pukul dia sampai babak belur! Dasar pebinor!" Teriak pria berambut keriting yang tadi menghajar Saga tanpa tedeng aling-aling. Semua orang melongo, langsung menatap Saga dengan pandangan tak menyangka. Sebelum keadaan makin runyam, pria ini harus menjelaskan hal sesungguhnya. Bahwa ia memang tak merasa kenal dengan pria keriting yang menuduh dan main pukul seenaknya itu. "Tunggu. Saya nggak kenal orang ini. Saya juga masih single. Gimana bisa disebut perebut bini orang? Nggak masuk akal!" protesnya. Rana geleng kepala sambil berdecak. "Pak Melon diam-diam menghanyutkan ya?" sindirnya asal. "Sembarangan kamu kalau ngomong! Saya betulan nggak kenal dia apalagi istrinya! Mana saya tau! Anda bisa saya tuntut kalau terus menyebarkan berita bohong! Mukul orang sesuka hati, menuduh tanpa bukti, pencemaran nama baik dan kekerasan jelas terjadi! Saya korban di sini!" racaunya tak mau kalah. Pak satpam berusaha menenangkan si tersangka juga atasannya. Ancaman Saga berhasil menciutkan nyali pria tak dikenal tersebut. Ia mulai gelisah dan beberapa kali menggaruk kepala. Tak lama, seorang wanita berlarian tergopoh menghampiri pos diikuti seseorang di belakangnya. "Apa yang kamu lakukan di sini, Hendi?!" pekik wanita dengan sepatu kets hitam itu. "Mbak Lastri kenal orang ini?" tanya pak satpam. "Kenal, Pak. Orang ini mantan suami saya. Maaf karena bikin rusuh." Semua orang di sana langsung kembali menoleh pada Saga. Menduga-duga apa benar bos yang disegani di kantor berselingkuh dengan seorang karyawan office girl? Bukan bermaksud merendahkan, hanya saja mereka tak menyangka seorang Melon Sagara Lakadewa punya hubungan spesial dengan Lastri, yang notabene seorang cleaning service. Rasanya agak sangsi. Secara dilihat dari sisi mana pun, selera Sagara masih menjadi misteri seluruh masyarakat kantor. Berulang kali Saga mengatakan single, dan tipikalnya harus sebelas dua belas dengan model internasional. Entah bualan semata atau memang sungguhan, tak ada yang bisa memastikan. "Kenapa kalian melihat saya seperti itu?! Sudah saya tegaskan, saya nggak kenal orang ini. Dan dia juga." Ia menunjuk bergantian Hendi dan Lastri. "Maaf, Pak Saga. Sepertinya Anda jadi kena sasaran mantan suami saya. Saya minta maaf." "Tuh dengar sendiri kan?!" Saga mendengkus sebal. "Bukannya kamu sendiri yang bilang, kalau pacar barumu laki-laki paling ganteng di tempat kerjamu?! Setelah kulihat-lihat dan pantau selama beberapa hari, memang dia yang paling memenuhi syarat!" celetuk Hendi menuding Saga dengan gaya congaknya. Entah bisa disebut kesalahpahaman atau pujian, penjelasannya berhasil menghadirkan sisi narsis seorang Saga. Lihat saja ia langsung berdehem dan menaikkan dagu layaknya supermodel kenamaan. Memang ketampanan kadang membawa masalah tersendiri bagi sebagian manusia. Dan ia lumayan bangga pada kelebihannya ini. "Maksudku paling ganteng di tempat kerjaku, yang seangkatan denganku! Bukan bos di perusahaan tempat kerjaku!" Hendi garuk kepala lagi. "Terus, siapa kalau bukan dia?" "Saya..." Seseorang bertopi hitam di belakang Lastri mulai bersuara. Mereka menatap dari atas sampai bawah sosok pria bertompel di pipi juga dengan kacamata tebal, dengan pandangan seksama. Rana dan yang lain cuma bisa geleng kepala. "Plot twist yang sangat membagongkan sekali," celetuk Rana tak habis pikir. "Mbak Lastri, maaf sebelumnya nih ya. Lain kali kalau mau mendeskripsikan seseorang tolong lebih detail. Kasihan yang bukan bersangkutan malah jadi korban kekerasan," nasihatnya bijak. "Iya Mbak, maafkan saya..." Lastri tampak tertunduk menyesal. "Saya cuma kesal dia terus meneror saya. Padahal kami sudah pisah secara sah. Lagian, menurut saya pacar baru saya yang paling ganteng." "Urusan pribadi sebaiknya jangan dibawa ke pekerjaan," imbuh Irma. "Ya walaupun posisinya nih laki yang nggak beres, main hantam seenak jidatnya. Laporin ke polisi aja deh, Pak!" idenya mengompori keadaan. "Jangan! Jangan!" Hendi terlihat makin panik. "Nah loh, berani main tangan kok nggak berani bertanggung jawab. Mental kerupuk melempem, ckck," Rana makin menaburi bensin. "Iya, Pak. Saya juga setuju kalau mantan suami saya dibawa ke pihak berwajib. Biar tau rasa!" "Kamu malah ikut-ikutan?! Ini semua gara-gara si biang kerok pebinor yang tampangnya kayak tukang siomay kejegur got kan?!" oceh Hendi ambigu. "Gantengan aku ke mana-mana!" "Stop-stop! Tukang siomay deket rumahku ganteng mirip aktor Korea tau! Sebelas dua belas sama Kim Seok Jin. Jangan sembarangan menghina profesi orang ya!" tegur Rana tak terima. "Sudah-sudah. Kok malah jadi ribut gara-gara tukang siomay sih? Ini jadinya mau bagaimana? Berdamai atau lanjut proses, Pak Saga?" tanya pak satpam menengahi. "Saya dirugikan. Dan saya nggak suka diremehkan. Tapi saya juga malas berurusan dengan kantor polisi. Jadi, beri saja dia pelajaran." "Pelajaran apa? Aku nih cuma lulusan sd itu pun paket C. Jangan kasih soal yang susah-susah!" Hendi bicara ngawur tapi jujur. Saga mengurut kepala. Rana dan Irma malah menahan kekehan tawa melihat bosnya dibuat frustrasi begini. "Kasih saja soal sin cos tangen, Pak. Atau suruh hafalin nama latin tumbuh-tumbuhan di seluruh Indonesia," saran Rana setengah bercanda. "Jangan nambahin kesel," keluh Saga sensi. "Suruh dia jadi tukang parkir di sini. Beresin motor-motor karyawan yang sering nggak beraturan selama sebulan penuh." "Setuju!" Hendi pasang pose hormat. Rasa bersalahnya luntur seketika. Setelah kesepakatan dibuat, mereka pun bubar jalan. Tapi Saga menahan Rana. "Kamu mau ke mana?" "Lanjut makan lah, Pak. Risol dan nasi kucing memanggil-manggil saya dari tadi." "Beliin saya obat dan perban di apotek." "Hah? Buat apaan? Cuma luka ringan begitu." "Muka saya ini aset utama tau! Saya harus menjaganya tetap tampan sebisa mungkin." "Narsis kumat.' "Cepat belikan. Jangan banyak protes." "Minta tolong kok maksa sih." "Saya nyuruh, bukan minta tolong." "Kalau saya nggak mau gimana?" "Ya nggak masalah. Tinggal saya sebarin video kamu-" "Stop! Oke saya belikan, Pak Melon yang terhormat dan suka menindas orang dengan ancaman kuno!" "Saya nggak ngancam, cuma memanfaatkan kesempatan saja." Alhasil sambil menggerutu tak karuan, Rana pun berlalu menuju apotek terdekat. Ia sempat kembali lagi untuk menagih uang karena tak mau rugi dua kali lipat. Sudah rugi tenaga, rugi materi pula. Tidak bisa. "Perhitungan banget kamu ya..." "Baik boleh, Pak, naif jangan." "Kamu cocok jadi teman saya." "Ih ogah. Labelnya sih teman, ujungnya paling saya cuma jadi orang suruhan. No!" "Kayaknya cuma kamu yang menolak saya. Biasanya semua orang malah suka ngaku-ngaku jadi teman saya. Padahal ingat nama mereka pun nggak selalu." "Maaf ya, Pak. Saya bukan salah satu dari mereka. Jadi karyawan lebih mendingan. Minimal dapat gaji, maksimal dapat bonus lebih lah." "Matrealistis sekali ya kamu." "Bukan matrealistis, lebih tepatnya realistis. Kerja capek ya buat menghasilkan uang. Bukan sekadar pujian." Saga mengangguk-angguk sepaham. "Terus, kapan kamu mau jalan? Malah ngajakin saya ngobrol begini. Hati-hati nanti kamu nyaman, berabe urusannya." "Idih, kenyamanan buat saya nggak semudah obrolan tanpa tujuan ya, Pak." "Apa iya? Ah, jadi kamu lebih suka aksi daripada reaksi ya?" "Bisa jadi. Aduh, kapan saya ke apoteknya kalau diajakin ngomong terus?!" Rana langsung tancap gas dan berlarian meninggalkan bosnya. Sedangkan Saga menimbang-nimbang sesuatu dalam pikiran. "Aneh, apa kharismaku nggak menembus relung hatinya? Apa kegantenganku mulai meragukan? Harga diriku jadi agak tertampar... Atau jangan-jangan, dia yang nggak normal?" racaunya menebak-nebak sembarangan. == Kejar Target, Jodoh Kudapat! ==

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD