8. Pengakuan Syafira

1134 Words
Aryan merebahkan tubuhnya ke kasur rumah kontrakannya. Perlahan ia memejamkan mata. Ia benar-benar mengantuk. Suara dering ponsel yang sejak tadi berbunyi tidak ia gubris sekalipun. Tubuhnya terlalu lelah. Semalaman bersama sang Bunda membuatnya memiliki semangat hidup lain di hati. Ada rasa yang tidak bisa ia ungkapkan. Hatinya dipenuhi debaran mengingat pergulatan yang terjadi karena kesengajaannya. keingintahuannya tentang hubungan biologis pria wanita yang selama ini hanya ia tahu secara teori, semalam bisa ia praktekkan secara nyata. Awalnya memang tidak ia rencanakan. Setelah bertemu muka dengan Syafira, semuanya menjadi terencana. Aryan terpesona pada Syafira sejak pertama bertemu. Bukan berarti Aryan tidak gugup. Pertama melakukan, tentu saja ada rasa bingung dan canggung. Namun, Syafira berhasil membuatnya nyaman. Semalam mendalami karakter sang Bunda, membuat Aryan berasumsi tentang sisi lain Syafira yang belum terjangkau. Menurut pandangan pemuda itu, wanita sekelas Syafira tidak mungkin mendatangi dirinya jika memang tidak ada yang terjadi dengan dirinya. Sekilas Syafira memang wanita yang terlihat bahagia. Namun, entah mengapa ia melihat ada sisi lain yang disembunyikan Syafira. Semalam Aryan mencoba mengorek sisi lain tersebut. Benar saja, rumah tangga Syafira bermasalah. Suami Syafira tidak bertanggung jawab terhadap wanita mandiri tersebut. Selama ini Syafira merasa sendiri, meskipun bersuami. Mendengar pengakuan sisi kelam Syafira, menumbuhkan rasa iba di hati Aryan. Namun, tidak banyak yang bisa ia lakukan. Ia hanya seorang pemuda yang kebetulan hadir di saat yang tepat. Kehadiran dirinya bagai oase bagi Syafira. Bunda virtual yang kini resmi menjadi kekasihnya. Bukan hanya status yang ia dapatkan, tetapi tubuh Syafira juga ia nikmati dengan puas. Meskipun ke depannya ada jarak membentang, Aryan yakin tidak akan menjadi penghalang kebersamaan mereka. Cinta yang terbentuk dari dunia virtual itu membuat Aryan meyakini satu hal, Syafira juga tidak bisa lepas darinya. Hubungan emosional mereka tanpa sengaja sudah terikat bahkan sejak sebelum keduanya bertemu secara nyata. Apalagi Syafira yang seorang ibu, ia memiliki tingkat kepekaan lebih tinggi daripada Aryan. Menurut tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Semua bisa terbolak balik dengan mudahnya. Tentu saja dengan campur tangan Tuhan. Dering ponsel kembali terdengar, membuat Aryan mematikan benda pipihnya begitu saja. ia bahkan tidak perlu merasa tahu apalagi ingin tahu siapa yang menelponnya. Siapapun itu, ia tidak peduli. Baginya saat ini yang terpenting adalah tidur. Bahkan sebelum Syafira boarding pass, ia sudah mengingatkan akan tidur begitu sampai rumah. Jadi, jika pesan tidak dibalas artinya pemiliknya masih tidur. Semalam ia benar-benar kurang tidur. Tenaganya juga terkuras. Bukan salah si Bunda, tetapi ia sendiri yang merasa kurang puas dan ingin mencoba. Beruntung Syafira memesankan makanan di tengah malam, sehingga Tenaganya bisa pulih lebih cepat. Bayangan Syafira membuatnya tertidur nyenyak dan terbuai di alam mimpi. Bayangan Syafira memang tidak hadir di mimpi tidur siangnya, tetapi rasa memiliki terus terbawa ke alam bawa sadarnya. *** Aryan meregangkan kedua tangannya ke atas, hingga terdengar bunyi tulang-tulangnya yang beradu. Netranya yang tertutup membuka perlahan. Secara sadar ia menoleh kanan kiri menanamkan pandangan lokasi tempatnya tidur benar-benar kamar kos kesayangannya. Diraihnya ponsel yang ia matikan beberapa menit yang lalu. Aryan memang tidur sebentar, memanfaatkan waktunya untuk memulihkan tenaga. Benar saja, saat banguna ia sudah segar kembali. Saat menatap layar ponsel yang sudah ia hidupkan, terlihat ada banyak panggilan dari Ajeng dan satu pesan dari Syafira. Senyumnya mengembang melihat nama wanita dewasa yang ia tidur semalam. Jantungnya masih berdetak kencang mengingat pengalaman pertamanya. Dering ponsel kembali terdengar, suara panggilan masuk dari Ajeng. Dengan berat hati Aryan menggeser ikon hijau da menerima panggilan sang pacar seperti sebelumnya. "Iya," sahut Aryan. "Mas, nanti malam kita jalan, yuk!" ajak Ajeng. "Oke. Kita ketemu di lokasi, ya!" Aryan menyebutkan lokasi yang menjadi tujuan mereka. Ajeng dan Aryan seringkali kencan dengan bertemu langsung di lokasi. Kondisi Ajeng yang pulang kerja menjadikan Aryan membuat keputusan begitu. Selain menghemat waktu juga menghemat tenaga. Dirinya tidak perlu ke tempat kerja Ajeng hanya untuk menjemput lalu naik motor bareng ke lokasi makan. Sungguh menyita waktu. Lebih keren juga bertemu di lokasi. Aryan juga tidak perlu terburu-buru keluar rumah, artinya ia memiliki waktu yang agak banyak untuk rebahan. *** Ajeng dan Aryan memiliki hubungan spesial sudah lebih dari lima tahun. Lebih tepatnya saat Aryan masih duduk di kelas dua belas dan Ajeng kelas sepuluh. Pasang surut mewarnai kebersamaan keduanya. Indah, pahit, manis, getir sudah mereka lakoni bersama. Aryan yang menjadi idola dan The most wanted SMA mereka, seringkali membuat Ajeng cemburu. Lawannya bukan hanya teman senagkatan, tetapi para kakak kelas. Aryan yang mantan ketus OSIS tentu saja memiliki banyak relasi pertemanan dengan kaum hawa dan Ajeng tidak menyukainya. Sejak awal Ajeng berharap Aryan tidak melirik wanita lain selain dirinya. Berbagai cara ia lakukan, tetapi tetap saja Aryan tidak berubah. "Jeng, ada customer!" seru Brian rekan kerjanya di mini market tempatnya mencari nafkah. Ajeng menoleh dan berlari ke kasir, posisinya nyamannya dua tahun ini. Ajeng tidak menampik, tempat kerjanya yang sekarang adalah usulan dari Aryan. Kekasihnya yang menyarankan untuk melamar ke mini market tersebut. Meskipun, awalnya ragu. Ajeng pun menerima bahkan sudah terlanjur nyaman dengan pekerjaannya. Saat ini ia sudah menjadi karyawan tetap mini market tersebut. Ajeng sangat bersyukur dan berterima kasih kepada kekasihnya. "Terima kasih, kak. Ada lagi yang bisa saya bantu," ucap Ajeng ramah melayani customer. "Makasi, kak, cukup," jawab customer tersebut menerima belanjaannya dari Ajeng. "Selamat datang dan selamat berbelanja di yesmart." suara lantang rekan kerja pria Ajeng menyambut customer yang membuka pintu. Customer itu tersenyum datar menatap ke arah pemuda yang berdiri di samping Ajeng menghitung jumlah stok yang baru dikirim tadi siang. "Udah belom, Jo?" tanya Ajeng yang bersiap mematikan tombol power komputer kasirnya. Jam kerja mereka sudah bakhir sepuluh menit yang lalu. Namun, karena masih ada beberapa customer yang mengantri di meja kasir dengan sabar Ajeng melayani. "udah, yuk! Udah malam juga," ajak Johan kepala tokonya. Johan jarang-jarang ambil shift malam, tapi beberapa bulan ini ia terlihat lebih sering shift malam bareng dirinya. Ajeng juga bukan tidak peka, ia hanya pura-pura tidak mengerti Johan memiliki perasaan yang berbeda dengannya. "Aku temenin sampai rumah, Jeng," tawar Johan saat Ajeng mengunci pintu mini market. "Terima kasih, aku ada janji hari ini," tolak Ajeng dengan halus. "Kamu kok, mau-maunya sih, Jeng jalan sama cowok kayak pacar kamu itu. Mana gak perhatian. Masa pacarnya dibiarkan berangkat kencan sendiri?" kata Johan memengaruhi Ajeng. "Duluan ya, Jo!" pamit Ajeng mengabaikan kalimat mengenakan dari Johan. Tak urung kalimat menyesatkan Johan tadi menganggu dan mengusik hatinya. Ia sedikit membenarkan ucapan Johan. Aryan memang jarang mengekspor hubungan mereka. Apalagi posting di sosial media layaknya pasangan lain saja tidak pernah dilakukan. Hubungan mereka selama ini benar-benar tidak terjamah sosial media. Meskipun, hubungan mereka bukan lagi rahasia umum sosmed Aryan benar-benar tidak meninggalkan jejak apapun tentang momen mereka berdua. Pernah Ajeng menanyakan dan mengekspor hubungan mereka yang tidak ingin diekspos di sosmed. Jawaban Aryan memang masuk akan dan bisa diterima akal. Namun, kalimat beracun Johan barusan benar-benar mengusiknya. "Jeng!" sebuah suara memanggil dan melambai padanya. *** Berambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD