Pagi ini, Nilam konsultasi ke dokter ditemani Nenek Lena dan Popi, Nilam menunduk malu ketika Dokter menjelaskan bahwa ia dan King harus mengurangi aktifitas ranjang. Bisa dilakukan sekali dalam seminggu karena usia kandungan Nilam masih cukup muda, rawan keguguran jika terlalu beraktifitas.
“Ingat kata dokter, kurangi aktifitas ranjangmu.” Popi menggoda Nilam.
“Apaan sih,” kekeh Nilam.
“Nenek akan memberitahu King,” kata Nenek Lena.
Keduanya masuk ke mobil, dimana supir sudah membuka pintu mobil untuk keduanya. Sementara itu Popi mau lanjut bekerja, dan arahnya berlawanan dengan rumah keluarga Sanjaya.
Satu kehormatan bagi Nilam, bisa berada di tengah keluarga Sanjaya, dimana Nenek Lena dan King mengharapkan kehadiran anak yang ia kandung. Walaupun sebenarnya posisi saat ini, ia tidak berhak sama sekali.
***
“Jika Nilam sudah melahirkan, kamu segera ceraikan dia.” Wanda menyesap teh yang sudah tersedia. “Karena posisi Nona Muda di rumah ini, hanya lah Eren.”
“Kenapa kamu yang menentukan hidup saya?” tanya King menatap ibu sambungnya.
“King, yang sopan kamu,” kata Wanda.
“Saya sudah katakan, apa pun keputusan saya, apa pun hidup saya, tidak ada urusannya dengan kamu.” King melanjutkan.
“Aku pulang,” seru Eren menarik kopornya.
King dan Wanda menoleh melihat Eren, Wanda menyambut Eren dan memeluknya, sementara King terlihat tak senang melihat istrinya pulang.
“Hai, Sayang, aku pulang,” ujar Eren mengecup pipi King. “Kamu senang kan aku pulang?”
“Istirahat lah, saya akan ke kantor.”
“Sayang, aku baru pulang. Kamu tak mau temani? Temani aku ya, ya, ya,” rengek Eren begitu manja.
“Temani istrimu,” kata Wanda.
“Berlebihan sekali kamu.” King melepaskan rangkulan tangan Eren.
Beberapa saat kemudian, Nilam dan Nenek Lena tiba di rumah. Ketika melihat Nilam, spontan King melepaskan rangkulan Eren yang begitu mesra.
Eren menyadari hal itu.
“Saya istirahat dulu, Nek,” kata Nilam.
“Iya, Nak. Istirahat lah.” Nenek Lena mengangguk.
Nilam lalu melangkahkan kakinya meninggalkan suaminya.
“Nenek darimana?” tanya Eren.
“Dari menemani Nilam,” jawab Nenek Lena duduk di kursi kebesarannya.
“Nenek kenapa menemani Nilam? Nenek kan butuh istirahat. Jangan terlalu semangat,” kata Eren.
“Benar kata Eren, Bu.” Wanda menimpali.
“Apa kata dokter, Nek?” tanya King melihat neneknya.
“Perkembangan janinnya bagus. Tapi, dokter bilang kalian harus mengurangi aktifitas ranjang.”
Rahang Eren terangkat, ia marah sekali ketika mendengar hal itu. Jadi, selama ia pergi King dan Nilam begitu mesra? Hingga dokter pun menyarankan seperti itu? Jika terus seperti ini, Eren akan kehilangan posisi Nona Muda terkaya di keluarga Sanjaya.
“King, temani Nilam di kamar,” kata Nenek Lena.
“Nek, saya harus ke kantor.”
“Tunda dulu pekerjaanmu. Nilam butuh kamu, dia itu sedang hamil anakmu. Jadi, tunjukkan lah sedikit perhatian, agar anakmu berkembang dengan baik.”
“Nek, kan sudah ada aku di rumah, jadi aku yang akan menemani Nilam. Kan Nenek sendiri yang bilang anak Nilam akan menjadi anakku juga nantinya.” Eren menawarkan diri walau enggan.
“Tapi yang dibutuhkan Nilam adalah kehadiran suaminya dan ayah dari anak yang dia kandung, ini juga bisa membantu pertumbuhan yang baik untuk janinnya.”
“Ibu ini terlalu banyak berpikir. Kan ada kami semua di rumah. Kenapa harus King?”
“Karena hanya King yang akan memahami Nilam.”
“Lagian Nilam juga sehat-sehat saja, kenapa harus ditemani?”
“Kamu tidak akan mengerti jika belum hamil,” sindir nenek Lena.
***
Nilam tengah berbaring di atas ranjang, ia merindukan ibunya, ia akan izin pada Nenek Lena untuk menengok kondisi ibunya.
Beberapa saat kemudian, pintu kamar terbuka, Nilam menoleh dan melihat Eren memajuinya.
“Aku sudah pulang dan sudah sepantasnya mengurusmu.” Eren melanjutkan. “Jangan apa-apa King terus yang mengurusnya.”
Nilam memilih diam karena sudah tahu Eren tak akan menerima kehadirannya.
Eren memandang wajar Nilam dan berkata, “Cantik sih. Tapi, sayang suka merebut suami orang.”
Nilam tahu julukan itu.
“Sepertinya kamu menikmati waktu menjadi Nona Muda keluarga Sanjaya. Bahkan dokter saja menyuruh kalian untuk mengurangi aktifitas ranjang. Serendah itu kamu?” Eren memandang Nilam kembali.
Eren meremas dagu Nilam dan memandang wajah tak berdosa itu. Orang yang membuatnya kesal adalah Nilam dan seharusnya Nilam tak ada di sini.
Nilam melepaskan genggaman jari jemari Eren di dagunya dan berkata, “Mbak menyakitiku.”
“Ada apa ini?” King datang dan menghampiri kedua istrinya.
“King?”
“Eren, kita harus menjaga Nilam, anak Nilam juga adalah anakmu. Jadi, jangan kasar kepadanya.”
“King, ada apa denganmu? Kamu berlebihan sekali. Aku dan Nilam tak ada apa-apa juga. Aku hanya mengajarinya beberapa hal.”
“Kamu tidak apa-apa, ‘kan?” tanya King.
“King, kita harus bicara, bukan?”
Eren merasa sikap King lebih menonjol pada Nilam, sementara Nilam hanya lah istri yang hamil anaknya saja. Eren harus mencari tahu apa yang terjadi.
Eren tak terima jika King menonjolkan kasih sayang kepada Nilam.