3. Tanggung Jawab

1230 Words
“Diam-diam ternyata kamu hamil anak orang lain. Kamu kumpul kebo sama siapa?” tanya sang Bibi, adik dari ibunya. Nilam terdiam dan menunduk pasrah kena omel bibinya. Ia baru saja sadar, karena ia pingsan didekat tangga, untungnya ada orang yang menolong, jika tidak Nilam akan jatuh dari tangga. “Ma, kok bisa yaa ada orang kayak dia. Demi biaya pengobatan ibunya malah jual diri.” Sinar—sepupunya—juga ikut bicara. “Ayo kita gugurkan kandunganmu dan Bibi nikahkan kamu dengan juragan perkebunan teh. Dia bisa bayar berapa pun asalkan kamu mau, biaya pengobatan ibumu gampang.” “Menikah dengan orang tua menang nasibmu.” Sinar tertawa mengejek. “Demi ibumu, ayo menikah lah dengan pilihan Bibi.” “Nilam gak mau, Bi.” “Apa? Gak mau? Ibumu itu punya hutang 20juta sama Bibi, hanya dengan menikah dengan Juragan Dadang kamu bisa membayarnya. Jangan karena ibumu sakit kamu malah tidak mau bayar hutang.” “Nilam pasti akan bayar, Bi. Beri Nilam waktu.” “Apa yang bisa orang hamil lakukan? Kamu gak akan bisa dapat uang sebanyak itu.” “Tapi, Nilam gak mau nikah sama juragan itu.” “Emang siapa lagi yang mau menikahi kamu? Apalagi dalam keadaan hamil yang gak tahu hamil anak siapa. Kamu gak usah sok suci.” “Pokoknya Nilam gak mau!” Plak! Tamparan bibinya mengenai pipi Nilam, padahal Nilam sudah sangat kurus, ditambah tamparan itu yang sakit, membuat kepala Nilam semakin sakit. “Kamu memang tidak tahu terima kasih, tahunya hanya merepotkan.” Sang Bibi menarik rambut Nilam dan menjatuhkan Nilam dari ranjang pasien. Semua orang hanya bisa melihat, tak ada yang berani ikut campur. Satu tamparan lagi mengenai wajah Nilam, semakin menyiksa. “Lepaskan dia!” teriak seseorang membuat semuanya menoleh melihat ke arah suara itu. Nilam membulatkan mata ketika melihat King datang bersama orang-orangnya. “Siapa yang berani menyentuh orangku?” tanya King. “Tangan mana yang menampar Nilam?” “Siapa kamu?” “Ma, dia King Haidar,” bisik Sinar. “Siapa itu?” “Ah Mama gak akan ngerti walau di jelaskan.” “Patahkan tangan yang berani menampar Nilam.” Beberapa bodyguard, menarik tangan Sri dan Sinar, lalu membalas tamparan yang sudah mereka berikan kepada Nilam. Keduanya merintih kesakitan. Sementara itu, King menggendong Nilam ala bridal style dan membawanya pergi dari kamar tersebut. King membawa Nilam ke kamar yang lebih besar dan hanya ada satu ranjang pasien. King menurunkan Nilam ke atas ranjang pasien dan menyelimutinya. Belum juga Nilam bertanya, seseorang datang, Nenek Lena datang dan menghampiri keduanya. “Nama kamu Nilam?” Nilam mengangguk. Nenek Lena meraih tangan Nilam dan menepuknya. Nenek Lena tersenyum dan berkata, “Mulai sekarang kami tidak akan membiarkanmu terluka lagi dan menanggung beban sendirian.” “Oh iya kenalkan ini nenekku,” kata King. Nilam mengangguk dan belum mengerti situasi saat ini. Nilam diselamatkan oleh King, lalu King tahu drimana ia di sini? “Besok kalian harus menikah.” “Apa? Nek, itu mendadak.” King menggeleng. “Kita juga belum bicara pada Wanda.” “Apanya yang mendadak? Kalian harus menikah, sekarang Nilam tengah hamil ahli waris keluarga Sanjaya. Jadi, kamu harus memperlakukannya dengan baik.” “Tapi—” Nilam hendak bicara. “Sudah. Semua urusan serahkan pada Nenek, kamu tinggal menikah saja dengan King. “Ya sudah, Nenek pergi dulu. King, jangan ke mana-mana temani Nilam dan perlakukan dia dengan baik.” King mengangguk. King juga yakin jika anak yang Nilam kandung adalah anaknya karena perawan Nilam, yang nikmati pertama kali adalah dirinya. “Tuan King yakin mau menikahi saya?” tanya Nilam. “Seperti yang kamu dengar dari Nenek.” “Tapi—” “Saya sudah bilang, saya pasti akan bertanggung jawab. Ikuti saja kata Nenek, kamu juga butuh uang, kan?” “Tidak semua hal membutuhkan uang.” “Tapi kamu membutuhkannya.” *** Nenek Lena mengajak seluruh keluarga berbincang, bahkan terkhusus menyuruh Eren pulang ke Jakarta untuk membicarakan rencananya menikahkan King dan Nilam. “Ada apa ini? Kok semuanya tegang?” tanya Eren. “Eren, Nenek mau bicara kepadamu.” Nenek Lena memegang paha Eren. “Ada apa, Nek? Bicarakan saja. Bukankah ini penting? Karena itu aku di suruh pulang hari ini.” “Sebelumnya Nenek minta maaf jika ini mengejutkanmu. Nenek khusus memintamu pulang karena ada hal yang penting.” “Iya, Nek. Apa itu?” “Izinkan King menikah lagi.” “Apa? Menikah lagi? Darimana ide itu?” “Dari Nenek langsung, karena Nenek sangat mengasihani King. Kamu sibuk kan ke luar kota, ke luar negeri. Jadi biarkan King menikah agar ada yang menemani jika kamu pergi.” “Kenapa Nenek yang meminta izin agar King poligami?” “Karena King sudah setuju.” Siapa yang mau di duakan? Siapa yang mau suaminya menikah lagi? Sudah pasti tidak ada. “Kamu juga tidak mau hamil, ‘kan? Alasannya tetap sama?” “Nek, free child kan sama saja.” Eren memandang nenek Lena. “Tapi itu tidak berlaku di keluarga Sanjaya. Siapa pun itu pewaris keluarga Sanjaya harus ada yang meneruskan. Tidak ada istilah free child.” “Tapi aku tidak mau hamil, hamil itu merepotkan, hamil itu bisa membuat tubuhku rusak, dan penuh luka. Aku tidak mau, Nek.” “Ya sudah. Kalau kamu tidak setuju hamil. Biarkan King menikah.” “Kamu setuju, Sayang?” tanya Eren menoleh menatap suaminya. “Ya kalau itu sudah menjadi keputusan Nenek.” “Kamu mau menikah dengan siapa?” King menceritakan semuanya kepada Eren tentang Nilam, Eren pun kaget tapi berusaha tenang. “Eren, kamu setuju, ‘kan?” tanya Nenek Lena. “Bu, kasih Wanda waktu.” “Kapan pernikahannya?” “Besok.” Nenek Lena menjawab. “Baiklah. Jika King setuju, aku pasti akan setuju. Lagian aku harus kembali ke Bandung hari ini.” “Kamu tidak mau menunggu pernikahan King?” “Tidak, Nek. Soalnyaa aku punya banyak pekerjaan, aku janji jika sudah selesai aku pasti akan pulang.” King dan Eren masuk ke kamar. Eren marah-marah dan mengamuk, ia tidak mungkin menerima begitu saja. “Kamu ingin kebebasan, ‘kan? Lakukan sampai kamu lelah. Saya tidak akan melarangmu. Tapi, kali ini saya tidak bisa lari dari tanggung jawab.” “Aku tidak menyangka kamu mengkhianatiku.” “Eren, dia hamil anak saya dan Nenek menyukainya. Saya bisa apa?” “Kamu setuju begitu saja?” “Nilam menolong saya di saat saya di jebak. Jadi pahamilah itu.” “Baiklah. Silahkan menikah, tapi jangan pernah berpikir posisiku sebagai Nona Muda di rumah ini kamu berikan kepada istri keduamu itu.” “Aku tidak akan memberikannya pada siapa pun.” “Kamu tidak akan mencintainya, ‘kan?” King mengangguk. *** “Saya terima nikahnya Nilam Apsari binti Arwana dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai.” Satu tarikan nafas King menyebut Ijab Qabul dengan lancar. Tanpa kendala. Nilam tidak bahagia. Karena ia tahu betul yang menikah dengannya adalah suami orang lain dan ia adalah orang ketiga dari hubungan itu. Jika bukan demi anak yang ia kandung dan demi ibunya yang membutuhkan pengobatan dengan biaya besar, Nilam tak akan mau menjadi orang ketiga. Nilam mengenakan cincin nikah, begitupun dengan King. Keduanya bertukar cincin didepan penghulu, tak ada acara megah seperti pernikahan King dan Eren, hanya ada penghulu dan kerabat dekat saja. Yang Nilam pertanyakan adalah kemana Eren? Istri pertama King? Sejak tadi tidak ada muncul.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD