T&E~1

1750 Words
Ruang tengah bergaya eropa itu dalam keadaan hening bahkan tergolong tegang yang di isi oleh keluarga itu sendiri, pemilik dari rumah mahal berstruktur gaya bangsawan eropa yang nyaman dan hangat berbeda dengan keadaan di luar rumah yang dingin, diterpa dengan salju tebal. Duke Aldo menatap puterinya yang duduk di sofa sebelah kirinya bersama Duchess Roseline, isterinya yang terus menggenggam tangan putih lembut milik Ellia. Duchess Ellia Selomatha, bergelar sama dengan ibunya hanya saja dirinya mendapatkan gelar tersebut karena memang dirinya sudah sewajarnya mendapatkannya sebagai keturunan dari keluarga besar bangsawan dan bukan dari sebuah perkawinan. "Ellia." Duke Aldo membuka suaranya membuat puterinya menatapnya dengan bola mata Jade miliknya, yang diturunkan oleh ibundanya. "Kau sudah tahu mengenai surat kerajaan yang dikirim bukan ?" "Ya, ayah." Ellia sudah tahu menahu mengenai surat kerajaan sejak di adakannya pertemuan keluarga besar Selomitha, yang hanya dihadiri oleh kedua orangtuanya. Para tetua yang akan mengambil keputusan dan anak muda seperti mereka akan menunggu keputusan yang di ambil untuk mereka. Segala keputusan yang menyangkut hidup mereka sebagai seorang putri dari keluarga bangsawan. "Kau dan Sophia akan dikirim mewakili keluarga Selomitha. Ayah harap kau beruntung nak." Ellia tahu bahwa dirinya yang akan dikirim bersama sepupu terdekatnya itu, mengingat sepupu - sepupu perempuannya yang lain belum menginjak usia 18 tahun. Seperti salah satu persyaratan yang di berikan oleh kerajaan. Rasa ingin menolak ingin dikeluarkannya dan sudah berada di ujung lidahnya sebelum kembali menelan dalam - dalam keinginan tersebut. Ini menyangkut kerajaan yang berhubungan langsung dengan keluarga besarnya, menolak ini bukan hal yang mudah untuknya, terlebih hal tersebut sudah di bicarakan bersama keluarga besar yang menyandang nama bangsawan Selomitha. Perempuan muda sepertinya tidak akan didengarkan seberapa keraspun mereka menolak. Perempuan tidak memiliki kekuatan yang sama dalam hal menyeruakan opini mereka pada masa ini. "Ellia. Apa kau tidak ingin kesana ? Siapa tahu kau akan menjadi perempuan 'besar'." mengerti ucapan dari sang ibunda membuat Ellia memasang senyum tipis menenangkan. Perempuan 'besar' berarti seorang perempuan yang memiliki kekuasaan dan menaikan pamor keluarga bangsawan mereka jauh lebih tinggi. Yang berarti jika dirinya berhasil menjadi perempuan 'besar' tersebut, posisinya sebagai seorang perempuan di keluarganya akan sedikit maju dan akan mulai di dengarkan dalam pengambilan keputusan karena sebuah kekuasaan yang besar berada tepat di belakangnya. Hanya sedikit,yang berarti masih dipertimbangkan saja atau hanya sebuah sopan santun, karena semua kembali pada kaum pria. "Ellia senang ibunda. Lagipula Ellia tidak kesana seorang diri saja melainkan bersama Sophia, anak dari paman Fernan." setelah mendengar ucapan puteri bungsunya itu, membuat Duchess Roseline menarik Ellia kedalam pelukannya sembari menghela nafas. "Apa kau khawatir tidak akan terpilih melainkan Sophia ? Jangan khawatir. Itu berarti kau masih memiliki waktu untuk tinggal bersama ayah dan ibunda sebelum menikah. Ini bukan hal yang besar sayang." "Roseline. Jangan mengatakan hal seperti itu. Jika ada yang mendengarnya mereka berpikir kita menganggap rendah kaum kerajaan." peringat Duke Aldo kepada isterinya membuat sang isteri menghela nafas lalu meminta maaf atas ucapannya yang sebelumnya. Duchess Roseline sendiri bukanlah dari keluarga bangsawan yang setara dengan keluarga Selomitha, wanita tersebut pada awalnya hanyalah Baronetess seorang yang tidak dipandang sebagai kelas bangsawan atau termasuk bangsawan rendah. Karena Roseline berhasil menarik hati seorang Duke Selomitha maka dirinya mendapat gelar sebagai seorang Duchess, isteri dari Duke bangsawan, yaitu keluarga Selomitha. "Besok kau akan segera pergi sesuai dengan waktu tenggat yang telah di berikan oleh kerajaan." sambung Duke Aldo membuat Ellia menatap kedua mata cokelat milik ayahnya. "Bagaimana dengan kak Eldeo, Ayah ? Apa aku tidak bisa menemuinya lebih dahulu sebelum pergi ?" pinta Ellia, tidak menyangka bahwa dirinya akan pergi secepat itu bahkan sebelum bertemu dengan satu-satunya kakak laki - laki miliknya. Sebuah elusan lembut di rambut cokelat gelapnya itu membuat Ellia berbalik menatap ibundanya yang tersenyum menyesal kepadanya. "Oh sayang. Maaf, tapi kau tidak punya banyak waktu untuk bertemu dengan Eldeo, kerajaan memberikan tenggat waktu seperti yang ayahmu katakan tadi." ucap Duchess Roseline dengan penuh penyesalan, mengetahui bahwa puteri bungsunya ini memiliki ikatan yang kuat bersama putera laki - lakinya yang sedang pergi untuk mengurus bisnis perdagangan mereka yang berada di bagian utara. "Tapi, jangan khawatir. Ayah dan ibunda sudah mengirimi kakakmu surat yang memberikan informasi mengenaimu yang akan ke kerajaan. Surat itu mungkin akan sampai di kakakmu dua hari lagi. Dia pasti akan senang." jelas sang ibunda membuat Ellia menganggukan kepalanya mengerti. "Habiskan tehmu. Setelah itu ibunda akan membantumu mempersiapkan diri untuk keberangkatan besok pagi." sambung sang ibunda sembari memberikan segelas teh yang masih menggepul hangat itu kepada puterinya. Ellia menatap pantulan dirinya dicermian yang sudah 5 jam lalu dirinya dihiasi dengan sebaik mungkin. Ibundanya muncul di balik punggungnya lalu tersenyum ke arahnya melalui cermin, sembari tangan - tangan tersebut tidak berhenti mengencangkan korset di tubuh putrinya itu. "Apa sudah terasa pas sayang ?" "Ya ibunda. Terimakasih." balas Ellia kembali melemparkan senyuman kepada ibundanya yang dari pukul 03.00 a.m membantunya bersiap - siap. Berbeda dari biasanya para memiliki cukup waktu beristrahat karena hampir semuanya di handle oleh Duchess Roseline dalam penampilan sang puteri kali ini. Duchess Roseline menggerakan tangannya, memerintahkan sang pelayan untuk berjalan kearahnya dan memberikannya sebuah gaun berwaran biru laut yang sudah dirancang dengan begitu baik dengan beberapa pernak pernik yang tidak terlalu mencolok di beberapa bagian, membuat gaun tersebut terlihat sangat indah. Ellia memakainya di bantu sang ibunda yang kini mengikatkan tali - tali dari gaun tersebut di belakangnya. Warna biru laut yang cantik itu sangat kontras sengan warna kulit putih s**u miliknya membuat setiap orang yang melihatnya akan mendamba unruk menyentuh kulit tersebut yang di balut oleh gaun biru laut yang sangat pas di tubuhnya. "Kau sangat cantik, sayang. Semoga kau bisa memenangkan pertarungan ini." ucap sang ibunda membuat Ellia hanya diam tidak merespon ibundanya yang kini berada di depannya untuk mengikatkannya tali gaun yang tepat berada di dadanya, membuat gaun tersebut cukup mengetat di area dadanya dan membuatnya memuncak terlihat lebih berbentuk dan berisi. "Dan sekarang kau hanya perlu memakai wewangian ini, untuk langkah terakhir." sambung sang Duchess Roseline lalu mengambil pelan sebuah botol kaca kecil dari tangan pelayan yang yang telah membukanya dari sebuah sapu tangan. Terlihat bahwa wewangian tersebut jauh lebih berharga dari wewangian yang lainnya. Duchess Rosseline membuka tutup botol berbentuk kristal tersebut dengan pelan lalu mulai menyapukan tutup botol yang dibawahnya terdapat kuas kecil ke bagian d**a sang puteri yang sedikit menyembul, di ikuti dengan garis leher, daun telinga, dan pergelangan tangan Ellia. "Ibunda ini beraroma--" "Bunga Peonny dan Kayu manis akan menjadi aroma pertama dari wewangian tersebut, tetapi semakin lama kau menciumnya kau akan tahu bahwa wewangian ini juga beraroma orchid." jelas sang Duchess membuat Ellia menganggukan kepalanya, awalnya dirinya cukup mengetahui aroma dari wewangian tersebut tetapi semakin lama menciumnya Ellia mulai tidak tahu wewangian yang keluar itu, aromanya sekilas sedikit mirip dengan vanila tetapi aroma ini lebih menciptakan efek dinamis. Setelah selesai menata penampilan puterinya, Duchess Roseline kemudian membungkus kembali wewangian tersebut kedalam sapu tangan sebelum menaruhnya kedalam tangan Ellia. "Bawa ini. Pakai jika aromanya sudah mulai memudar dari tubuhmu." menganggukan kepalanya mengerti, Elia menaruh sapu tangan berbungkus botol kaca wewangian tersebut kedalam mantel yang di pakainya. "Apapun hasilnya nanti, berbesar hatilah nak. Ingat bahwa bagaimanapun Sophia adalah sepupumu." Duke Aldo membawa puterinya kedalam pelukannya membuat Ellia membalas pelukan yang diberikan oleh ayahnya tersebut dengan hangat. "Ya, Ayah. " "Sekarang pergilah atau kau akan terlambat." sambung Duke Aldo sembari melepas pelukannya membuat Ellia berbalik kini memeluk Duchess Roseline sebelum kembali melepaskannya. Menarik gaun yang di pakainya sedikit ke atas sebelum sedikit menunduk dan memberi hormat khas seorang puteri bangsawan kepada kedua orangtuanya sembari berucap "Kalaubegitu Ellia berangkat dulu ayah, ibunda." "Hati - Hati di jalan nak." teriak ibundanya menatap puterinya dengan sedikit sedih,yang kini membelakangi mereka untuk berjalan ke arah kereta yang akan membawanya ke istana. Seorang pelayan berusia sama dengan ibundanya itu membantunya naik keatas kereta sebelum ikut menyusul naik, bertugas menemani puteri dari keluarga Selomitha yang telah bertahun - tahun di layaninya. Aria adalah pelayan yang ditugaskan langsung oleh Duchess Roseline agar menemani puterinya. Aria bertugas sebagai kepala pelayan sebelum harus pergi meninggalkan tugas utamanya karena diperintah untuk merawat Ellia selama berada di kerajaan. Pihak kerajaan sendiri mengizinkan mereka membawa seorang pelayan yang akan membantu mengurus diri mereka di istana, hanya saja pelayan yang di izinkan ikut terbatas, membuat Duchess Roseline mengirim Aria yang sudah bertahun - tahun setia padanya. Perjalanan menuju istana menggunakan kereta atau kuda akan memakan waktu setengah hari. Sedangkan perjalanan yang hanya berjalan kaki menghabiskan waktu selama 1 hari lamanya. "Bibi Aria." panggil Ellia kepada pelayannya yang sedang menyulam di atas kereta tepat didepannha. Dikarenakan kedekatannya sang ibunda dengan Aria, pelayan kepercayaan ibundanya itu membuat Ellia juga ikut dekat dengan Aria. Membuatnya memanggil sang pelayan dengan sebutan bibi hanya jika mereka berdua saja, tersangkut dengan protokol begitu juga dengan Aria yang berbicara santai jika hanya berdua tetapi, berbalik menjadi atasan dan bawahan saat di depan umum. "Ya ? Apa Sulamanmu sudah selesai ? Kemarikan biar bibi lihat." Selama perjalanan ini Ellia bersama Aria terus menyulam, karena hanya itu yang bisa mereka lakukan di atas kereta sebagai seorang wanita. Diam dan menyulam. "Ini belum selesai. Aku tidak bisa menyelesaikannya, bibi. Kereta terus terguncang dan aku kini sangat bosan." gusar Ellia membuat Aria tersenyum memandang wajah gadis muda di depannya itu yang kini bukan lagi anak - anak. Bahkan sekarang gadis muda itu bersiap untuk penyeleksian menjadi seorang ratu. "Baiklah. Apa kau ada ide agar kebosananmu itu hilang ?" "Bolehkah aku membuka untuk sesaat jendela ini ? Aku hanya ingin melihat pemandangan yang jauh lebih baik dibanding menyulam diatas kereta yang terus berguncang tanpa henti." jelas Ellia membuat Aria berpikir. Tidak sembarang orang yang bisa memandang wajah puteri dari para bangsawan, terlebih jika mereka berada di kasta terbawah, itu melanggar protokol. Tetapi, saat melihat wajah memelas Ellia membuatnya pada akhirnya menghela nafas sebelum menganggukan kepala. "Lima menit sudah cukup bukan ? Sebelum kita tiba di gerbang kerajaan kau harus segera menutup jendelanya. Mengerti ?" jelasnya membuat Ellia tersenyum lebar dan menganggukan kepala mengerti, lalu dengan cepat memindahkan sulaman kesamping kursinya dan mulai bergeser mendekat ke arah jendela dan membukanya. Pemandamgan di luar menyapanya dengan pohon - pohon yang di tutupi oleh salju - salju lebat yang masih terus bercucuran jatuh dari langit. Melihat salju - salju putih kecil terjatuh - jatuh dihadapannya membuat Ellia tidak tahan untuk mengeluarkan tangannya dan mengambilnya. "Ellia." peringat Aria saat melihat puteri dari Duchess Roseline mengeluarkan tangannya dari kereta untuk menadah salju yang terjatuh dari langit. Mendengar peringatan dari pelayannya tersebut membuat Ellia tidak dapat menaha tawanya, sebelum dengan cepat kembali menarik tangannya masuk kedalam kereta. Menjadi sorang bangsawan tidak selalu menyenangkan, terkadang ini membosankan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD