Dua

1008 Words
"Lepaskan aku!" seru Anne. Ia merasa lemah di bawah kungkungan Darrel. Kakak iparnya. "Tidak akan pernah. Kau milikku, Anne," geram Darrel yang langsung menjadikan leher jenjang Anne sasarannya. Anne merasa jijik dengan dirinya, bisa-bisanya ia mendesah disaat seperti ini. Ia pun menggigit bibir bawahnya guna menahan desahan. Ia tidak rela mengeluarkan suara menjijikkan seperti itu. "Mendesah lah, Anne." "Ti ... dak." Tiada henti Darrel memberikan tanda di leher jenjang Anne. Wanita itu, berusaha sekuat tenaga untuk tidak peduli. Mencoba mengalihkan pikirannya sendiri agar tak terbawa arus permainan Darrel. Tapi sia-sia. Ciuman bibir Darrel terasa begitu memabukkan. Ia benci mengakui ini. Ia juga benci ketidakberdayaannya. Darrel mencium bibir Anne, melumatnya rakus seolah tidak ada hari esok. "Lepaskan aku! Lepas!" Anne tak menyerah ia terus saja berontak usai Darrel melepaskan ciumannya. Mata Anne berkabut, bukan karena gairah melainkan amarah. Tidak ada lagi air mata, hatinya sudah hancur dan tergores. "Lepaskan aku, Kakak!" Mata Darrel menajam. "Kau ..." "... menurut lah padaku, atau ..." Darrel melirik meja belajar Anne. "Aku akan menunjukkan aktifitas kita pada kakakmu. Aku akan bilang padanya, jika adiknya ini menggoda suaminya. Dan bercinta di saat malam pertamanya. Bisa kau bayangkan, bagaimana ekspresi kakakmu, hmm?" Telunjuk Darrel menunjuk handycam menyala di atas meja belajar Anne, kebencian pun semakin tampak di mata Anne. "Dia akan kecewa dan terluka. Adik yang sangat disayanginya tega mengkhianatinya." Senyum kemenangan terukir di wajah Darrel. "Kakak, kejam!" "Ya. Pria kejam ini, akan membahagiakan mu, Anne." Kreekk... Sekali tarik, baju tidur milik Anne robek seketika. Tubuh putih porselen milik Anne terpampang nyata. Ia polos. Dibalik baju tidurnya Anne tak memakai pakaian dalaman satu pun. Benar-benar memudahkan niat jahat Darrel. "Gadis nakal, kau akan mendapatkan hukuman dariku." Darrel menundukkan tubuhnya, ia memainkan bagian atas tubuh Anne. Anne menahan nafasnya, berusaha mengontrol dirinya. Ia tidak ingin menangis lagi dihadapan Darrel dan memohon untuk dilepaskan. Toh, percuma hal itu tidak akan dipedulikan oleh kakak iparnya. "Mendesah lah, Anne. Mendesah lah!" bentak Darrel. Anne Tidak takut, ia menutup bibirnya rapat. "Baiklah, jika itu maumu. Aku tidak akan bermain lembut." "Kau bertingkah seolah menolak ku Anne, tapi nyatanya tubuhmu menyukai sentuhan ku." Runtuh sudah pertahanan, Anne. Mulutnya terbuka kecil. Suara menjijikkan itu keluar. "Teruslah mendesah," ucap Darrel. Anne sungguh tak kuasa, mendapat tiga serangan pada titik-titik sensitifnya, ia merasa gila. Ikut gila bersama kegilaan Darrel. Anne merasa ribuan kupu-kupu berterbangan di perutnya, ia terasa ingin sekali ingin... "Hen-ti-kan." Anne terbata-bata. "Aku mau.." Darrel yang tahu, Anne akan mencapai puncaknya pun secara sengaja menghentikan segala aktifitas tangan dan mulutnya. Wajah memerah Anne akan kabut gairah, pandangan yang menyenangkan bagi Darrel, pria itu tersenyum tipis. "Kau akan mendapatkannya, jika kau menurut. Katakan kau milikku, dan siap bercinta kapan pun di mana pun bersamaku. Katakan, Anne!" Mata Anne membulat. "Aku tidak sudi!" Darrel menyeringai. "Begitu kah?" Ia melepas celana hitamnya kasar, menunjukkan betapa perkasanya ia. Darrel menatap mata Anne yang terkejut melihat miliknya, kemudian kembali menindih wanita itu. Ia memposisikan miliknya tepat di sangkar yang akan menyambutnya. "Apa yang kau lakukan?!" Anne berteriak terkejut, sesuatu yang tumpul terasa di intinya. "Melakukan, apa yang ingin aku lakukan," desis Darrel tajam penuh penekanan. Bibir Darrel kembali menguasai bibir Anne, keduanya mengerang. Tangan Darrel pun tak dibiarkan si pemilik menganggur, mempermainkan titik-titik sensitif tubuh Anne. Ruangan didominasi suara kecapan dan juga erangan. Dari luar tidak akan ada yang mendengar, karena terpasang peredam suara. Oleh sebab itu, akan percuma bagi Anne berteriak minta tolong. Tidak akan ada yang mendengarnya. Darrel menyudahi ciumannya, ia meletakkan dahinya pada dahi Anne meski kedua tangannya tetap bekerja, "Kenapa?" Pertanyaan lemah itu keluar dari mulut Anne. Tidak ada jawaban, Darrel memilih bungkam. Namun, gerakan tangannya yang tadi bekerja, berhenti otomatis. Darrel menatap mata Anne dalam. Seolah mata itu bisa berbicara untuk menjawab pertanyaan Anne. Yang tak dimengerti oleh si penanya. "Aku akan melakukannya." Bersamaan dengan itu, Darrel memasukkan lebih dalam miliknya. "Tatap aku." Kedua tangan Darrel menangkup wajah Anne. Dengan sekali sentak. Bless. Selaput darah Anne telah dirobek, keperawanannya yang telah ia jaga untuk sang suami kelak, direnggut paksa oleh kakak iparnya sendiri. Sakitnya tak terasa, lebih sakit batinnya. Diperlakukan tak pantas oleh kakak iparnya sendiri. Sudut mata Anne mengeluarkan air mata. "Lepaskan, sakit. Kenapa kau tega padaku, Kak?" Rancau Anne. Tapi Darrel tutup telinga akan hal itu. "Kau menghancurkan--" Darrel memotong ucapan Anne dengan kembali mencium bibir Anne, bibir yang sudah menjadi candu untuknya mulai saat ini. Cukup memastikan rasa sakit itu hilang, Darrel menggerakkan pinggulnya. Perlahan. "Lupakan semua orang. Dunia ini milik kita. Hanya kita." Mata Darrel tak lepas dari wajah Anne. Alis yang bertaut, mata tertutup, mulut sedikit terbuka dan wajah yang memerah. Menggemaskan. "Aku suka wajahmu saat ini, Anne." Malam itu, Darrel melakukan sesuai kemauannya. Sementara Anne, tidak ada yang bisa ia lakukan selain pasrah. Dia sudah berontak, segala penolakan telah ia lakukan. Sayangnya, tidak berhasil. Harta berharganya telah di renggut. Tak tersisa lagi, dan tak akan kembali walau ia sesali. *** Darrel mencium seluruh wajah Anne. Lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh keduanya yang polos. Mendapat perlakuan sedemikian rupa, mulut Anne tetap bungkam. Ia pasrah. Satu yang dipikirkannya saat ini adalah Lucy. Kakak perempuannya. Ia merasa telah mengkhianati kakaknya itu. Anne memiringkan tubuhnya, memunggungi Darrel. Dapat ia rasakan sebuah tangan kekar memeluk tubuhnya dari belakang, siapa lagi kalau bukan Darrel. Kakak iparnya. Yang bisa Anne lakukan hanya diam. Semua sudah terjadi. Menyesalinya pun percuma. Dan Darrel, Anne merasa dipermainkan pria itu. Pria yang memiliki perubahan sikap yang berubah-ubah. Anne membencinya. Sungguh membencinya. Tangan Anne mencengkram selimut yang menutupi tubuh polosnya. Sebagai lampiasan segala emosi yang berkecamuk dalam dirinya. Airmata mengalir dari ujung mata Anne, hatinya hancur. Terasa sesak dan menyakitkan, sebelum kedua matanya tertutup, ia bergumam dengan lirih syarat akan kepedihan, menyesali karena telah terlena dan mudah dirayu. "Maafkan aku, Kakak." *** Kata orang, tenaga pria jauh lebih besar dari pada wanita. Apa itu benar? Jangan menerima ruang dan memberi ruang untuk orang lain masuk ke dalam rumah tanggamu. Jika tidak mampu membahagiakan satu wanita, jangan berpikir menambah satu wanita lagi. Sikapmu hanya menyengsarakan. Bukan tentang menjaga dan dijaga, tapi bagaimana caranya kamu mempertahankan janjimu pada Tuhan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD