11. Mulai merasa khawatir

814 Words
Nilam merasa bangga pada dirinya sendiri walau ini bantuan suaminya, ia hari ini mulai bekerja sebagai marketing di perusahaan suaminya. Nilam tersenyum melihat meja kerjanya dan juga id card yang sudah diberikan. Seolah dunia akan baik-baik saja selama ia bekerja. Nilam mengelus perut ratanya dan berkata, “Terima kasih ya, Nak. Kamu sudah menjadi pembawa rejeki Mama.” “Kamu siapa?” Seorang wanita datang dan menghampiri Nilam. Nilam langsung bangkit dari duduknya dan berkata, “Nama saya Nilam, Mbak. Saya baru masuk bekerja hari ini.” “Memangnya ada penerimaan karyawan baru?” “Aku juga gak tahu, mungkin saja,” jawab salah satu wanita cantik. “Kamu bekerja disini atas izin siapa? Atas rekomendasi siapa?” “Saya tidak direkomendasikan siapa-siapa. Saya masuk karena mungkin saya bisa bekerja.” “Apa kamu mengira dengan bisa bekerja sama akan diterima?” “Tapi—” Wanita itu adalah Darma—senior—di kantor ini, yang sudah bekerja selama 4 tahun. Dan, ia memang tidak pernah cocok dengan siapa pun. Selalu saja ada masalah. “Kalau begitu kamu pergi beli 10 minuman sebagai tugas pertama.” “Apa? Ehh iya, uangnya?” “Ya pakai uang kamu lah, kok minta uang ke. saya? Hal ini emang udah wajib.” Nilam mengangguk, ia akan membeli beberapa minuman untuk semua tim marketing, tidak masalah. Karena ia masih memiliki beberapa ratus ribu setelah membayar obat ibunya. “25 americano, 12 latte.” Nilam mengangguk lalu melangkah pergi meninggalkan kantor marketing, ia segera menuju kafe kantor dan memesan beberapa kopi untuk semuanya. Nilam mendengar semua orang berbisik dan melihat ke arah lain, Nilam menautkan alis ketika melihat semuanya histeris. Nilam menoleh, dan melihat suaminya tengah berjalan menuju lift bersama Sadly, sang asisten. “Ya Tuhan, Nona Muda Eren sangat beruntung, ya, bisa melihat pria setampan Tuan Muda King, bagaimana rasanya? Aku jadi ingin merasakannya. Pasti berdebar setiap waktu.” “Benar. Aku jadi iri. Aku mau jadi istri kedua.” “Istri ketiga bukan sih? Soalnya rumor mengatakan Tuan Muda King menikah lagi.” “Wahh. Siapa gadis yang berhasil di nikahin Tuan Muda King selain Nona Muda Eren?” “Aku jadi iri.” Nilam tersenyum dan menunduk sesaat, karena semua orang iri kepadanya. “Hehh kamu kenapa?” Nilam mendongak dan tersenyum simpul pada beberapa wanita yang duduk di kursi depan meja bundar sembari menikmati kopi dan roti bakar. Nilam kembali fokus pada pesanannya, ketika selesai ia bingung bagaimana caranya membawa semuanya. “Mau saya bantu?” Terdengar suara lembut disampingnya. Nilam menoleh melihat pria yang berseragam pegawai kafe. “Dengan senang hati jika tidak mengganggu.” Nilam menjawab. “Kenalkan saya … Teguh.” “Salam kenal, Teguh. Saya... Nilam.” Setibanya mereka di kantor marketing, Nilam membagi semua kopi itu ke teman kantornya. Ia menganggap ini adalah sambutannya kepada semua orang yang sudah menerimanya di sini. “Makasih ya, ini saya ada sedikit uang.” Nilam hendak mengambil uang dari saku jeansnya. “Tidak perlu. Saya ikhlas membantu.” Pria itu lalu pergi meninggalkan kantor marketing dan kembali ke pekerjaannya. Nilam lalu duduk di kursi kerjanya dan menyalakan monitor dihadapannya. Tak lama kemudian, Darma datang dan melempar sesuatu ke meja Nilam. “Ada lagi, Mbak?” tanya Nilam mendongak. “Ya ada lah, namanya kamu kerja di tim marketing pekerjaan tidak ada yang mudah.” Darma menjawab. “Baik, saya kerjakan. Apa yang bisa saya kerjakan?” “Kamu lihat tumpukan brosur itu?” Nilam menoleh dan mengangguk. “Bagi-bagi di depan kantor atau dimana saja dan kamu harus prospek minimal 10 orang dalam sehari.” Nilam bingung karena ini cukup berat untuknya, jangankan 10 orang, kemungkinan lima orang saja susah. “Apa yang kamu lakukan? Bengong? Pergi sana.” Nilam mengangguk, meraih tas dan brosur diatas meja, lalu keluar dari ruangan tim marketing, didepan sana ia bertemu dengan King yang kini sedang memberi titah kepada beberapa anggota dewan, sepertinya mereka baru selesai rapat. “Nilam, ada apa?” tanya King. “Saya tidak apa-apa,” jawab Nilam. “Lalu kamu mau kemana?” “Saya mau bagi-bagi brosur.” “Bagi-bagi brosur?” “Tuan, ingat Nona adalah karyawan baru,” bisik Sadly. “Ini pekerjaan berat, saya akan menyuruh orang untuk melakukannya.” King melanjutkan. “Tuan mengenalnya?” Salah satu direksi bertanya. Nilam tidak mungkin membuat King malu dengan kehadirannya, ditambah lagi ia terlihat sangat memalukan saat ini. “Saya pergi,” ujar Nilam, lalu melangkah menuju lift. “Kamu cari tahu apa yang terjadi.” King memberi perintah. Sadly mengangguk. King duduk dikursi kebesarannya dan menoleh melihat Sadly yang saat ini tengah mengatur beberapa dokumen didepannya. “Sad, cari tahu kemana Nilam bagi-bagi brosurnya.” “Baik, Tuan,” jawab Sadly. “Kabarkan secepatnya.” “Tuan mau menyusul Nona Muda Nilam?” “Cari tahu saja kemana dia.” Sadly mengangguk. Lalu melangkah keluar dari ruang kerja bosnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD