Wanita Hamil Yang Terus Terbayang

1232 Words
Kamar 001 adalah kamar VVIP hotel ini. Uang sewa permalamnya paling mahal jika dibandingkan dengan kamar-kamar yang lain. Sang penyewa biasanya adalah orang kaya raya atau konglomerat. Yang pasti yang merasa mampu mengeluarkan begitu banyak uang hanya demi menginap satu malam saja. Kini Widi sudah sampai di depan kamar 001. Dia menghela nafas panjang, mencoba memantapkan mental menghadapi tamu di kamar ini yang belum dia ketahui bagaimana sifatnya. Setelah dirasa cukup berani, dia pun mendekatkan bibir ke alat semacam intercom yang tertempel di dinding dekat pintu. “Housekeeper....” ucap Widi dengan suara agak tinggi. Selanjutnya di berdiri manis menunggu pintu dibuka. Tak lupa, Widi mengusap peluh yang mengalir di kening. Dia ingin terlihat baik di depan tamu bukan sembarangan itu. Klak. Pintu terbuka. Dari baliknya muncul pria yang menggunakan handuk kimono. Sepertinya pria itu akan mandi. Widi tertegun. Bukan apa, pria itu berwajah teramat tampan dengan alis tebal dan hidung yang mancung. Rahangnya pun kokoh dengan jambang halus. Tapi ini bukan saatnya untuk mengagumi. Dia sedang bekerja. Widi pun kembali fokus. "Selamat siang, tuan. Saya housekeeper yang akan membersihkan tumpahan air kopi di kamar anda." Tak langsung menanggapi apa yang dikatakan Widi, pria yang bernama Arion itu malah memperhatikan Widi dari atas ke bawah. Dahinya kemudian mengernyit begitu pandangannya terhenti di perut besar Widi. “Kamu yang mau membersihkan tumpahan air kopi?” tanya Arion dengan suara pelan tapi tegas. Aura seorang bos besar terlihat jelas. Itu membuat jantung Widi berdegup lebih kencang dari sebelumnya karena Arion terkesan tak menyukainya. “I-iya tuan.” "Yakin kamu akan bersih-bersih dengan perut yang buncit begini?" "Ya-yakin, tuan. Dari awal kehamilan saya terus bekerja tanpa kendala apa pun hingga saat ini," jawab Widi mencoba menghilangkan keraguan yang tampak jelas di wajah Arion. Arion terdiam beberapa saat seperti merenungi sesuatu sebelum akhirnya berkata, "Baiklah. Silahkan masuk." Dia pun menyingkir ke sisi pintu. Maksud hati memberi jalan pada wanita berperut buncit itu agar mudah untuk melangkah. Widi mengangguk. "Terima kasih, tuan." Lalu dia melangkah masuk dengan tubuh yang agak dibungkukkan. Dia langsung menuju area yang terkena tumpahan kopi. Yaitu meja dan karpet beludru. Tak menunda, Widi langsung membersihkannya. Meja cukup gampang. Tapi tidak begitu dengan karpet. “Berapa bulan usia kandunganmu?” Widi terhenyak. Pelan dia menoleh pada Arion. Pria itu memperhatikannya dengan seksama. Dan mungkin sejak tadi. Tapi kenapa pria itu terus memperhatikannya begitu? Apa karena kehamilannya? “Sudah sembilan bulan, tuan," jawab Widi singkat. Dia lalu membuang pandang dari Arion ke karpet beludru yang sedang dibersihkannya. Meskipun tampan, aura berkuasa Arion membuat bulu kuduknya berdiri. “Itu artinya sudah hampir melahirkan." “I-iya, tuan. begitulah.” “Kenapa tidak resign?” Widi mengulum bibir bawahnya. Apakah tamu penting ini tidak menyukainya sampai memintanya resign? “Rencananya kalau sudah melahirkan, tuan." “Tapi perutmu yang besar itu membuat ngilu orang yang melihat." Widi menelan saliva. Ternyata benar, Arion tak menyukainya. Mungkin karena perutnya yang gendut ini. Beberapa orang memang tidak suka melihat wanita hamil bekerja. Dianggap tidak enak dipandang. Dan pria ini mungkin termasuk di antaranya. Tangan Widi berhenti bekerja sejenak. "Maaf jika tuan tidak suka. Saya akan membersihkan karpet ini dengan segera dan kemudian keluar dari kamar ini." Lalu kembali membersihkan karpet. Arion menghela nafas panjang dengan terus memperhatikan Widi. Ada yang mengganggu pikirannya saat ini begitu melihat Widi untuk pertama kali di depan pintu. Akan tetapi, dia tidak mau larut dalam pikiran yang tidak-tidak. Arion pun meninggalkan tempatnya menuju kamar mandi. Begitu sampai kamar mandi, Arion langsung membuka handuk kimono di tubuhnya dan menyalakan shower. Tubuhnya yang kekar dan atletis langsung basah terkena air. Tapi sepanjang mandi, wajah Widi terus membayang di pelupuk mata." “Ah, kenapa wanita hamil itu terus ada di otakku?" geram Arion. Dia menarik handuk kimononya dari gantungan dan memakainya lagi. Ketika dia keluar kamar mandi, Widi masih ada di sana. Wanita itu tampak begitu berusaha membersihkan karpet yang terkena air kopi agar kembali bersih tanpa noda. Nyesss. Ada rasa sejuk yang menyentuh hati Arion yang sudah lama mati dari makhluk yang namanya perempuan. Cepat Arion menepis rasa itu. Dia segera melanjutkan langkah hingga ke ruang walk in closet yang memang disediakan di kamar itu. Setelah memakai baju, barulah dia keluar dari sana. Pada saat bersamaan, Widi sudah menyelesaikan tugasnya. Wanita itu sedang kepayahan berdiri dari duduknya. Tangan kiri memegangi perutnya yang buncit sedangkan tangan kanan memegang peralatan kebersihan. "Tuan, saya sudah selesai. Jadi saya permisi keluar," ucap Widi penuh hormat. Arion memperhatikan Widi, lalu menjawab, "Hum, pergilah." "Baik, tuan." "Widi berbalik. Dengan langkah pelan dia melangkah menuju pintu. Tapi belum juga sampai, Widi mendadak menghentikan langkahnya dengan tangan semakin erat memegangi perut buncitnya. Perutnya teramat sakit. "Aduh! Aaaaah!" Arion tersentak kaget. Dia langsung berlari ke arah Widi. “Kamu kenapa?” Widi menggeleng lemah. “A-aku tidak tau. Ta-tapi sakit sekali. Aku tidak tahan lagi. Aaaaah...!” “Jangan-jangan kamu mau melahirkan." Widi tak lagi bisa menjawab. Perutnya semakin sakit saja. Karena tidak tahan menahan rasa sakit itu, tubuhnya tidak sanggup berdiri lagi. Widi jatuh ke samping. Untungnya langsung ditangkap oleh Arion sehingga dia jatuh di pelukan pria tersebut. "Ah, sial!" gerutu Arion. Dengan tangan kanan tetap memeluk Widi, tangan kirinya mengeluarkan ponsel dari saku celana. Dia menelpon seseorang. “Bram, ke kamarku sekarang!” Beberapa detik kemudian, Bram muncul. Sejak awal pintu kamar memang tidak dikunci. Bram tampak bingung dengan apa yang dilihatnya. “Ada apa, tuan? Kenapa dengan wanita ini?” “Masih tanya? Kamu lihat sendiri kalau wanita ini sepertinya akan melahirkan, bukan?" jawab Arion kesal. Bram melotot. “Melahirkan? Oh My God! Kalau begitu biar saya panggilkan ….” “Itu hanya akan menghabiskan waktu! Kita saja yang membawanya ke rumah sakit sekarang! Lift di depan kamar ‘kan langsung menuju parkiran?” “Tapi kenapa harus kita, tuan? Anda ini ‘kan ….” “Apa kamu mau bertanggung jawab jika ada apa-apa dengan wanita ini dan bayinya? Akan membutuhkan waktu lama kalau harus menunggu orang lain lagi!” Bram mengangguk takut. Arion terlihat sangat emosi. “I-iya, tuan. Ayo kita saja yang membawanya.” Keduanya lalu menuntun Widi menuju lift dengan hati-hati. Dua puluh menit kemudian, Widi sudah sampai di rumah sakit dan berbaring di ranjang bersalin. “Ini yang bertanggung jawab siapa ya?” tanya dokter yang ada di sana. “Sepertinya anda bukan suaminya?” tebak dokter itu karena melihat penampilan mereka yang kontras. Apalagi Widi jelas memakai seragam housekeeper hotel. “Aku memang bukan suaminya tapi biarkan aku yang bertanggung jawab,” jawab Arion tegas. “Tuan, jangan. Biar suami saya yang bertanggung jawab.” Dengan wajah meringis Widi menyahut. Dia lalu mengeluarkan ponsel dari saku bajunya. “Tolong telpon suami saya dan minta dia untuk datang.” Arion menerima ponsel itu. “Kamu tulis dengan nama apa suamimu di sini?” “Mas Bara.” “Baiklah nanti aku telpon. Aku keluar dulu.” Bersama Bram, Arion meninggalkan ruangan bersalin. Dia tidak mungkin terus ada di sana karena Widi bukan istrinya. Lalu dia menjalankan amanah Widi untuk menelpon suami wanita tersebut. Panggilannya tersambung. Tapi orang yang ditelpon tidak juga menerima panggilannya. Arion mencoba lagi dan lagi. Hingga yang kedua belas kali, telponnya diterima. Namun, dia belum sempat berbicara apa pun ketika orang yang ditelpon sudah berteriak. “Kenapa telpon-telpon aku terus?! Aku lagi sibuk berbelanja! Kalau mau bilang sesuatu apa tidak bisa di rumah?! Mengganggu saja!” Tep. Telpon dimatikan. Wajah Arion memucat seketika. Pun langsung terdiam. Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD