Tempat Kamu Bukan Di Sini!

1502 Words
“Woaahh!!” Elton menghempaskan tubuhnya dengan kuat di atas ranjang berukuran queen size itu. “Heh, lo nggak tidur di sini ya. Ini khusus buat gue,” ujar Mark yang duduk di sebelah Elton. Mendengar kalimat Mark, Elton mengambil posisi duduk dan menatap Mark beberapa detik dengan senyum tipis. “Deal! Jadi gue tidur dimana?” “Dimana aja, asal jangan di kamar gue.” “Cool!” jawab Elton tanpa perlawanan. “Dimana aja itu, setidaknya lebih baik daripada kamar kos gue. Setidaknya, gue bisa tidur dengan tenang tanpa dengar suara ibu kos yang nagih-nagih duit kos lagi.” “Iya. Selesain skripsi dan kita harus lulus sidang semester ini, El.” “Tenang aja.” Elton menepuk-nepuk sebelah sisi pundak Mark. “Itu ‘kan memang udah jadi target awal gue. Jadi, itu bukan sebuah beban buat gue. Malah gue semakin semangat. Setidaknya, sekarang lo udah bareng sama gue di bab empat. Sedikit lagi. Olah data lo pokoknya.” “Iya bawel.” “Tapi, Mark. Gue bener-bener nggak nyangka kalau darah yang mengalir di diri lo itu, ternyata adalah darah konglomerat, bukan darah melarat.” “Sialan lo!” Tangan Mark sudah mendorong wajah Elton dengan cukup kuat. “Tapi, Mark. Gue masih nggak nyangka aja. Kejadian hari ini benar-benar membuat hidup kita jadi berubah. Untuk pertama kalinya, gue merasa penantian gue selama ini berbuahkan hasil. Emang ini adalah bentuk investasi terbaik gue, menyia-nyiakan waktu gue untuk temenan sama lo.” Satu kepalan tangan Mark sudah berada tepat di depan wajah Elton dan membuat sahabatnya itu tertawa kecut. “Gue juga bingung. Rasanya masih kayak mimpi. Pagi ini gue masih tidur di kosan tanpa adanya semangat hidup. Malam ini, gue udah akan tidur di ranjang seempuk ini. Di lantai setinggi ini, dengan status baru.” “Calon anak Dominico?” “Lo udah tau semuanya?” “Not everything. Tapi sepertinya begitu. Gue cari di internet, nggak ketemu dengan jelas silsilah keluarga Dominico. Yang pasti, istri dia ....” “Istri dia bukan nyokap gue, El.” “Ya, itu maksud gue. Apa dia nggak punya anak atau apa ya dari pernikahan dia?” “Gue nggak peduli sih. Apapun itu, gue yakin jalan gue nggak akan mudah. I won’t miss this chance, El.” “You must be prepared for something great, Mark.” “I guess so. Yeah, this is life. So unpredictable. But when you give up, sometimes destiny will guide us, to somehing better.” “Woaahhh ... gila baru kali ini gue denger kalimat se-wise itu dari lo, Mark. Lo tau, lo boleh anggap gue kayak saudara angkat sekarang, Mark. Gue siap mendampingi lo. Apapun itu.” “Ah, sotoy!” Mark menyungginkan senyumnya disertai dengan satu toyoran kecil untuk Elton. “Kalau gini aja lo merasa beruntung ya temenan sama gue. Padahal gue juga tau, karena memang nggak ada orang lain, selain gue yang pasrah temenan sama lo, El.” “Ya ya ya, apapun itu Tuan Mark,” balas Elton menirukan ucapan Kendrick kepada sahabatnya ini. “Iuh, do not call me like that. Gue udah ngomong sama Pak Ken untuk manggil gue dengan nama aja.” “Kenapa? Itu keren kali! Macem drama Korea tau itu.” “Aneh aja. Lagian, gue juga nggak nyaman dengan panggilan kayak gitu.” “Ya udah, kalau gitu, sekarang kita harus siap-siap untuk ngerayain ini. Cepetan mandi, ganti baju, pake semua parfum Chanel yang ada di sini. Honda Civic udah siap membawa kita keliling ibukota.” “Ehhh, nggak, El.” Mark menggelengkan kepalanya. “Why? We must celebrate it, right?” “Apa Pak Andre nggak bilang ke lo, kalau ini adalah rahasia? Apa lo mau kita ditendang dari sini?” “I-iya, gue tau ini rahasia. Tapi kita mau rayain aja. We need to celebrate it, Mark. Ke bar gitu. Tenang aja, gue nggak akan malu-maluin di tempat clubbing nanti kok.” “El, apa lo lupa kalau Erwan Dominico itu bukan orang sembarangan? Kalau kita salah langkah satu kali aja, gue yakin kita selesai. Gue nggak akan berani ambil resiko itu, El.” “Yah, baiklah.” Elton mengangkat kedua bahunya. “Sorry, gue nggak kepikiran sampai sana. Baiklah, kita akan jalanin ini dengan sangat pelan.” “Yep, it supposed to be like that.” “Lalu, apa yang harus lo lakukan, Mark? Gue yakin kalau ini nggak akan mudah dan gratis.” “Bagaimana dengan lo?” “Gue? Kata Pak Andre, gue harus selesain kuliah. Lalu, gue akan disekolahin magister di kampus swasta mewah di sini, lo taulah nama kampusnya apa ‘kan. Kalau nilai gue bagus dan akan direkrut kerja di kantor bokap lo—“ “Calon bokap gue,” ujar Mark memotong kalimat Elton. “Ya, calon bokap lo maksud gue. Gue akan direkrut, kalau nilai magister gue bagus. Gila, gue pikir habis lulus S1, gue akan jadi kacung corporate dengan gaji UMR, Mark. Ternyata gue masih bisa sekolah lagi. Walaupun otak gue nggak encer banget, tapi ternyata keberuntungan gue besar juga. Jangan khawatir, gue nggak akan ngecewain lo. Kita akan kuliah bareng lagi, gue akan jadi penyemangat lo lagi, Mark.” “El ....” Mark mengerutkan keningnya. “Kenapa?” “Gue nggak akan kuliah di sini. Bokap gue bilang kalau gue akan dikuliahin di luar negeri dan gue bahkan nggak tau di negara mana.” “Ohh .... Iya ya, gue lupa kalau lo akan jadi calon penerus Dominco Corporation. Mana mungkin lo akan kuliah bareng gue lagi.” Elton menyampaikan senyum kecutnya. “Tapi, apapun itu, kita harus janji kalau kita nggak akan extend dan akan lulus tepat waktu, Mark.” “Tentu saja! Kali ini akan berbeda, El.” “Cool! Gue juga udah dikasih duit bulanan tau nggak. Udah ditransfer ke rekening gue. Sepuluh juta, Mark. Gue akan dikasih rutin tiap bulan. Gue siap traktir lo tiap hari deh kalau kayak gini.” “Waw, congrats, El. Tapi lo nggak usah traktir gue. Tabung aja dan pakai untuk diri lo sendiri.” “Uhhh, sombongnya lo.” Elton menyipitkan kedua matanya. “Ngomong-ngomong, duit jajan lo berapa? Lo aja yang traktir gue sesekali kalau gitu.” “Ehmm ....” Mark menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal itu. “Se-seratus.” “Ohh ... seratus.” Elton melipat kedua tangannya di d**a sebelum raut wajahnya berubah dengan alis yang mengerut. “Seratus juta maksud lo?!!” “Ehmm ... Mendingan sekarang lo pilih mau tidur di kamar mana. Di sini ada empat kamar. Yang pasti, kamar ini sama kamar sebelah gue jangan,” balas Mark yang tidak ingin menjawab secara gamblang pertanyaan Elton. “Kenapa jangan sih kamar sebelah lo?” “Gue, gue nggak mau aja terlalu deketan sama lo. Jadi, lo pilih kamar agak belakangan aja.”: Kedua mata Elton membulat dan rahangnya mengeras mendengar ucapan Mark. Namun ia segera mengubah raut wajahnya menjadi senyuman terbaik. “Baiklah, tetap lebih baik daripada tinggal di kos. Thank you, Mr Domonico Junior wannabe.” *** Tidurnya terasa sangat nyenyak. Namun, saat matahari saja masih malu-malu untuk bangun, Mark sudah mendengar suara bel pintu yang berbunyi. Ia mengusap kedua matanya dan memaksa dirinya untuk bangun. Mungkin saja itu adalah Kendrick, batin Mark. “Uh, kenapa sih Pak Ken nggak telepon aja. Huft ....” Dengan sedikit tenaga yang baru terkumpul, Mark akhirnya beranjak dan berjalan ke depan untuk membuka pintu. “Selamat pagi, Pak Ken,” ujar Mark dengan kelopan mata yang masih belum bisa terbuka dengan sempurna. PLAKKK!! Satu tamparan keras sukses mendarat di pipi Mark dan membuat seluruh kesadaran Mark seketika datang. Ia mengerutkan keningnya, melihat seorang wanita paruh baya yang masih tampak cantik berdiri di hadapannya. Dua orang lelaki bertubuh tegap berdiri di belakang wanita asing ini. Ia tidak mengenal wanita ini, namun seketika otaknya memberitahukan jika sepertinya ia pernah melihat wajah wanita ini, meskipun ia tidak tahu dimana. Mark tidak berniat untuk membalas tamparan wanita paruh baya ini. Meskipun pedih itu masih memerahkan pipinya. Ia memaksakan senyum tipis kepada wanita ini. Mark yakin, jika wanita ini adalah anggota keluarga Dominico sehingga ia mempunya akses untuk mencapai lantai apartemen ini. “Good morning. May I help you?” tanya Mark dengan nada sesopan mungkin. “Lancang sekali kamu. Berani-beraninya kamu masih tersenyum di depan saya. Dasar anak haram!” Kalimat pedas itu semakin menunjukkan jika wanita ini benar-benar sudah membentuk lingkaran permusuhan antara dirinya dengan wanita itu. Tampaknya wanita ini juga sudah cukup mengenal Mark, mengingat ia tahu jika Mark adalah anak di luar pernikahan Erwan. “Mohon maaf, Bu—“ “Kamu pikir kamu siapa? Bahkan kamu tidak pantas memanggil saya.” “Maaf, tapi saya benar-benar tidak mengerti dengan semua ini.” “Kamu dengar baik-baik!” Wanita itu mengacungkan telunjuknya tepat di depan mata Mark dengan alis yang menukik tajam. “Ini tidak akan mudah. Tempat kamu bukan di sini, anak haram. Jadi, lebih baik kamu pergi sendiri, selama saya masih meminta dengan cara yang baik-baik.” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD