Tidak Ada Keluarga Dominico yang Lemah

1321 Words
Mark kembali menegak air putih itu. Ia merasa kerongkongannya begitu kering meskipun entah sudah berapa gelas air yang membasahi kerongkongannya ini. Tapi setidaknya, jantungnya sudah berirama lebih lambat dari sebelumnya. Kedatangan wanita paruh baya tadi sukses membuat Mark mengawali hari ini dengan suasana yang kurang baik. Namun, ia tidak menyesal untuk tidak membalas tindakan wanita itu, meskipun ia masih merasa kalau pipinya terasa perih akibat tamparan itu. Bukan hanya di pipinya, hatinya juga turut merasakan perih dengan semua kalimat yang masih melayang-layang di benaknya saat ini. Tanpa perkenalan apapun, wanita itu langsung memberikan tamparan terbaik yang pertama diterima oleh Mark selama hidupnya. Ia tidak tahu kenapa wanita itu melakukan perbuatan seperti itu kepada dirinya Namun, ia yakin, jika sepertinya wanita itu adalah salah satu orang yang menginginkan tahta Dominico Corporation. Kehadiran dirinya, tentu saja akan menjadi tambahan hambatan lagi. Tahta itu tidak akan dengan mudah diserahkan kepadanya. Namun entah kenapa, ada keyakinan di dalam hati Mark jika ia memiliki peluang yang cukup besar. Mengingat Erwan sendiri yang sudah mengatakan semuanya. Terlebih dirinya sudah disambut dengan semua fasilitas ini. “Perut lo nggak kembung apa, Mark?” “Ahh! Sialan, kaget gue. Gue pikir ada hantu di sini.” Keluh Mark saat kalimat Elton sukses membuyarkan kalimatnya. “Kampret!” Elton mengambil posisi duduk di depan Mark. “Udah lama lo berdiri di sana tadi? Kok tau gue udah minum banyak banget?” “Belum sih. Kayaknya baru lihat lo minum tiga gelas. Gue udah berdiri di sini, tapi lo sama sekali nggak sadar. Kenapa sih bangun sepagi ini? Nggak nyenyak? Dasar orang kampung. Memang lebih nyenyak tidur di kos ya. Jam sebelas masih ngerengek minta tidur lagi. Di sini, matahari aja baru ngintip, tapi lo udah melek, bro.” “Yah. Belum terbiasa gue. Mungkin karena gue deep sleep, jadi udah cukup jam tidur gue.” “Deep sleep?” cibir Elton. “Atau kena kecup hantu di sini lo, ya?” “Hah? Apaan sih.” “Itu pipi lo. Merah banget. Siapa sih yang belain pas tidur.” “Hmm ... ya gitulah. Pagi-pagi udah dapat sapaan baru gue.” “Maksud lo?” TING TONG .... Dering bel pintu mengalihkan suasana pembicaraan mereka. “El, bisa tolong bukain pintunya?” “Paling Pak Ken, Mark. Tunggu bentar di sini. Gue bukain dulu.” “Iya, thanks ya.” Mark memejamkan kedua matanya, jemarinya mengurut keningnya karena kepalanya terasa cukup sakit memikirkan hal pagi ini. Ia menghela napasnya berulang kali. “Mark .... apa gue bilang. Nih, Pak Ken yang datang,” ujar Elton yang kembali membuyarkan pikiran Mark. Elton dan Kendrick sudah duduk di depan Mark. Mark memaksakan senyum terbaiknya kepada lelaki bertubuh tegap yang kali ini datang hanya mengenakan jaket kulit hitam itu. “Pak Ken, nggak usah repot-repot bawan kita sarapan,” ujar Mark masih dengan senyuman paksanya itu. “Pak Ken kayak pakai telepati, Mark. Dia tau aja kita orangnya early bird,” celetuk Elton. “Bakmi terenak di sekitar apartemen ini, Mark,” seru Kendrick kepada Mark. “Gue ambilin mangkok aja ya, untuk tuangin kuahnya,” ujar Elton lagi yang kemudian berlalu dari hadapan mereka berdua. “Mark, gimana tidurnya hari ini? Nyenyak di kamar kamu?” “Iya, nyenyak banget, Pak. This is so great.” “Karena itu kamu bangun sepagi ini?” “Ya, mau nikmatin suasana paginya, Pak,” jawab Mark lagi sekedarnya. “Suasana pagi dengan pipi semerah itu?” Mark terkesiap. Ternyata lelaki ini memperhatikan warna pipi Mark yang masih meninggalkan warna merah itu. Tangan Mark langsung mengelus pipinya dengan pelan. “Ah, ini. Tadi saya tidur terlalu lama dengan satu posisi aja. Sepertinya karena bantal, Pak,” jawab Mark sekedarnya. Mark tidak berniat untuk menceritakan kejadian pagi ini. Entah kenapa, ia hanya takut jika ia salah ambil langkah. Sehingga, menyembunyikannya seorang diri sudah menjadi pilihan terbaik bagi Mark. Kendrick tertawa tipis seraya menggelengkan kepalanya mendengar jawaban Mark. Ia menumpukan kepalanya pada satu tangannya dan memandangi wajah Mark. “Kamu tau, kenapa saya bisa datang sepagi ini? Tenang saja, saya tidak ada akses CCTV di sini, Mark. Jadi saya tidak tau apa kamu sudah terbangun atau belum, seharusnya.” “Karena ... entahlah, Pak. Saya tidak tau. Kenapa Anda menghampiri saya sepagi ini?” “Saya yakin, saya bukan tamu pertama kamu hari ini. Bukan begitu, Mark?” Mark tidak dapat mengedipkan matanya selama beberapa detik saat mendengar ucapan Kendrick. Sepertinya lelaki ini tahu jika dirinya sudah menyembunyikan sesuatu darinya. “Mark, kamu tidak usah takut salah bicara. Kamu tidak salah jika mengatakan kejadian hari pagi tadi. Saya tau, kalau saya orang keempat yang datang ke sini untuk hari ini.” “Bagaimana Pak Ken bisa tau?” “Hmmm .... apakah tamparannya cukup keras? Sepertinya saya tidak usah menanyakan hal tersebut melihat pipi kamu masih semerah ini.” “Apa?! Siapa yang berani nampar lo, Mark?” ujar Elton yang mengagetkan mereka berdua. Elton meletakkan mangkuk yang dipegangnya. Lalu kedua tangannya langsung melihat pipi Mark yang baru ia sadari semerah itu. “Dasar cumi. Ngomong kek kalau ada yang nampar lo. Gila, siapa sih yang udah nampar teman gue. Dia nggak tau apa kalau temen gue adalah calon dari Dominco Corporation. Nanti bisa kita laporin ke Pak Erwan kalau ini.” “Dia itu, Ibu Amanda Dominico.” “Bentar bentar. Amanda Dominico? Itu, bukannya adalah istri dari Pak Erwan?” tanya Elton. “Kamu sepertinya sudah menyelidiki dengan cukup baik, El,” balas Kendrick seraya menungakan air ke dalam gelasnya. “Kenapa dia nampar lo, Mark? Lo ada salah ngomong atau apa nggak?” “Nggak ada,” Mark menggelengkan kepalanya dengan malas. “Baru buka pintu udah ditampar gitu aja. Gue baru nampilin muka doang.” “Kamu tidak usah khawatir lagi. Saya sudah minta pengelola gedung, untuk memastikan kalau akses ke lantai kamu ini hanya khusus untuk kamu dan saya. Tentu saja Pak Erwan juga, walaupun saya yakin dia juga tidak akan berniat ke sini.” “Wahh, apa karena dia tidak suka dengan kehadiran Mark, Pak Ken?” tanya Elton lagi. “Yah, seperti itulah. Kehidupan konglomerat tidak seindah dengan yang ada di pemberitaan media, El. Saya tidak akan menjelaskan apapun. Tapi, saya hanya ingin kamu menjadikan hal ini sebagai acuan semangat. Ini tidak akan mudah, Mark. Tapi, saya pastikan kalau kamu akan melakuinya jika kamu mengikuti semuanya. Tentu saja, kamu harus terbuka dengan saya juga tentang apapun yang membebani kamu.” “Iya, Pak Ken. Maafkan saya. Saya hanya, saya merasa kalau itu bukanlah hal yang harus saya katakan. Itu akan menambah beban anda.” “Kamu tidak akan terlihat lemah dengan melaporkan semua hal yang terjadi kepada kamu, Mark. Saya bukan cenayang yang bisa selalu mengetahui tentang kamu secepat kilat. Kamu paham, Mark?” “Iya, Pak. Terima kasih. Saya tidak akan menyembunyikan hal-hal seperti ini lagi lain kali.” “Mark Mark. Kasihan banget sih lo. Cewek-cewek pada nyakitin lo semua ya. Padahal lo nggak ada salah apapun sama mereka. Pak Ken tau nggak. Dulu juga dia pernah ditampar sama cewek.” “Oh ya?” tanya Kendrick yang terlihat tertarik dengan pembahasan Elton. “Hah? Kapan?” tanya Mark yang tidak mengerti. “Sama mantannya, Pak Ken. Ditamparnya sakit banget. Namanya Pearl. Tapi pakai kata-kata ditamparnya. Padahal temen saya ini, nggak ada salah apa-apa.” “Sialan, El!” omel Mark saat lelaki itu mengungkit masa lalu yang cukup menyiksanya. “Yang penting sekarang, jangan pernah biarkan wanita manapun menampar kamu lagi. Apalagi dengan semua yang sudah dan akan kamu terima Mark.” Kendrick tertawa kecil lalu menjentikkan jarinya di hadapan Mark. “Tidak ada keluarga Dominico yang lemah. Anggap saja, tadi itu permulaan karena kamu baru akan menjadi anggota keluarga Dominico. Jangan dimasukkan ke hati perbuatan Ibu Amanda tadi.” “Tenang saja, Pak. Saya tidak akan membalasnya.” “Cool! Mari kita mulai melakukannya. Seperti kata kamu, let’s make it happen.” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD